Rabu, 08 Oktober 2014

Analisis Strategi Integrated Marketing Communication: Studi Kampanye Antikorupsi Pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Di Indonesia


October 31, 2013 | | Lecturers’ Journals | 0

( http://marcomm.binus.ac.id/lecturers-journals/analisis-strategi-integrated-marketing-communication-studi-kampanye-antikorupsi-pada-komisi-pemberantasan-korupsi-kpk-di-indonesia/ )





Analisis Strategi Integrated Marketing Communication: Studi Kampanye Antikorupsi

pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia

Rosidah
Amia Luthfia
Wira Respati



Abstrak

Tujuan –Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana IMC diterapkan pada konteks kampanye social marketing, dalam hal ini antikorupsi yang dilakukan oleh KPK. Secara khususnya, penelitian bertujuan untuk menganalisa strategi kampanye antikorupsi yang dilakukan oleh KPK, mengetahui peta pelaksanaan kampanye antikorupsi yang dilakukan oleh KPK di Indonesia, dan menganalisa penerapan konsep IMC dalam kampanye antikorupsi.


Desain/metodologi/pendekatan–Metodologi penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kasus digunakan dalam penelitian ini, dimana peneliti akan menjelaskan fenomena sedalam- dalamnya, dan tidak dimaksudkan untuk tujuan generalisasi. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap key-informan yaitu dengan Direktur pendidikan dan pelayanan masyarakat KPK (Dikyanmas) dan juga 7 orang staf Dikyanmas KPK. Selain itu penelitian ini juga menggunakan observasi dan data sekunder yang diperoleh dari modul, buku cerita, website KPK, dan lain-lain.


Hasil penelitian – Strategi IMC yang dilakukan oleh KPK sudah cukup direncanakan dan menggunakan prinsip outside-in, walaupun masih ada celah yang dapat dikembangkan. Pola pelaksanaan kampanye masih dirasakan belum merata, walaupun secara nasional sudah disentuh melalui advertising, namun untuk pendekatan yang lebih interaktif masih dirasakan kurang dibeberapa daerah, terutama yang jauh dari ibukota (pusat informasi). Didapatkan bahwa prinsip-prinsip dasar IMC telah dilakukan pada kampanye antikorupsi, yaitu customer-focus dan tailor-made, menggunakan berbagai alat-alat promosi, bersinergi, membangun hubungan dengan masyarakat dan mempengaruhi perilaku masyarakat.

Keywords – IMC, KPK, Social Marketing, anti-corruption campaign



Abstract

Purpose – The purpose of this paper is to analyse how IMC is applied in a social marketing context which in this case is anti-corruption campaign conducted by KPK. Specifically, the objectives of this paper is to study the strategy of anti-corruption campaign planned by KPK. In addition to that, it also wants to study the distribution pattern of anti-corruption campaign in Indonesia and to analyse how IMC principles are applied in anti-corruption campaign.


Design/methodology/approach – Qualitative methodology is used in the paper, with the approach of case study. Depth interviews were conducted with the Director of (Dikyanmas) and the staff (7 persons) of this directorate to investigate how they communicate the anti- corruption with target audiens. Besides depth interviews, the paper also uses observational data and collecting a wealth of secondary materials to support the data analysis.


Findings – The strategy of KPK’s anti-corruption campaign has already been well planned, and uses the outside-in strategy. However, there is still room for improvement. The distribution pattern of the campaign is not yet equal for all regions in Indonesia. The tendency is the further the regions from the capital (central of information), the lesser the interactive approach from KPK. The anti-corruption campaign that is conducted by KPK is appling the IMC principles. The campaign is based on customer-focus and tailor-made, uses variety of relevant marketing communication tools, all messages used in the campaign are carrying one voice (achieve the synergy), the campaign builds relationship between the ‘idea’ and the

‘consumer’, and lastly, the campaign influences favorable behavior of the target audience.

Keywords – IMC, KPK, Social Marketing, anti-corruption campaign




Pendahuluan

Korupsi menjadi masalah yang sangat penting dan genting, sehingga perang melawan korupsi harus mendapat perhatian serius dari penyelenggara negara. Dengan keberadaannya yang sudah sangat lama, dapat perkembangannya dan penularan ‘virus’ korupsi sangat cepat, ditambah dengan adanya kesempatan, kebutuhan dan keinginan untuk memperkaya diri sendiri.

Sebagai salah satu negara berkembang di Asia Tenggara, Indonesia pun tak luput dari jangkitan ‘virus’ ini. Korupsi menjadi salah satu masalah sosial, diantara beragamnya masalah sosial lain yang dihadapi seperti pengangguran, kemiskinan, krisis perumahan, kesehatan.

Masalah korupsi merupakan salah satu masalah yang benar-benar merugikan negara dan bangsa, dan merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa ini. Menurut Rimawan (dalam Integrito, 2012), korupsi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lebih lanjut Rimawan menyebutkan bahwa menurut Bank Dunia ada tiga ancaman besar yang dapat diakibatkan oleh korupsi kepada suatu negara, yaitu: pertama, korupsi dapat merusak kemajuan tujuan pembangunan suatu negara karena merugikan kalangan miskin, menciptakan risiko makro ekonomi yang besar, mempertaruhkan stabilitas keuangan, mengganggu keamanan umum dan ketertiban hukum, serta rusaknya legitimasi pelaksanaan negara di kalangan rakyatnya. Kedua, korupsi merupakan risiko yang serius terhadap efektivitas proyek. Ancaman ketiga, korupsi dapat melemahkan kepercayaan publik dalam asistensi pembangunan.

Mengingat urgensi dari masalah korupsi, Presiden Republik Indonesia mencanangkan gerakan nasional antikorupsi. Namun praktek korupsi masih banyak ditemukan di Indonesia dan banyak pula kasus korupsi yang belum terpecahkan. Maka dari itu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sebagai lembaga yang bertugas untuk mengkoordinasi segala bentuk kegiatan pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi penggerak dari kampanye sosial gerakan antikorupsi. Kampanye antikorupsi KPK dilakukan dalam berbagai bentuk, baik melalui jalur above the line (iklan, film, dan sebagainya), maupun below the line (pelatihan, events, seminar, dan sebagainya).

Melihat permasalahan yang ada, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisa bagaimana strategi Integrated Marketing Communication (IMC) dilakukan dalam konteks social marketing, khususnya kampanye antikorupsi. Menurut Lefebvre (2011)social marketing adalah aplikasi dari prinsip-prinsip dan teknik marketing untuk mendorong terjadinya perubahan atau perbaikan sosial; seperti penelitian mengenai masalah kesehatan publik, pencegahan kecelakaan (Smith, 2006), isu-isu lingkungan hidup (Maibach, 1993), manajemen tuntutan transportasi (McGovern, 2005), dan lain-lain.

Kindra & Stapenhurst (1998) menyatakan dalam laporannya mengenai cara agar social marketing dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan atmosfer di masyarakat untuk menghindari korupsi adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai beban yang harus ditanggung oleh negara akibat korupsi. Selain itu juga dapat menjadikan korupsi sebagai perhatian utama dalam institusi-insitusi negara, dan meningkatkan pemahaman terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi dikalangan masyarakat dan mempengaruhi perilaku.

Lebih khususnya, penelitian ini ingin menganalisa strategi IMC kampanye antikorupsi yang dilakukan oleh KPK sebagai sang inisiator. Selanjutnya, penelitian ini juga akan mempelajari pola pelaksaan kampanye, dan terakhir, ingin menganalisa apakah kampanye antikorupsi yang dilakukan sudah memenuhi prinsip-prinsip dasar IMC.

Peneliti memahami bahwa penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan mengenai strategi IMC yang dilakukan dalam suatu kampanye social marketing (yaitu antikorupsi), dan tidak menganalisa keefektifan dari kegiatan kampanye tersebut dalam mempengaruhi perilaku masyarakat seperti yang diinginkan. Untuk itu di masa depan penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa keefektifan kegiatan kampanye.

Pendekatan Teori

Social marketing, sebagai bagian dari ilmu marketing, telah lama dipergunakan sebagai cara untuk mempromosikan hal-hal yang berupa ide, sikap, dan perilaku kepada masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Biasanya topik yang diusung berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya non-komersil, bertujuan untuk mengangkat isu-isu sosial, dan tentu saja kebaikannya akan berpulang pada masyarakat itu sendiri.
Dalam melakukan kegiatannya mempromosikan perubahan perilaku, para social marketer ditantang untuk memikirkan cara mempengaruhi orang-orang yang menjadi target market. Sehingga, konsep IMC dapat digunakan sebagai strategi komunikasi agar pesan yang ingin disampaikan dapat mencapai tujuan. IMC memberikan cara kepada para social marketer bagaimana menciptakan sebuah teknik komunikasi yang persuasif, konstan, dan konsisten kepada target market

Sudah ada beberapa penelitian yang mengkaji bukti keefektifan penggunaan IMC dalam kampanye social marketing. Hawkins et al (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Evidence of IMC in Social Marketing” bertujuan untuk mendorong penggunaan IMC dalam kampanye social marketing (HPS atau Health Promotion School), seperti telah digunakan dalam commercial marketing. Hal ini dilakukan dengan memberikan ilustrasi bahwa prinsip- prinsip IMC efektif digunakan dalam konteks social marketing (dalam hal ini bidang pendidikan). Secara spesifik, penelitian ini membuktikan bahwa IMC telah berhasil diimplementasikan pada kegiatan promosi kesehatan yang berbasis sekolah. Hal ini dapat

dilihat dari adanya penggunaan teknik customer-focused dan terintegrasi dengan kehidupan sekolah; selain itu juga terdapat komunikasi yang bersinergi dan kegiatan didasarkan pada kebutuhan dari stakeholders, sehingga lebih meningkatkan kemungkinan pencapaian hasil karena hal tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan oleh stakeholders
Penelitian lain yang berkaitan dengan IMC dan kampanye social marketing berjudul “Making healthy eating messages more effective: Combining Integrated Marketing Communication with the behaviour ecological model”, yang dilakukan oleh Dresler-Hawke dan Veer (2006). Penelitian bertujuan untuk menganalisa bagaimana suatu strategi social marketing harus ditargetkan agar dapat memaksimalkan suatu perubahan sosial. Suatu model yang menggabungkan prinsip IMC dengan Behavioural Ecological Model (BEM), yaitu Model Multimedia/Multi-Level (MM) dari perubahan sosial, dipergunakan. Hal ini memberikan pemahaman tentang bagaimana pesan dan metode komunikasi yang konsisten dapat mempengaruhi perubahan perilaku atau sikap jangka panjang pada diri seseorang. Penggunaan prinsip-prinsip IMC dengan BEM untuk memberikan pendekatan yang lebih holistik untuk strategi komunikasi sosial, telah menyediakan para marketer sarana yang efektif untuk menargetkan kelompok tertentu dalam masyarakat dengan menggunakan teknologi komersial yang ada.

Seperti dijelaskan di atas bahwa penelitian mengenai kampanye social marketing banyak dilakukan pada bidang pendidikan, kesehatan (khususnya kesehatan publik), dan lingkungan. Namun peneliti melihat pentingnya untuk melakukan penelitian serupa dalam konteks komunikasi antikorupsi, yang tidak sesering bidang penelitian lain di atas untuk dibicarakan oleh para social marketer. Ditambah lagi, penelitian ini akan memiliki cakupan wilayah Indonesia, negara berkembang yang memiliki beragam adat, budaya, agama yang tentu saja mempengaruhi pola pikir masyarakatnya. Pada akhirnya hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi para social marketer dalam melakukan kampanye social marketing di Indonesia.



Pengertian IMC

Integrated Marketing Communication (IMC) dalam konteks yang sekarang ini tidak hanya pada penggunaan beberapa platform media (seperti cetak, broadcast atau iklan internet) untuk berkomunikasi pesan ke target pasar atau penggunaan alat-alat promosi (seperti logo merek yang konsisten, “tone” pesan, dan skema warna). Akan tetapi IMC juga dapat merupakan satu cara dari penggunaan beberapa platform media dan alat-alat promosi untuk memproduksi efek “satu suara” yang koheren yang bekerja secara sinergis untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan (Cook, 2004 dalam Dessler-Hawke & Veer, 2006).


Don Schultz dari Northwestern University memberikan definisi IMC sebagai berikut: “ Integrated marketing communication is a strategic business process used to

plan, develop, execute and evaluate coordinated, measurable, persuasive brand

communications programs over time with consumers, customers, prospects, employees, associates and other targeted relevant external and internal audiences. The goal is to generate both short-term financial returns and build long-term brand and shareholder value”. ( Belch & Belch, 2009).

Percy (2008) mengatakan bahwa pada dasarnya IMC adalah tentang rencana dan kemampuannya untuk mengirimkan pesan yang konsisten kepada target market. Untuk mencapai komunikasi pemasaran yang efektif kepada konsumen, banyak organisasi yang telah mengetahui bahwa mereka harus mengintegrasikan berbagai kegiatan komunikasi pemasarannya. Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk seperti advertising, public relations, direct marketing, sales promotion, internet marketing dan sponsorships. IMC yang efektif harus dapat mendorong hubungan yang kuat dengan para konsumen, dan hal itu dapat dilakukan melalui perencanaan IMC yang juga efektif, dalam rangka membangun suatu program yang terintegrasi. Hal tersebut akan mengoptimalkan tujuan-tujuan spesifik dari komunikasi, yang pada akhirnya akan menuju pada perilaku yang diinginkan dari target market tersebut.


Prinsip-Prinsip Dasar IMC

Menurut Shimp (2007) ada lima fitur utama dari IMC, yaitu:

1. Dimulai dengan konsumen atau calon konsumen

Suatu kegiatan IMC harus dimulai terlebih dulu dari konsumen atau calon konsumen, apa yang menjadi kebutuhan mereka, setelah itu kembali ke brand communicator dalam menentukan pesan dan media yang paling sesuai untuk menginformasikan, membujuk dan meyakinkan konsumen dan calon konsumen untuk bertindak positif terhadap merek sesuai dengan yang diinginkan.

Oleh karena itu, dapat dikatakan IMC menggunakan pendekatan outside-in untuk menentukan metode komunikasi yang paling baik yang melayani kebutuhan informasi para konsumen dan memotivasi mereka untuk membeli atau menggunakan merek yang ditawarkan


2. Menggunakan berbagai jenis alat-alat komunikasi pemasaran yang relevan

Prinsip kedua ini merupakan pengembangan dari prinsip sebelumnya, dimana komunikasi pemasaran harus dimulai dari konsumen. Menariknya, Shimp (2007) menganalogikan alat-alat komunikasi pemasaran bagi seorang marketing communicator bagaikan alat-alat bagi seorang tukang kayu. Sama saja seperti seorang marketing communicator, bahwa tidak semua alat-alat komunikasi pemasaran (iklan, promosi penjualan, sponsorship, dan lain-lain) sama-sama efektifnya untuk semua pekerjaan. Mereka harus memilih alat-alat yang tepat, yang paling baik untuk mencapai tujuan.

Seorang marketing communicator juga harus melihat kemungkinan untuk menggunakan semua jenis touch point atau contact sebagai saluran pengiriman pesan yang potensial. Touch point atau contact merujuk pada media yang mampu untuk mencapai target audiens dan dapat menyajikan pesan dengan cara yang disukai.


3. Berbagai pesan yang ingin disampaikan harus mengusung satu suara (adanya sinergi)

Filosofi dan praktek IMC menuntut adanya kesamaan pesan yang diusung oleh semua elemen komunikasi pemasaran yang digunakan (iklan, promosi penjualan, sponsorship, dan lain-lain), dan juga menyampaikan pesan tersebut secara konsisten dalam beragam saluran pesan (touch point / contact) yang digunakan. Dengan kata lain, komunikasi pemasaran harus bicara dengan satu suara.

Koordinasi antara pesan dan media menjadi hal yang sangat kritikal untuk mencapai brand image yang kuat dan terpadu, yang dapat menggerakkan konsumen untuk berbuat sesuatu yang diinginkan.

Secara umum, prinsip satu suara meliputi kegiatan pemilihan ‘positioning statement’ yang spesifik untuk sebuah merek. Sehingga positioning statement menjadi ide dasar yang merangkum apa yang menjadi tujuan sebuah merek dibuat dan disasarkan ke dalam pikiran target audiens; yang secara konsisten menyampaikan pesan yang sama dalam semua saluran pesan yang digunakan.


4. Membangun hubungan antara merek dengan konsumennya

Prinsip ke-empat dari IMC menyatakan bahwa komunikasi pemasaran yang sukses memerlukan pembinaan hubungan antara merek dengan konsumennya. Bila diterjemahkan hubungan adalah suatu jalinan yang abadi antara merek dengan konsumennya. Menjalin hubungan dengan konsumen adalah kunci dari pemasaran moderen dan IMC menjadi salah satu kunci untuk membina hubungan dengan konsumen.

Hubungan antara merek dengan konsumen juga dijaga dengan menciptakan ‘brand experience’ yang dapat menciptakan kesan positif dan abadi. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan acara-acara khusus atau mengembangkan tempat yang menarik untuk membangun sensasi bahwa merek tersebut sangat relevan untuk kehidupan dan gaya hidup konsumen.


5. Mempengaruhi perilaku target audiens

Tujuan yang paling pokok dari IMC adalah untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Komunikasi pemasaran harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar meningkatkan brand awareness atau meningkatkan sikap konsumen terhadap merek. Sebaliknya, kegiatan IMC yang sukses memerlukan usaha-usaha komunikasi yang diarahkan untuk mendorong respon / bentuk perilaku yang diinginkan. Jadi dengan kata lain harus menggerakkan konsumen untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkan oleh marketing communicator. Suatu program IMC harus dinilai, pada akhirnya, apakah program tersebut mempengaruhi perilaku konsumen; namun hal ini dapat menjadi sederhana dan tidak realistis untuk mengharapkan suatu perilaku sebagai hasil dari setiap upaya komunikasi.


Perencanaan Strategi IMC

Ada banyak pilihan untuk format Perencanaan strategi IMC. Diantaranya adalah

Model yang dikembangkan oleh Cooper, Sostac, Model yang dikembangkan oleh J.



Walter Thompson advertising agency, dan Model Rabostic (Pickton & Broderick, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan Model Rabostic, karena peneliti melihat model ini lebih komprehensif dibanding yang lain.


Dengan model Rabostic, maka hal-hal yang dianalisa dimulai dari analisis situasi, kemudian penjelasan identifikasi audiens (target market), anggaran dan alokasinya, tujuan komunikasi yang ingin dicapai. Setelah mengetahui hal-hal tersebut, kemudian marketer akan menentukan strategi marketing communication dengan penggunaan berbagai alat-alat promosi, beserta dengan taktiknya; setelah itu proses implementasi dan evaluasi dari program yang direncanakan (Pickton & Broderick, 2005)



Social Marketng

Social marketing adalah teknologi manajemen perubahan sosial yang melibatkan desain, implementasi, dan pengendalian program-program yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan ide atau praktik sosial kepada satu atau lebih kelompok sasaran. Konsep-konsep seperti segmentasi pasar, penelitian perilaku konsumen, pengembangan dan pengujian konsep produk, komunikasi terarah, fasilitasi, insentif, dan teori pertukaran (exchange) untuk memaksimalkan respon dari kelompok sasaran. Para inisiator kampanye promosi sosial berusaha untuk mengejar tujuan adanya perubahan dengan keyakinan bahwa mereka akan memberikan kontribusi terhadap kepentingan baik bagi individu ataupun masyarakat (Kotler & Roberto, 1989).

Kotler et al (2002) mengatakan bahwa social marketing adalah suatu strategi untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan juga masalah lainnya. Beliau menyatakan:

“Social marketing is the use of marketing principles and techniques to influence a target audience to voluntarily accept, reject, modify, or abandon a behavior for the benefit of individuals, groups, or society as a whole”.

Seperti dikemukakan Kotler dan Zaltman (1971), bahwa prinsip-prinsip pemasaran yang biasa dipakai untuk menjual produk ke konsumen dapat juga diterapkan untuk menjual ide, sikap, dan perilaku. Lebih lanjut Kotler dan Andreasen mengatakan bahwa social marketing berupaya mempengaruhi perilaku sosial tidak untuk semata-mata mendapatkan keuntungan bagi pemasar, namun juga kebaikan bagi konsumen yang ditargetkan dan juga masyarakat pada umumnya (dalam Syaukat & Imanjaya, 2011).

Social marketing memiliki kesamaan dengan sektor komersil, dimana para pemasar menjual barang dan jasa, disini social marketer menjual “ide untuk perubahan perilaku”. Para agen perubahan (inisiator) biasanya menginginkan agar kelompok sasaran melakukan satu dari hal-hal berikut: (1) menerima perilaku yang baru; (2) menolak perilaku yang potensial; (3) memodifikasi perilakunya sekarang; dan (4) mengabaikan perilakunya yang dulu.Teknik yang digunakan dalam social marketing juga sama dengan yang digunakan dalam sektor

komersial, yaitu mengaplikasikan customer orientation untuk memahami apa yang kelompok sasaran tahu, yakini, dan lakukan



Aplikasi IMC dalam Kampanye Social Marketing

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa social marketing berusaha untuk mempengaruhi individu atau kelompok sasaran untuk mau “membeli” (dalam hal ini mengubah) ide, sikap, atau perilaku yang “dijual atau ditawarkan” oleh para social marketer. Mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk mengubah perilaku mereka bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Kegiatan ini memerlukan penggunaan sumber daya yang intensif; harus mampu mengidentifikasi dan memahami target market; juga harus mampu menilai media komunikasi dan alat-alat promosi yang signifikan untuk digunakan dalam mendukung kampanye.

Seperti yang dikatakan oleh Novak et al (1998), IMC adalah suatu cara untuk mengorganisir dan mengelola alat-alat dan fungsi komunikasi yang persuasif yang melibatkan penjajaran kembali komunikasi untuk mempertimbangkan alur komunikasi organisasi dari sudut pandang konsumen pengguna.

Unsur-unsur yang paling kritikal untuk sebuah program antikorupsi di suatu negara adalah adanya keterlibatan masyarakat sipil, namun masih menjadi perdebatan bagaimana keterlibatan tersebut dapat didorong (Kindra & Stapenhurst, 1998). Lebih lanjut Kindra & Stapenhurst (1998) menambahkan bahwa kampanye antikorupsi tidak dapat berhasil tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Perubahan perilaku menjadi sangat penting jika ingin perubahahan sistematik terjadi. Ada dua strategi pelengkap yang dapat mendukung perubahan perilaku, yaitu:

• Kesadaran masyarakat

Program untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dapat memfokuskan pada kerusakan akibat praktek korupsi, penyalahgunaan uang rakyat, penolakan akses ke layanan publik, dan kewajiban masyarakat untuk melaporkan ketika pejabat publik melakukan korupsi.




• Memberdayakan organisasi-organisasi sipil

Pemberdayaan organisasi-organisasi sipil dilakukan untuk memantau, mendeteksi dan membalikkan kegiatan-kegiatan pejabat publik saat mereka tengah melakukannya, misalnya dengan meminta pandangan para ahli akuntan, pengacara, akademisi, organisasi non-pemerintahan, sektor swasta, pemuka agama dan rakyat pada umumnya.



Dari dua strategi di atas, yang paling dapat dilakukan oleh sebuah program social marketing, dalam memberikan dampak langsung dari kampanye antikorupsi, adalah meningkatkan kesadaran masyarakat. Diharapkan dari adanya peningkatan kesadaran masyarakant, maka lambat laun akan tumbuh keinginan untuk berubah, sesuai dengan pesan yang dikampanyekan oleh social marketer.


Kesadaran masyarakat -7 Evaluasi pengetahuan -7 Keengganan -7 Keinginan untuk berubah.




Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif, dimana peneliti akan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya, dan tidak untuk tujuan generalisasi. Pendekatan studi kasus digunakan dalam penelitian ini, dimana peneliti melakukan investigasi intensif, menyeluruh dan mendalam mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan kampanye antikorupsi.

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan in-depth interviews terhadap key informan, yaitu satu orang direktur dari direktorat pendidikan dan pelayanan masyarakat (Dikyanmas) KPK, dan ditambah 6 orang staf Dikyanmas KPK dan satu orang Humas KPK. Sedangkan unit analisis dalam penelitian ini adalah program kampanye antikorupsi yang dilakukan oleh KPK. Selain itu peneliti juga melakukan observasi dan analisa data sekunder yang diambil dari beragam sumber seperti laman KPK, modul pendidikan antikorupsi, majalah KPK dan sebagainya.


Teknik analisa data menggunakan analisis interaktif Miles dan Huberman. Sedangkan teknik validasi datamenggunakan triangulasi sumber atau data, triangulasi metode, dan triangulasi peneliti.




Diskusi dan Pembahasan Hasil


Profil Komite Pemberantasan Korupsi (KPK)

Dibentuk pada 23 Desember 2003, KPK mengemban visi Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien. Landasan hukum KPK adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002, yang lahir untuk menjawab keinginan masyarakat yang menginginkan terciptanya good and clean governance atau pemerintahan yang bersih dari korupsi.

Pada perkembangannya KPK tidak membatasi peran dan tanggung jawabnya sebagai lembaga penindakan tindak pidana korupsi, namun juga memberikan perhatian pada upaya pencegahan. Hal ini disebabkan pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang; yaitu melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh “island of integrity” (daerah contoh yang bebas korupsi). Fungsi preventif pencegahan yang melengkapi fungsi penindakan diharapkan membuat KPK mampu menjadi katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar menjadi lembaga yang transparan dan akuntabilitas.

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, maka lingkup penelitian dibatasi pada fungsi

Pencegahan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia
Milestone Kampanye Antikorupsi KPK di Indonesia

Perjalanan kampanye antikorupsi KPK di Indonesia bermula dari sekitar tahun 2006, sampai dengan sekarang. Dalam menyiapkan program dan produk kampanye, KPK berusaha untuk melakukan riset atau kajian terlebih dulu untuk melihat sejauh mana pengetahuan dan kebutuhan masyarakat. Namun, memang karena adanya keterbatasan waktu dan dana, kadang riset tidak dilakukan, namun dilakukan diskusi internal, atau berkonsultasi pada pakar komunikasi.

Milestone kampanye KPK beserta tagline yang pernah diusung sebagai konsep komunikasi dengan publiknya dapat dilihat pada tabel berikut:

2006
Tagline: Lihat, Lawan, Laporkan
(Invigilation Concept)
- Riset dilakukan oleh Synovate


2008
Milestone Kampanye
Antikorupsi


2010




2011
Tagline: Berani Jujur Hebat
- Tujuan: meningkatkan awareness

masyarakat, mendorong masyarakat mengawasi perilaku koruptif, melawan dengan cara melaporkan kepada KPK, dengan pengaduan yang berdasarkan fakta (sesuai ketentuan KPK)

- Kampanye di media massa dibarengi workshop dan seminar.

- Indikator keberhasilan: peningkatan jumlah laporan masuk (dari 6000 jadi 7000-an) dengan kualitas yang lebih baik; banyak warrior yang tumbuh di daerah-daerah, mulai berani melaporkan (melalui surat, demonstrasi, dsb).

Tagline: Aku ingin Indonesia Bersih
- Riset dilakukan Fortune PR.
- Tujuan: meningkatkan peran serta masyarakat / membangun partisipasi masyarakat.
- Konsep ini merupakan kelanjutan dari konsep sebelumnya, namun tidak dapat diimplementasikan karena KPK diterpa masalah cicak vs buaya.

Tagline: Bangun Negeri tanpa Korupsi
- Setelah ada kevakuman (karena masalah cicak vs buaya), dan situasi mendesak, maka KPK melakukan diskusi internal untuk melanjutkan pembentukan konsep komunikasi selanjutnya.

- Dilakukan advertisement untuk kampanye dengan tagline ini.



2010 – 2011
Tagline: Jujur itu Hebat
- Prioritas dari 9 nilai antikorupsi, yaitu Jujur.
- Hanya sebentar saja
tagline ini diluncurkan, sebelum akhirnya bekerjasama dengan UNODC dan lembaga lain melahirkan ‘Berani Jujur Hebat’.
- Dari 9 nilai antikorupsi, prioritas 1st: Jujur; dan nantinya akan diikuti nilai yang lain.
- Hasil kolaborasi forum 9 lembaga (termasuk KPK dan UNODC), sebagai trigger untuk mengkampanyekan nilai – nilai antikorupsi.
- Kampanye ini dikaitkan dengan produk-produk lain KPK, yaitu film ‘Kita versus Korupsi’, yang bertema membangun budaya antikorupsi (nilai kejujuran) di keluarga.




Conclusion
2006 – 2008 (Pendidikan)
- Tugas KPK di bidang pendidikan (UU No.30, 2002, pasal 13, huruf c,d,e).
- Fokus pada pendidikan dasar (SD, SMP, SMA), dengan membuat modul pendidikan.
- Modul mengangkat (internalisasi) 9 nilai pembentukan karakter antikorupsi.
- Content: bicara hal yang basic, prinsip, terkait dengan karakter.
Diujicoba oleh Kemendiknas (2009-2010), dan ditetapkan menjadi modul integrasi pendidikan antikorupsi pada mata pelajaran PPKN (Feb


2011) untuk internalisasi 9 nilai antikorupsi.
- Program: TOT guru, pengayaan guru, ujicoba pada murid.
9 nilai: Jujur, Peduli, Mandiri,Disiplin, Tanggung jawab,


12 Kerjakeras, Sederhana, Berani, Adil

1. Strategi dan Penerapan Kampanye Antikorupsi KPK
Analisis Situasi

Dalam melakukan kampanye, KPK berusaha untuk menyebarkan nilai-nilai antikorupsi (9 nilai antikorupsi) agar terinternalisasi dalam budaya masyarakat Indonesia. Melihat hal tersebut, yang menjadi tantangan utama adalah bahwa untuk menginternalisasi nilai-nilai menjadi budaya akan memakan waktu yang cukup lama, dan harus dibarengi dengan tingkat kampanye yang intensif dan agresif. KPK harus berusaha meyakinkan masyarakat manfaat dari pencegahan korupsi, bahaya korupsi terhadap kehidupan mereka sendiri dan juga masyarakat banyak, agar pada akhirnya mereka tergerak untuk ‘membeli’ ide yang dikampanyekan.


Disadari oleh KPK bahwa melakukan kajian atau riset sebelum program kampanye dilakukan akan membantu efektifitas atau keberhasilan program tersebut. Oleh karena itu, terlihat dalam milestone kampanye KPK, mereka berusaha untuk melakukannya baik itu dengan bantuan dari market research agency seperti Synovate dan Fortune PR, maupun melalui kajian yang dilakukan secara internal.


Dalam melakukan kampanye, sumberdaya yang dimiliki relatif terbatas, baik dari segi sumberdaya manusia maupun pendanaan. Situasi ini dinilai sangat ironis, mengingat misi yang diemban begitu berat dan kritikal bagi suatu negara, namun dukungan terutama pendanaan kurang memadai. Namun, beruntungnya walaupun sumberdaya manusia juga terbatas, mereka memiliki staf dan tim yang cukup solid, berdedikasi tinggi, dan kreatif dalam menjalankan tugasnya.



Suatu program kampanye biasanya akan dievaluasi setelah kegiatan tersebut dilakukan, untuk melihat apakah dan bagaimanakah kelanjutan dari kegiatan ini. Satu hal yang dinilai sangat mendukung keberhasilan suatu program kampanye adalah inisiatif dari stakeholders itu sendiri. Misalnya dalam membangun komunitas antikorupsi.


“muncul inisiatif dari audiens yang kita tuju, (dari stakeholders) misalnya kita melakukan FGD atau sosialisasi dengan mahasiswa, dengan action ini sebenarnya tujuannya kita ingin mereka bergerak gitu kan, sesuai dengan kemampuan mereka untuk mencegah korupsi, efektivitasnya adalah saat mereka tergerak, mereka kontak kita lagi, “mbak, kita akan membuat sesuatu, mohon bantuannya untuk diskusi lebih lanjut atau ke depannnya mungkin kita bisa brainstorming”.Dan pada akhirnya kita membuat kampanye bersama gitu loh, jadi ada tindaklanjutnya.”

“ya ketertarikan, yang mendorong, memotivasi mereka untuk melakukan tindak lanjutnya, muncul inisiatif-inisiatif.”


Tantangan lain untuk KPK dengan anggaran yang terbatas adalah target audiens yang besar, seluruh rakyat Indonesia. Tingkat kesadaran dan pengetahuan tentang korupsi yang masih sangat rendah dan tidak merata di seluruh daerah di Indonesia. Dapat dilihat bahwa kecenderungannya daerah-daerah yang jauh dari pusat informasi memerlukan waktu dan perhatian yang lebih untuk mendekati mereka.



Sejak tahun 2010 karena keterbatasan dana KPK tidak lagi menggunakan konsultan untuk merancang program-program kampanyenya juga tidak menggunakan agency iklan untuk merancang iklan-iklan yang akan disiarkan di TV, radio dan media cetak. Desain iklan dilakukan sendiri oleh staf divisi kampanye, materi iklan pun adalah hasil brainstorming tim kampanye.


Untuk tahun 2013, direncanakan akan membuat program kampanye yang lebih terlokalisasi sesuai dengan budaya lokal. Misalnya di Jogja, akan lebih efektif bila menggunakan wayang atau acara budaya sebagai media kampanye. Di Sumatera, masyarakatnya senang berpantun, tim kampanye akan membuat event lomba pantun.



Profil Target Market

Target market dari kampanye KPK adalah semua kalangan masyarakat dari berbagai kelompok ekonomi, usia, jenis kelamin dan wilayah. Akan tetapi target utama mereka adalah kelompok masyarakat yang berpotensi menggerakkan kelompok yang lainnya. Kelompok masyarakat tersebut adalah anak muda, mahasiswa, guru dan dosen terutama untuk program kampanye yang berhubungan dengan pembentukan dan pembinaan komunitas antikorupsi.


KPK mengutamakan target market mahasiswa karena terlihat mahasiswa aktif membentuk komunitas antikorupsi di kampusnya selanjutnya mereka melakukan kegiatan mandiri membantu mensosialisasikan nilai-nilai antikorupsi ke pelajar- pelajar SMA. Selanjutnya, divisi pendidikan akan menindaklanjuti pemantapan materi antikorupsi di sekolah tersebut.


Untuk menggarap target pasar, divisi kampanye dan pendidikan saling mendukung. Rencana ke depannya, kedua divisi ini akan melebur untuk menggarap satu segmentasi audience, saling berkolaborasi.



Tujuan Kampanye

Tujuan utama kampanye KPK sampai saat ini masih tahap awareness tentang konsep korupsi dan nilai-nilai antikorupsi. Sejak 2 tahun terakhir, tujuan kampanye KPK ditambah dengan upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat.

Strategi Marketing Communication

Dalam menyiapkan bentuk program kegiatan IMC, selain melihat dari hasil evaluasi kegiatan sebelumnya, KPK juga melihat pada Renstra (Rencana Strategis), yang merupakan rencana jangka panjang yang sudah dibuat sebelumnya.

“turunannya dari rencana strategisnya KPK itu apa, fokusnya akan kemana atau akan menggarap segmen apa…

Setelah itu, setiap anggota tim memberikan masukan dan tim menyimpulkan untuk memilih program yang dianggap berhasil untuk dijadikan program prioritas. Sekaligus menganalisis untuk perbaikan program yang telah dilakukan.

Tim selalu melakukan brainstorming dalam mengevaluasi program yang sudah dilakukan untuk menentukan langkah selanjutnya apakah akan melanjutkan program tertentuk dengan perbaikan-perbaikan atau program tersebut dihentikan karena dianggap kurang efektif. Kemungkinan yang lain bila program dianggap kurang efektif adalah mengubah taktik dan metode menjadi program yang lain.

Untuk saat ini, tema utama untuk kampanye KPK adalah nilai kejujuran sebagai tahap awal. Kampanye tema kejujuran bertujuan agar masyarakat mau jujur, agar masyarakat memahami bahwa jujur adalah hal yang sangat penting untuk memberantas korupsi. Untuk kemudian, secara bertahap nilai-nilai antikorupsi yang lain juga akan dikampanyekan.

Oleh karena anggaran yang terbatas, KPK harus membuat program dan kegiatan kampanye yang tidak saja membuat target pasar tertarik tapi juga kegiatan dan program yang dapat mendorong, memotivasi kelompok-kelompok masyarakat tersebut untuk berinisiatif melakukan tindak lanjut mensosialisasikan nilai-nilai antikorupsi kepada kelompok masyarakat lainnya. Atau dengan kata lain, melakukan “getok tular”.


Advertising

KPK memasang PSA (Public Service Advertisement) pada jaringan televisi nasional dan radio di seluruh jaringan PRSSNI. Untuk radio tidak terlalu banyak mengingat kebiasaan masyarakat yang menurun untuk mendengarkan radio kecuali dalam keadaan tertentu. Namun radio lokal masih digunakan terutama untuk mendukung event lokal yang diadakan KPK. Pesan yang diusung disesuaikan dengan tagline yang dipakai pada masa-masa kampanye.


Tujuan dari iklan yang dilakukan oleh KPK adalah untuk membangun awareness dari masyarakat, menambah pengetahuan mereka tentang perilaku koruptif, misalnya tentang definisi suap, gratifikasi, dan lain-lain.Pemilihan media dilakukan sesuai dengan segmen target market dan tingkat pendidikan.


Untuk media cetak, penempatan iklan biasanya dilakukan di media cetak nasional, seperti koran Kompas, majalah Tempo, dan lain-lain. Biasanya dilakukan per momentum dan tematik, misalnya berkaitan dengan hari Sumpah Pemuda.



Film

Pada tahun 2011, USAID memberikan donor 5 milyar Rupiah untuk digunakan selama 3 tahun. Dana tersebut digunakan untuk membuat film dengan tema kejujuran. Film ini mengisahkan tentang membangun budaya antikorupsi di keluarga. Ide membuat film ini dimulai dengan membuat lomba penulisan cerita film pendek dengan tema anti korupsi, nilai-nilai kejujuran dan lain-lain. Film pertama berjudul “Kita versus Korupsi” dengan tema kejujuran dan peran keluarga dalam mencegah dan memberantas korupsi. Pemutaran film harus dibarengi dengan diskusi untuk memberikan pemahaman yang benar kepada penonton tentang perilaku koruptif.


Sales Promotion

KPK tidak memiliki programdan kegiatan sales promotion secara khusus. Produk mereka adalah ide antikorupsi dengan 9 nilai-nilai antikorupsi. Ide dan nilai-nilai ini dituangkan dalam promo item yang mereka buat seperti buku-buku cerita, modul-modul pendidikan, stiker, leaflet, t-shirt. Promo item ini diberikan secara gratis kepada masyarakat pada setiap kegiatan (event) yang mereka selenggarakan atau pada saat mereka melakukan program pendidikan antikorupsi ke sekolah-sekolah, misalnya pada saat seminar, workshop, bookfair, mall to mall event, dan kunjungan ke sekolah- sekolah.



Public Relations (PR)

- Pembinaan komunitas

Pembinaan komunitas-komunitas, misalnya komunitas anak-anak muda atau mahasiswa, budayawan, menjadi strategi bagi KPK dalam mengemban misi menyebarkan nilai-nilai antikorupsi. Kepada mereka, seringkali KPK melakukan advokasi, agar mereka mau ikut berperan dalam pencegahan korupsi, tapi tidak diluar kemampuan mereka.


- Majalah Integrito

KPK membuat majalah Integrito. Majalah ini disediakan di kantor KPK dan dibagikan ke masyarakat pada setiap event. Majalah Integrito berisi tentang berbagai artikel tentang ketokohan, nilai-nilai anti korupsi, hasil-hasil penindakan korupsi.

Mantan pimpinan KPK juga sering menulis artikel di majalah ini, juga berbagai kisah tentang perjuangan dan kepedulian komunitas-komunitas yang peduli serta mengawal sepak terjang KPK.

Artikel-artikel yang menonjolkan strategi antikorupsi, diantaranya: Mozaik, Sang Teladan, Edukasi, Kolom, Khusus, Cendikia, Inspirasi, Komunitas, Utama. Majalah ini juga ada di website KPK dan soft copy-nya boleh di unduh, dicetak untuk diperbanyak oleh masyarakat namun tidak untuk diperjualbelikan.



- Kegiatan PR yang lain

KPK memilih Duta Anti Korupsi, pada duta ini dipilih dari anak-anak muda yang bergerak aktif di komunitas-komunitas anti korupsi yang didirikan secara mandiri dan inisiatif dari mereka sendiri. Selain itu juga KPK mencanangkan Warung Kejujuran di beberapa sekolah sebagai percontohan bagi sekolah-sekolah lain. Untuk mensosialisasikan Warung Kejujuran ini, KPK bekerja sama dengan kelompok jurnalis untuk memberitakannya di media mereka. Responnya cukup baik karena banyak sekolah yang kemudian membuat Warung Jujur di sekolah-sekolah mereka. Bahkan pembuatan Warung Jujur ini atas inisiatif para pelajar.

Bekerja sama dengan Divisi Humas KPK melakukan Press Release untuk setiap event yang dilakukan oleh divisi Pendidikan dan Pelayanan KPK dan membuat situs ACCH (Anti Corruption Clearing House). Situs ACCH ini adalah salah satu bentuk internet marketing yang sekaligus dimanfaatkan untuk tujuan meningkatkan image KPK.



Events

Untuk saat ini event adalah kegiatan kampanye antikorupsi yang utama karena biaya media placement PSA sangat tinggi dan anggaran untuk KPK dan Direktorat Dikyanmas semakin diperkecil.

Event-event yang selalu dilakukan dan sebagai awal gerakan kampanye yang paling efektif adalah:

- Seminar-seminar antikorupsi yang audiens-nya anak-anak muda atau mahasiswa.

- Training antikorupsi, audiens-nya juga anak-anak muda

- Focus Group Discussion (FGD) di kampus dan di luar kampus.


Salah satu kegiatan komunitas yang aktif dan berkembang terus ada di Jogjakarta. Komunitas ini sekarang bekerja sama dengan Teater Gandrik- nya Butet Kertarajasa membuat projek “Teater Blusukan”. Komunitas ini melakukan riset sederhana untuk mengetahui persoalan lokal dan mengajak masyarakat kampung / lokal untuk merancang dan bermain pada pementasan teater yang ceritanya mengandung nilai-nilai antikorupsi.


Selain itu, KPK juga menggelar event-event besar dan regular, antara lain

- Kampanye Mall to Mall. Kegiatan kampanye ini dihentikan pada tahun

2010 dan belum / tidak dilanjutkan lagi.

- Integrity Fair, program ini baru dua tahun berjalan dan melibatkan pemerintah kota atau daerah khususnya bagian pelayanan publiknya. Pada event ini masyarakat dapat berinteraksi langsung dengan pemerintah kota atau daerah dan KPK. Mereka dapat menyampaikan keluhan dan masalah mereka tentang pengalaman pelayanan publik. KPK juga melakukan sosialisasi tentang apa itu KPK, apa yang dilakukan KPK, nilai-nilai antikorupsi, jenis-jenis korupsi dan gratifikasi, dan sebagainya.

- Membuat booth di Indonesia Book Fair setiap tahunnya.

- Peringatan Hari Anti Korupsi :

Khusus menyambut Hari Anti Korupsi 9 Desember 2012, diadakan rangkaian kegiatan seperti mendongeng, talkshow, penanyangan film dokumenter, dan kegiatan car free day di Monas.


Selain itu juga dilakukanYouth Camp usia 19-27 tahun. Kegiatan ini baru dimulai pada tahun 2012 ini. Pesertanya adalah para aktivis komunitas mandiri dan aktivis-aktivis anti korupsi di berbagai kampus di Indonesia. Peserta di undang oleh KPK. Ternyata Youth Camp ini mendapat sambutan yg baik dari anak-anak muda. Mereka bersemangat untuk melanjutkan gerakan dan pendidikan antikorupsi.

- Pelatihan-pelatihan tentang bagaimana membuat dan menjalankan kampanye antikorupsi yang baik. Ketika komunitas mandiri membuat kampanye untuk masyarakat lokal, KPK membantu dengan mengirimkan materi kampanye.

- Workshop untuk guru, sekolah, komunitas blogger dan lain-lain.

Penyelenggaraan workshop ini bekerja sama dengan divisi pendidikan.


Workshop dan seminar banyak dilakukan oleh KPK karena:

- Sebagai langkah awal untuk membangun komunitas.

- Sebagai strategi utama kampanye anti korupsi karena dana dan SDM yang terbatas.


Direct Marketing

KPK membuat database dan memetakan komunitas-komunitas mandiri yang aktif melakukan sosialisasi dan membantu KPK berkampanye pada masyarakat lokal. Komunitas-komunitas akan diajak bekerja sama untuk menjalankan program-program kampanye di daerahnya.


Internet Marketing

Kampanye melalui media digital online seperti youtube bekerjasama dengan humas KPK, TII dan pihak-pihak lain. Rencana ke depannya akan memaksimalkan kampanye melalui media digital online.

Kampanye melalui media digital online lebih banyak dilakukan oleh komunitas-komunitas anak muda setelah mereka menjalani youth camp atau seminar dari KPK. Anak-anak muda ini membuat blog, website, akun facebook dan twitter yang khusus mengkampanyekan nilai-nilai anti korupsi. Jadi saat ini, yang dilakukan KPK lebih pada upaya untuk mendorong dan menyemangati komunitas untuk membantu mensosialisasikan nilai-nilai antikorupsi ke masyarakat lokal. KPK memberikan materi kampanye, pengarahan metode yang sebaiknya dilakukan dan terus membuka ruang diskusi dengan mereka.

- Social media

Dikyanmas pernah memiliki akun “Garda Muda” di Facebook, tapi karena terbatasnya sumber daya manusia, akun tersebut tidak tergarap dengan baik, tidak update berita dan artikel-artikelnya.

- Portal ACCH

Portal ACCH (Anti-Corruption Clearing House), yaitu laman yang dikembangkan sebagai media online tentang data dan informasi mengenai antikorupsi. Portal ini berisi berbagai fitur, seperti misalnya arsip penindakan, data statistik, edukasi antikorupsi, tanya jawab antikorupsi, kajian, dan lain-lain.



Evaluasi Kampanye

Dalam melakukan evaluasi kegiatan kampanye, proses yang dilakukan adalah mengevaluasi program sebelumnya. Setiap orang-orang yang terlibat dalam kampanye untuk memberikan evaluasinya masing-masing.


“Biasanya evaluasi dengan masing-masing orang memberikan masukkannya dari situ kita simpulkan dan kita pilih skala prioritas. Ok, ternyata kendalanya ini, tantangannya ini, kalau gitu dari evaluasi kita akan bagaimana ke depannya, misalnya apakah kita akan melanjutkan program tersebut dengan perbaikan a, b, c, d; atau kita stop karena dianggap kurang efektif. Mungkin cara atau metodenya bisa diubah menjadi program yang lain. Jadi hasil analisa evaluasi itu kita gunakan untuk merencanakan program yang berikutnya.”


Survey Persepsi Masyarakat dilakukan oleh Litbang, tapi survey khusus untuk mengukur keefektifan program yang dimotori oleh dikyanmas belum ada. Evaluasi selama ini dilakukan hanya melalui hasil brainstorming tim atau pandangan pelaku kampanye. Tim kampanye KPK menilai efektif tidaknya suatu kegiatan salah satunya ketika kelompok masyarakat yang telah mengikuti kegiatan FGD atau pelatihan dari KPK memprakarsai dan menindaklanjuti kegiatan sosialisasi nilai-nilai anti korupsi secara mandiri.

2 . Pelaksanaan Kampanye Anti korups

Pencegahan adalah salah satu misi yang diemban KPK, selain koordinasi, supervisi, monitoring dan penindakan. Pencegahan semakin dirasakan penting setelah upaya penindasan kasus-kasus korupsi pada hakikatnya kurang menimbulkan efek jera di masyarakat. Tidak sedikit kasus-kasus korupsi yang melibatkan aparat negara diungkap, namun setelah para pelaku ditindak, ditangkap, dan di penjarakan, tak cukup menghentikan maraknya pengaduan tindak pidana korupsi di negeri ini.

Menyadari arti penting pencegahan dalam upaya pemberantasan korupsi, KPK terus gencar melakukan kampanye nilai-nilai antikorupsi. Rangkaian kegiatannya di awali dengan survei, kajian perbaikan layanan publik, pembuatan modul pembelajaran anti korupsi, dongeng, training of trainers (TOT), workshop dan sebagainya. Sasarannya mulai dari para birokrat, agamawan, politisi, guru, mahasiswa pelajar, hingga anak-anak usia dini. Misinya satu, yakni meningkatnya kesadaran tentang antikorupsi dan bersama-sama mencegahnya.

Ada harapan dari sisi KPK bahwa kampanye nilai-nilai antikorupsi yang mereka garap tidak cuma berada pada ranah wacana. KPK langsung terjun kelapangan meski beberapa kali menggunakan jasa agensi professional seperti Fortune PR untuk mensurvei sekaligus memetakan khalayak yang menjadi target kampanye nilai-nilai antikorupsi. Observasi langsung dengan menggunakan instrumen Focus Group Discussion (FGD) misalnya, diharapkan mampu menghasilkan data untuk meramu formula yang tepat dalam mengkampanyekan nilai-nilai anti korupsi tersebut. Namun ada juga masa dimana KPK tidak melakukan serangkaian penelitian atau survei sebelum menentukan konsep komunikasi, yaitu dengan melakukan diskusi internal KPK. Seperti pada saat tagline yang ditelurkan oleh Fortune PR, yaitu ‘Aku ingin Indonesia Bersih’ tidak dapat dipakai, karena pada saat itu momen-nya menjadi tidak sesuai sehingga tagline sudah tidak sejalan lagi. Untuk itu KPK memilih taglinenya sendiri yang dinilai lebih tepat dengan situasi saat itu. Bila melihat (lihat tabel V.3), tagline ‘Bangun Negeri tanpa Korupsi’ adalah hasil dari diskusi internal KPK.

Dengan melakukan kajian sendiri melalui diskusi internal, KPK berusaha untuk meramu formula sekaligus memetakan sendiri program-program kampanye nilai antikorupsi. Efektifitas dan efisiensi menjadi dasar bagi mereka, mengingat minimnya dana dan sumber daya manusia. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2006 KPK mulai menjajagi sosialisasi nilai-nilai antikorupsi dengan anggaran 13 Miliar Rupiah. Untuk menggaungkan misi tersebut KPK beriklan di media televisi dengan alokasi anggaran 7 Miliar Rupiah, untuk penayangan iklan selama dua pekan. Alhasil mengkampanyekan nilai anti korupsi sekalipun di media mainstream dalam waktu singkat ibarat menggarami air laut.

Dengan keterbatasan sumber dana dan sumber daya manusia itulah KPK mensiasati program kampanye nilai anti korupsinya dengan membuat formula sendiri yang efisien namun disaat yang sama juga efektif. Prinsip kerja dasarnya sebagai berikut:

- Menggandeng stakeholders sebagai perpanjangantangan KPK dalam menyebarkan nilai-nilai antikorupsi

- Target adalah mereka yang dapat meneruskan penyebaran nilai-nilai antikorupsi kepada khalayak yang lebih luas lagi.

Pola ini praktis mempengaruhi sebaran nilai-nilai antikorupsi yang dikampanyekan. Dalam konteks komunikasi pemasaran, KPK menjadikan target khalayaknya sekaligus


menjadi stakeholders untuk kemudian menjadi agen KPK meneruskan kampanye nilai antikorupsi. Untuk itu target khalayak dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti latar belakang profesi, pendidikan, demografis, geografis dan lain sebagainya, disesuaikan dengan kegiatan program kampanye komunikasi anti korupsi yang dijalani. Contoh:

- 19 November 2012, KPK memberikan pelatihan storrytelling kepada guru- guru PAUD DKI Jakarta yang nantinya diharapkan mampu mensosialisasikan nilai anti korupsi yang terkandung dalam seri buku ‘Tunas Integritas’ kepada anak-anak didiknya.

- Buku Tunas Integritas sendiri merupakan serial cerita yang ditulis oleh Forum Penulis Buku Anak, sebuah forum yang lahir dari Workshop penulisan buku cerita anak yang juga di selenggarakan KPK di tahun yang sama.

Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa ada upaya KPK untuk mengintegrasikan program- program kampanye nilai antikorupsinya disaat yang sama KPK memperluas jaringan stakeholders yang praktis memperluas cakupan khalayak yang menjadi target komunikasi nilai-nilai antikorupsi tersebut. Pola seperti ini juga berlaku pada Program kampanye nilai- nilai anti korupsi lainya, apapun itu bentuknya.

Coverage area atau wilayah sebaran kampanye nilai anti korupsi sendiri hingga saat ini berfokus pada kota-kota besar. Selain keterbatasan sumber dana dan sumber daya manusia, jumlah pengaduan masyarakat tentang kasus dugaan atau tindak pidana korupsi menjadi indikator dalam memilih wilayah yang diberi prioritas. Kota-kota besar selama ini dipantau sebagai wilayah yang tercatat ditemukannya indikasi tindak pidana korupsi. Jumlah penduduk dan kedekatan dengan pusat kekuasaan atau wilayah administratif menjadikan wilayah tersebut memiliki dinamika sosial yang tinggi sekaligus potensi munculnya kasus- kasus korupsi. Sebagai perbandingan, dapat dilihat melalui jumlah laporan kasus antara tiga kota, Jakarta di Pulau Jawa, Pontianak dan Papua (diambil secara random oleh peneliti).



Tabel 5.4.
Pengaduan Masyarakat (Nasional) ke KPK
Pengaduan Masyarakan (nasional)
Total pengaduan masyarakat nasional

7429

6960

6536

1964

2004

2005

2006

2007


Sumber: acch.kpk.go.id



Tabel 5.5.

Perbandingan Pengaduan Masyarakat (Nasional) dengan Beberapa Daerah di Indonesia

8000

7000

7429

6960

6536

6000

5000

4000

3000

2000

1000

19
1249
1397
1102



272 47 38

0

146 148

109 106
80 117
2004
2005
2006
2007
Nasional DKI Jakarta Kal-Bar Papua
Sumber: acch.kpk.go.id


Semakin jauh suatu daerah dari Jakarta, sebagai pusat pemerintahan dan pusat informasi, terlihat tendensi semakin kecil jumlah pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK. Tingginya jumlah pengaduan menjadi tolok ukur potensi kasus korupsi, sehingga prioritas program kampanye nilai antikorupsi diberikan kepada kota tersebut. Secara general kota-kota besar di Indonesia yang dimaksud berada di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makassar. Namun begitu tidak menutup kemungkinan Program-program komunikasi nilai-nilai antikorupsi hanya di gelar di kota- kota besar tersebut. KPK tetap akan memfasilitasi permintaan khalayak yang berada selain di wilayah tersebut jika memang memenuhi urgensi, atau ketentuan yang ditetapkan.

Pembentukan persepsi bahwa KPK bukan hanya mengatasi penindakan korupsi, melainkan juga pencegahan masih belum sama untuk semua daerah di Indonesia. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPK dalam berkampanye.

“antusiasme ya, karena pemahamannya berbeda beberapa daerah yanginformasinya agak sulit. Saya pernah datang ke pulau Banda Naira, itu ternyata informasiyang ada disana keliru. Jadi ketika datang kesana itu salah persepsi, mereka pikir KPK tukang tangkap saja, jadi saya mesti mengulang dulu menceritakan dari dasar, KPK itu apa, pencegahan, jadi kita gak bisa langsung: yuk kita bikin gerakan antikorupsi..gak bisa…”

Sejauh ini untuk merangkul masyarakat luar kota besar yang berpotensi menjadi agen atau perpanjangan tangan KPK dalam menyebarkan nilai-nilai antikorupsi masih cenderung lebih banyak mengundang mereka untuk menghadiri kegiatan yang dilakukan di kota besar. Contoh, kegiatan Youth Camp, dengan melibatkan pemuda-pemuda yang aktif dalam komunitas-komunitas antikorupsi dari seluruh pelosok nusantara. Kegiatan Youth camp ini kemudian diisi dengan program-program yang mengkomunikasikan nilai-nilai antikorupsi tersebut. Bila dilihat dari pesertanya, