Rabu, 16 Juli 2014

Isabel Briggs Myers

Kisah Isabel Briggs Myers (Diambil dari blognya katasiagoes.blogspot.com) Isabel Briggs Myers Salah satu ucapan Socrates yang terkenal adalah gnothi seauton (kenalilah dirimu sendiri). Pertanyaan tentang "kenapa sifat saya begini?"dan "kenapa dia sifatnya begitu?" merupakan topik menarik yang banyak diteliti dalam ilmu psikologi kepribadian. Ada banyak tokoh yang menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mendeskripsikan perbedaan individual antar manusia. Salah satu tokoh yang paling terkenal adalah Isabel Briggs Myers, yang menciptakan alat tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Alat tes Myers-Briggs Type Indicator yang pertama kali diciptakan pada tahun 1940an memberikan banyak kontribusi dalam ilmu konstruksi alat ukur psikologi yang digunakan sekarang ini. Tentu saja format MBTI yang sekarang ini sudah sangat berbeda dengan versi tahun 1940an. Asal usul kelahiran alat tes di tangan Isabel Briggs Myers ini sebenarnya cukup menarik. Pada liburan Natal, Isabel membawa pacarnya (Clarence Myers, yang kemudian menjadi suaminya) ke rumah untuk dipertemukan dengan orangtuanya. Saat itu, Katherine Briggs (ibu Isabel) berkomentar bahwa Clarence punya sifat yang sangat berbeda dengan keluarga Briggs. Berawal dari komentar ini, Isabel terdorong untuk mempelajari lebih dalam tentang manusia dengan cara membaca bermacam-macam buku biografi tokoh-tokoh terkenal. Dari hasil bacaannya, dia melihat bahwa tiap orang memiliki ciri dan pola kepribadian tertentu. Ada tokoh yang cenderung meditatif, ada yang spontan, ada yang sangat social, dan macam-macam jenis lainnya. Pada saat itu, Isabel dan Katherine menemukan karya Carl Jung yang berjudul Psychological Types. Carl Jung. Less creepy than Freud. Dalam Psychological Types, Carl Jung melihat bahwa cara-cara manusia melihat dunia dapat dikategorikan dalam suatu kontinum yang mempunyai 2 kutub. Kebanyakan orang berada di antara kedua kutub tersebut. Ada orang yang lebih suka sering mengandalkan perasaan, sebaliknya ada yang lebih suka banyak menggunakan nalar yang logis. Ada yang orang-orang yang "hangat" dalam pergaulan sosial, ada yang "dingin". Ada yang lebih suka dikelilingi oleh banyak orang, ada yang lebih suka sendirian. Perbedaan sifat ini dapat menimbulkan konflik, karena tiap orang lebih suka menggunakan cara yang lebih disukainya. Selain itu, konflik juga timbul karena kita tidak mengerti atau tidak menghargai cara yang digunakan oleh orang lain dalam memandang dunia. Orang yang banyak menggunakan perasaan mungkin akan merasa heran, kenapa orang yang suka menggunakan nalar begitu 'dingin' dan juga tidak berperasaan. Sebaliknya, tipe yang lebih suka menggunakan nalar malah berpikir kok bisa-bisanya ada orang yang mengandalkan perasaan, padahal perasaan itu kan sifatnya subyektif. Yang jelas, tidak ada tipe yang lebih baik daripada tipe yang lain, karena tergantung pada konteksnya. Tipe tertentu akan lebih cocok mengerjakan hal-hal tertentu pula, tidak ada tipe yang 'serba bisa' dan selalu cocok dalam berbagai kondisi. Kembali ke Isabel, dia bukan orang yang memiliki pendidikan dalam psikologi secara formal. Dia adalah seorang sarjana FISIP (political science). Sewaktu kecil, dia juga dididik lewat home schooling, karena sudah menjadi tradisi dalam keluarganya untuk mendidik anak lewat metode tersebut. Pada tahun 1918, akhirnya Isabel menikah dengan Clarence Myers, sehingga nama lengkapnya menjadi Isabel Briggs Myers. "I dream that long after I'm gone, my work will go on helping people." -Isabel Myers, 1979 Saat perang dunia II, banyak orang yang beralih profesi ke dunia militer. Alasan yang kerap kali muncul adalah alasan patriotisme, tapi ternyata banyak juga orang yang tidak suka menjadi seorang tentara karena ketidaksesuaian dengan tipe kepribadiannya. Dari pengamatan ini, Isabel mencari cara untuk menerapkan konsep tipologi kepribadian Carl Jung menjadi sesuatu yang praktis dan dapat digunakan dalam berbagai bidang. Alat tes yang kemudian dinamakan MBTI ini tidak lahir dalam sekejap, melainkan melewati proses riset panjang selama 20 tahun (dan terus dikembangkan selama puluhan tahun). Hasil dari skoring alat tes ini akan berupa 4 buah huruf alfabet yang terdiri dari 16 tipe. Jika ingin tahu lebih banyak tentang alat tes ini, mungkin kalian bisa ikut pelatihannya di berbagai learning center atau pusat pelatihan. Di Indonesia, alat tes ini cukup banyak digunakan dalam konteks pendidikan dan juga industri. Saya nggak akan terlalu banyak membahas tentang alat ukur tersebut di sini. Meskipun Isabel adalah seorang introvert (INFP), dia tidak bekerja sendirian dalam proyeknya ini. Dia banyak dibantu oleh berbagai pihak dari dunia bisnis (Philadelphia Bank), pendidikan (berbagai sekolah di Pennsylvania), dan juga dunia medis (George Washington School of Medicine). Rupanya memang benar bahwa sebuah karya penting tidak dibesarkan dalam kesendirian, tetapi lewat kolaborasi berbagai pihak. Subjek penelitian yang disukai oleh Isabel Briggs Myers adalah mereka yang bekerja di profesi kesehatan. Menurutnya, mereka yang memegang nyawa dan nasib orang lain di tangan mereka merupakan orang-orang yang harus memiliki kemampuan persepsi yang akurat dan mampu memberikan judgment secara terbuka. Penelitiannya terhadap subjek ini tidak main-main, jumlah subjeknya saja 5.355 orang mahasiswa kedokteran, dan ini merupakan penelitian longitudinal. Jadi lima ribu subjek itu terus-menerus diteliti datanya selama 25 tahun, nggak cuma sekali ambil data saja. Sampai sekarang, ini masih dianggap sebagai salah satu penelitian terbesar dalam dunia medis. Dari hasil penelitiannya, Isabel ikut mengembangkan kurikulum yang mampu mengembangkan kemampuan persepsi dan juga judgment mahasiswa kedokteran dan keperawatan, agar dapat menjalankan profesinya dengan baik. Oh ya, lewat hasil penelitiannya, ternyata memang benar bahwa Isabel memiliki tipe kepribadian yang berbeda dengan suaminya. Isabel adalah seorang INFP, sedangkan suaminya (Clarence) tipe ISTJ. Meskipun demikian, perbedaan ini tidak membuat mereka saling menghancurkan satu sama lain. Pemahaman bahwa tiap orang memiliki caranya sendiri dalam memandang dunia dan juga pengetahuan tentang tipe kepribadiannya bisa membuat kita mau untuk lebih berusaha memahami orang lain. Dengan berbekal pemahaman tentang tipologi kepribadian, kita tahu bahwa saat berhadapan dengan tipe pemikir, mungkin sebaiknya kita menyampaikan apa hasil yang bisa dicapai dan kondisi saat ini lewat penjabaran yang logis. Saat berhadapan dengan tipe yang menggunakan perasaan, kita mungkin bisa menyampaikan bagaimana hal ini bisa memberi dampak emosi tertentu pada orang lain yang terlibat, dan seterusnya. Yang saya suka dari tipologi kepribadian yang dikembangkan oleh Isabel Myers: konsep ini memberikan dukungan bagi tiap orang untuk melakukan hal-hal yang lebih sesuai dengan diri mereka. Di dunia yang dikuasai oleh extravert ini, seringkali orang introvert dipaksa menjadi "orang lain" (misal: "dipaksa" harus rajin bergaul dengan orang baru). Hal lain yang menarik adalah tipologi kepribadian ini menjelaskan bahwa tipe kepribadian juga memiliki kontribusi yang tidak kalah besarnya dalam keberhasilan hidup, dibandingkan dengan IQ belaka. Meskipun banyak kritik yang disampaikan terhadapnya (tentang latar belakang pendidikannya, tentang interpretasinya terhadap konsep Jungian, dan metodologi risetnya), karya Isabel Briggs Myers ini terus digunakan dalam berbagai bidang di seluruh dunia. Ada yang menggunakannya untuk pengembangan diri, pemilihan jurusan program studi kuliah, atau penempatan karyawan. Dosen saya di Fakultas Psikologi mengatakan bahwa jika ingin terus dikenang, ciptakanlah karya yang berguna agar nama kita terus abadi. Karya Isabel Briggs Myers ini adalah salah satunya. Isabel Briggs Myers meninggal di usia 82 tahun (1980). Menjelang akhir kehidupannya, dia tetap punya semangat untuk berdiskusi dan mengembangkan konsep tipologi kepribadian yang digunakan dalam MBTI. Meskipun energinya terkuras oleh penyakit dan usia tua, dia akan kembali terlihat bersemangat dan duduk tegak saat ada orang yang mengajaknya berdiskusi mengenai MBTI. Meskipun tidak memiliki pendidikan formal sebagai seorang psikolog, konsep-konsep yang ada di dalam kepalanya merupakan hasil penelitian selama puluhan tahun yang tidak pernah berhenti dia perbaharui, bahkan hingga menjelang ajal. Sumber: Butler-Bowdon, Tom. 2007. 50 Psychology Classics: Who we are, How we think, What we do. London: Nicholas Brealey Publishing http://en.wikipedia.org/wiki/Isabel_Myers http://en.wikipedia.org/wiki/Carl_Jung Posted by Agoes Santosa at 4:27 PM

Selasa, 15 Juli 2014

PERIKLANAN & ETIKA

www.initugasku.wordpress.com “Periklanan dan Etika” Maret 3, 2010initugaskuTinggalkan komentarGo to comments BAB I PENDAHULUAN Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda. Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan. BAB II PEMBAHASAN Ada 6 pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan dalam konteks kita. Fungsi Periklanan Dalam buku-buku tentang manajemen periklanan, iklan dipandang sebagai upaya komunikasi. Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli. Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai unsur informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsure persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah. Tercampurnya unsure informative dan unsure persuasive dalam periklanan, membuat penilaian etis terhadapnya menjadi l ebih kompleks. Periklanan dan kebenaran Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Iklan mempunyai unsure promosi. Iklan merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Ia menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu di bidangnya. Bahasa periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol. Di sini si pengiklan tidak bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public konsumen tahu bahwa retorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah. Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Contohnya, iklan tentang mobil bekas yang berbunyi “semua mobil yang kami jual sebelumnya diperiksa oleh montir ahli” tetap berbohong, bila hal itu memang benar, tapi montir tidak berbuat apa-apa bila menemukan ketidakberesan serius pada suatu mobil. Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bias dipecahkan dengan cara hitam putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan public untuk menerimanya atau tidak. Manipulasi dengan periklanan Masalah manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Dikhawatirkan bahwa periklanan-seperti propaganda lain-bisa memanipulasi public. Tetapi sekarang pada umumnya orang tidak begitu takut lagi akan bahaya dimanipulasikan melalui propaganda dan periklanan. Namun demikian, tetap benar juga bahwa periklanan berusaha mempengaruhi tingkah laku konsumen. Contohnya : iklan kosmetika selalu berusaha menciptakan suatu suasana romantic yang khas, sehingga menggiurkan untuk public konsumen. Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Tetapi, iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan. Ada 2 cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan : Subliminal advertising Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio. Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya “Lapar. Makan popcorn”. Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa. Iklan yang ditujukan kepada anak Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis. Pengontrolan terhadap iklan Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini : Kontrol oleh pemerinah Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan Federal Trade Commission. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan. Kontrol oleh para pengiklan Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Jika suatu kode etik disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia. Kontrol oleh masyarakat Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan. Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan. Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indonesia ada Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. Penilaian etis terhadap iklan Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan. Maksud si pengiklan Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis. Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain. Isi iklan Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral. Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum. Keadaan publik yang tertuju Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju. Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang mampu. Kebiasaan di bidang periklanan Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar. Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya. Beberapa kasus etika periklanan Tiket gratis dari Bouraq Pada tanggal 11 dan 18 Mei 1992, maskapai Penerbangan Bouraq memasang iklan di sebuah harian yang berbunyi : “tukarkan 10 lembar tiket bekas penerbangan Bouraq dengan sebuah tiket gratis di perwakilan Bouraq setempat”. Tidak diberi penjelasan lain. Lalu seorang pengusaha di Banjarmasin kebetulan menyimpan 50 tiket bekas dan berencana menukarkannya dengan harapan memperoleh 5 tiket gratis. Ia mendapat keterangan dari petugas bahwa yang bisa ditukarkan hanyalah tiket 5 Agustus 1992 ke atas. Keterangan ini tidak dimuat dalam iklan dan juga tidak disebut bahwa konsumen bisa memperoleh informasi lebih lanjut di kantor perwakilan Bouraq. Karena itu, boleh diandaikan saja bahwa informasi dalam iklan itu lengkap. Iklan plaza senayan Sangat disayangkan pada nyanyian dan tokoh pelaku iklan plaza senayan. Begitu konsumtif degan menggunakan helikopter belanja dan terkesan hura-hura ditambah konteks nyanyian: “Hidup hanya …..jangan sia-siakan” apakah betul yang hanya sekali itu harus diisi dengan hura-hura belanja penuh kemegahan Apakah tidak terbesit sedikitpun utuk menggunakan hidup yang sekali itu dengan menjalankan ibadah, beramal dan membantu saudara kita yang masih banyak berekonomi lemah? Yang jangankan belanja dengan mewah di tempat megah, membeli makanan di warungpun mikir. Iklan kijang Mendengar iklan mobil Toyota Kijang di radio maupun di televisi, yang melibatkan seorang anak usia sekolah. Iklan itu secara ditdak langsung telah mendidik anak dan keluarga untuk bergaya hidup dan berbudaya konsumtif. Sangat memrihatinkan, begitu banyak anak di negeri ini yang jangankan liburan ke Bali dan naik “Kijang”, untuk sekolah mereka tidak mampu dan harus bekerja siang malam sekadar untuk makan 1 hari. Sungguh merupakan hal yang ironis, seorang anak yang seharusnya belajar memahami fakta sosial teman-teman seusianya yang tersuruk di tengah kerasnya perjuangan mereka, ternyata terdidik untuk ikut berpikir tentang cicilan ke Bali hanya karena sudah terlanjur bercerita kepada teman-temannya. Eksploitasi anak-anak untuk iklan saja sudah merupakan sesuatu yang tidak etis, apalagi dengan materi iklan yang mewah dan konsumtif. BAB III KESIMPULAN Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan . Iklan mempunyai unsure promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut DAFTAR PUSTAKA K. Bertens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.

PENGERTIAN PERIKLANAN

Periklanan adalah fenomena bisnis modern. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian penting peran iklan dalam bisnis modern sehingga salah satu bentuk bonafiditas perusahaan terletak pada seberapa besar dana yang dialokasikan untuk iklan tersebut. Di samping itu, iklan merupakan jendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya para konsumen. Iklan merupakan bagian dari pemasaran suatu produk (Tinarbuko, 2007 : 1) Periklanan menurut Kotler (2005:277) didefinisikan sebagai segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Grifin dan Ebert yang dikutip oleh Soemanagara ( 2006:132 ) menyebutkan bahwa advertising is paid, nonpersonal communication used by an identified sponsor to inform an audience abaout product (Iklan adalah pembayaran, komunikasi non-personal yang digunakan untuk mengidentifikasikan sponsor untuk menginformasikan kepada pendengar tentang sebuah produk ). Periklanan oleh Bovee dan Arens ( 1986:5 ) didefinisikan sebagai ”advertising is the personal communication of information ussualy paid for and ussualy persuasive in nature about products, services or ideaas by identified sponsors throught the variuos media “ ( iklan adalah komunikasi non-personal mengenai informasi yang biasanya mengenai pembayaran dan biasanya bersifat persuasif yang alami mengenai produk, jasa atau ide yang diidentifikasi oleh sponsor melalui berbagai macam media ). Institut Praktisi Periklanan Inggris (Jefkins, 1996 : 62 ) mendefinisikan periklanan sebagai berikut : periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya. Jefkins sendiri menyebutkan bahwa periklanan merupakan cara menjual melalui penyebaran informasi. Doktrin yang mendasar dalam dunia periklanan adalah “ pasanglah iklan sebanyak mungkin agar tercipta kesadaran konsumen secara maksimal tentang sebuah merk, yang dalam jangka panjang akan memperbesar kans dipilihnya merk anda oleh konsumen dalam periode konsumsi (Triono, 2000 : 4). Artinya bahwa stimuli cenderung menimbulkan keinginan yang besar. Untuk membuat periklanan yang dapat menggugah keinginan yang besar maka manajer pemasaran harus memulai dengan mengidentifikasikan pasar sasaran dan motif pembelian. Kotler (2005:277) mengemukakan adanya lima keputusan utama dalam membuat program periklanan, yang disebutnya dengan lima M, yaitu : 1. Mission (misi) : apakah tujuan periklanan ? 2. Money (uang): barapa banyak yang dapat dibelanjakan ? 3. Message (pesan) : pesan apa yang harus disampaikan ? 4. Media (media) : media apa yang akan digunakan ? 5. Measurement (pengukuran) ; bagaimana mengevaluasi hasilnya ? Iklan yang digunakan untuk mempromosikan barang atau jasa kepada konsumen ditujukan agar konsumen melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemasang iklan. Tujuan dari dilakukan kegiatan iklan menurut Phil Astrid S. Susanto yang dikutip oleh Soemanagara (2006:49) adalah : Menyadarkan komunikan dan memberikan informasi tentang sebuah barang, jasa, atau gagasan Menumbuhkan dalam diri komunikan suatu perasaan suka akan barang, jasa ataupun ide yang disajikan derngan memberikan persepsi kepadanya. Meyakinkan komunikan akan kebenaran tentang apa yang dianjurkan dalam iklan dan karenanya menggerakkannya untuk berusaha memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan Menurut Kotler (2005:278) upaya periklanan mempunyai beberapa tujuan antara lain: menginformasikan adanya merk produk di pasaran, membujuk konsumen untuk membeli produk, dan mengingatkan konsumen terhadap produk. Bagi konsumen periklanan mempunyai manfaat antara lain: Memperluas alternatif, artinya dengan iklan konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk yang pada gilirannya akan menimbulkan pilihan. Membantu produsen menumbuhkan kepercayaan kepada konsumen. Iklan yang tampil secara mantap dihadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang menarik akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan tersebut bonafide dan produknya bermutu. Membuat orang kenal, ingat dan percaya pada produk yang ditawarkan. Memuaskan keinginan konsumen dalam pembelian produk. Menurut Bovee dan Arens (1986:8) ada lima fungsi dari sebuah iklan yaitu, untuk mengidentifikasi produk dan membedakan mereka dari yang lain; untuk mengkomunikasikan informasi tentang sebuah produk, tentang ciri-ciri keistemewaannya dan lokasi penjualan; membujuk konsumen untuk mencoba produk baru dan menyarankan penggunaan ulang; merangsang distribusi produk; meningkatkan penggunaan produk; dan membangun preferensi merek dan loyalitas. Sedangkan menurut Tjiptono (2001:139), iklan mempunyai empat fungsi utama yaitu, (1) menginformasikan kepada khalayak menngenai seluk beluk produk (informative), (2) mempengaruhi khalayak untuk membeli ( persuading ), (3) menyegarkan informasi yang telah diterima khalayak ( reminding ), dan menciptakan suasana yang menyegarkan sewaktu khalayak menerima atau mencerna informasi (entertainment) Sumartono (2002:45) mengemukakan bahwa apabila fungsi iklan dijalankan dengan baik maka akan berakibat pada : Menarik perhatian terhadap iklan Menimbulkan perhatian besar terhadap pesan Menyatakan pokok-pokok masalah tentang sifat dan bagaimana barang/jasa yang dianjurkan dapat dipakai oleh komunikan Merangsang keinginan pada pihak komunikan untuk memiliki atau menikmati barang/jasa sebagaimana dianjurkan oleh komunikan Memamerkan barang/jasa yang diperkenalkan kepada komunikan, sesuai dengan kemampuan memuaskan pemakaian barang/jasa yang dianjurkan Mensosialisasikan penggunaan barang/jasa dengan seorang tokoh atau lapisan masyarakat tertentu Iklan pada dasarnya adalah produk kebudayaan massa, produk kebudayaan masyarakat industri yang ditandai oleh produksi dan konsumsi massa. Kepraktisan dan pemuasan jangka pendek antara lain merupakan ciri –ciri kebudayaan massa. Artinya, massa dipandang tidak lebih sebagai konsumen. Maka hubungan antara produsen dan konsumen adalah hubungan komersial semata. Pendeknya, tidak ada fungsi hubungan lain selain memanipulasi kesadaran, selera, dan perilaku konsumen. Dengan demikian, untuk merangsang proses jual beli atau konsumsi massal itulah iklan diciptakan (Tinarbuko, 2007 : 1). Iklan harus mementingkan kelompok sasaran tertentu karena tidak semua pemirsa dapat efektif menjadi sasaran iklan. Sasaran iklan adalah sekelompok orang yang dikategorikan mempunyai kepentingan terhadap produk yang ditawarkan dan mereka mungkin membelinya atau sebagai pembeli potensial. Agar pesan iklan dapat mencapai sasaran, maka pesan tersebut harus sesuai dengan target pemirsanya. Dalam menyusun sasaran periklanan sebenarnya ada dua dimensi yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah dampak yang diinginkan dan yang kedua adalah profil target audiencenya. Tujuan utama iklan adalah attitude change. Attitude sendiri terdiri dari komponen, yakni cognitive atau knowledge, kemudian affective atau liking, kemudian yang terakhir adalah intention dan action (Mars-e, 2007 : 1). Gordon Pincott (Mars-e, 2002 : 2), mengelompokkan sasaran periklanan menjadi empat. Yang pertama adalah awareness dan salience, yakni mendorong awareness terhadap merek sehingga ujung-ujungnya menjadi top of mind dari konsumen. Objective pertama ini pengukurannya jelas, yakni dengan mengetahui level awareness (top of mind, unaided dan aided awareness), baik tentang mereknya sendiri, iklan, maupun fitur-fiturnya. Selain itu dalam awareness ini ada dua hal yang patut diperhatikan, yakni recall, yakni munculnya merek di benak konsumen ketika timbul kebutuhan tentang kategori produk tertentu, dan yang kedua adalah recognition, yakni kemampuan konsumen untuk mengenali komunikasi yang ditangkap sebelumnya ketika ada stimulasi yang muncul di tempat tertentu (biasanya tempat pembelian). Kedua adalah reinforcement of perceptions, yakni memperkuat persepsi yang sudah dicoba tempatkan ke benak konsumen sebelumnya. Memperkuat positioning masih dalam konotasi tujuan kedua ini, termasuk menguatkan kembali image-image yang dulu sudah dimiliki oleh konsumen dan kemudian tenggelam karena situasi persaingan atau munculnya produk dengan teknologi baru. Yang ketiga adalah mengubah persepsi. Merek-merek yang sebelumnya sudah dikomunikasikan tetapi setelah dilakukan penelitian ternyata positioning yang diharapkan tidak ditangkap dengan benar oleh konsumen memerlukan iklan-iklan yang objectivenya seperti ini. Ini juga berlaku misalnya bagi perusahaan yang sebelumnya dipersepsikan negatif oleh masyarakat, dengan komunikasi yang efektif mampu mengubahnya menjadi positif . Keempat adalah mengubah perilaku. Ini yang paling sulit karena iklannya harus benar-benar tepat sasaran dan mampu menggerakkan konsumennya untuk berperilaku tertentu. Beberapa objective iklan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain mendorong konsumen untuk mencoba produk tertentu, mendorong anak supaya meminta ibunya untuk membelikan produk tertentu, mendorong kalangan remaja agar menggunakan produk tertentu agar tidak dianggap ketinggalan oleh kelompoknya, dan lain-lain. Selain keempat kelompok tersebut, dimensi kedua dalam menetapkan objective iklan adalah profil atau segmentasi target konsumen berdasarkan hierarchy of effect dalam pengambilan keputusan konsumen dimana sebuah hierarcy dimulai dari unaware, aware, lalu kemudian knowledge, lalu preference, diteruskan dengan trial, usage dan terakhir adoption. Setiap pengiklan harus tahu dengan detil tentang posisi-posisi dalam struktur pengambilan keputusan ini dan juga besarnya proporsi konsumen dan target pasarnya untuk setiap level hierarcy of effect tersebut sehingga dengan mudah menetapkan sasaran iklannya ( Subroto, 2007: 75 ). Contoh yang paling mudah adalah dengan mengetahui bahwa ternyata pada target konsumennya (competitor user dan non user), awareness terhadap merek yang akan diiklankan sangat rendah. Kalau ternyata keputusan pembelian sangat tergantung dari awareness, maka tujuan iklan yang utama adalah meningkatkan awareness sekian % dari target tersebut. Contoh kedua adalah knowledge yang dimiliki oleh pasar terhadap merek yang dikelola perusahaan. Knowledge, yang kemudian diterjemahkan dalam asosiasi dan image, yang benar harus terus menerus dikuatkan, sedangkan persepsi yang tidak benar tentu harus diubah (Mars-e, 2007 : 1). Iklan selain berfungsi memberitahu akan kehadiran suatu produk, juga memperlihatkan citra perusahaan kepada konsumen. Tanpa iklan, para konsumen yang berada jauh dari pusat-pusat produksi tidak akan memperoleh informasi mengenai barang yang dibutuhkannya. Iklan merupakan instrumen pemasaran modern yang aktifitasnya didasarkan pada pemikiran-pemikiran komunikasi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995 : 67). Karena iklan merupakan bentuk komunikasi, maka keberhasilannya dalam mendukung program pemasaran merupakan pencerminan dari keberhasilan komunikasi. Menurut Wright yang dikutip oleh Sumartono (2002:256) ada beberapa unsur iklan sebagai alat komunikasi, yaitu : 1. Informasi dan Persuasi Informasi dalam proses komunikasi yang diwakili oleh iklan menunjukkan adanya garis hubungan antara seseorang/sekelompok orang/atau siapa saja yang ingin menjual produknya kepada seseorang/sekelompok orang atau siapa saja yang membutuhkan produk itu. Kunci periklanan justru pada kecanggihan merumuskan informasi tersebut. 2. Informasi Dikontrol Karena informasi mengenai produk tertentu disebarluaskan melalui media massa dan bersifat terbuka maka sebelum dimasukkan ke media harus dikontrol melalui tahap-tahap dan cara-cara tertentu. Kontrol ini meliputi isi, penggunaan, waktu, ruang, tujuan khalayak sasaran. Semuanya itu harus disepakati bersama antara pengiklan dengan media yang dipilih. 3. Teridentifikasinya Informasi Ini dimaksudkan bahwa kesungguhan informasi itu tidak hanya karena dikontrol tetapi juga harus jelas siapa yang mempunyai informasi itu, siapa sponsornya yang membayar media ( ruang dan waktu ). Sponsor yang jelas inilah yang membedakan dengan propaganda 4. Media Komunikasi Massa Pembedaan iklan dengan teknik komunikasi yang lain adalah dalam komunikasi yang non-personal, jadi , iklan memakai media dengan menyewa ruang dan waktu. Disamping itu peranan periklanan antar lain dirancang untuk memberikan saran pada orang untuk membeli suatu produk tertentu, membentuk hasrat memilikinya dengan mengkonsumsinya secara tetap Sebagai bagian dari komunikasi maka strategi kreatif akan semakin penting peranannya dalam upaya perusahaan membuat periklanan itu berhasil. Kotler dan Armstrong (2004:147) merumuskan tiga langkah strategi kreatif yang harus dikembangkan, yaitu : 1. Pembangkitan Pesan Menurut Sutherland dan Sylvester (2005:130) , agar pesan iklan yang disampaikan tidak menimbulkan kekesalan atau tampak membosankan bagi para audiens, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi respon mereka pada iklan keseluruhan ada lima cara yang dapat digunakan yaitu : Tidak membuat penonjolan Berbicara pelan atau mengurangi penonjolan itu Menempatkan informasi sebagai sesuatu yang telah diketahui Mengemas informasi itu sebagai hiburan Membuat audiens merasa memiliki peran, bukan sekedar memosisikan sebagai penonton 2. Evaluasi dan pemilihan pesan Pengiklan harus mengevaluasi pesan-pesan iklan yang mungkin dapat digunakan. Daya tarik yang digunakan dalam pesan harus memiliki tiga karakteristik. Pertama, daya tarik itu berarti, yaitu menunjukkan manfaat yang membuat konsumen lebih menyukai atau lebih tertarik pada produk itu. Kedua, daya tarik itu harus khas, harus menyatakan apa yang membuat produk pengiklan lebih baik daripada produk-produk pesaing. Ketiga, seruan dalam pesan pengiklan harus dapat dipercaya ( Kotler dan Armstrong, 2004 : 147). 3. Penyampaian pesan Dalam suatu pesan tidak hanya bergantung pada apa yang dikatakan tetapi juga bergantung pada bagaimana pesan disampaikan. Pengiklan harus menempatkan pesan dengan cara sedemikian rupa sehingga mampu merebut minat dan perhatian audiens sasaran. Pengiklan harus dapat menemukan gaya, titi nada, kata-kata, dan format yang cocok untuk menyampaikan pesan (Kotler dan Armstrong, 2004 : 148). Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Pengertian dengan judul Pengertian Periklanan . Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://iptekindonesiae.blogspot.com/2013/10/pengertian-periklanan.html. Terima kasih! - See more at: http://iptekindonesiae.blogspot.com/2013/10/pengertian-periklanan.html#sthash.GIbbUHet.dpuf

Kamis, 10 Juli 2014

Pengertian/Definisi Paradigma

Pengertian/Definisi Paradigma http://mughits-sumberilmu.blogspot.com/2012/10/pengertiandefinisi-paradigma.html Paradigma,Pengertian Paradigma,Definisi Paradigma,apa Itu Paradigma Pengertian/Definisi Paradigma Berikut Ini Pembahasan secara lengkap Apa Itu Paradigma,Pengertian Paradigma dan Definisi Paradigma dari berbagai pendapat dan dari berbagai sumber,diantaranya dari Wikipedia dan Situs Situs lainnya. Paradigma Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual. Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik). Paradigma Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang – mengenai realita – dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Paradigma Pengertian Paradigma Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko kpersoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi,paradigma ilmu pengetahuan adalah model atau kerangka berpikir beberapa komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan pendekatan fragmentarisme yang cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing-masing. Demikain Pengertian Paradigma,Definisi Paradigma Apa Itu Paradigma. Semoga Tulisan "Pengertian/Definisi Paradigma (Apa Itu Paradigma,Pengertian Paradigma dan Definisi Paradigma)" ini Bermnafaat.mohon maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan.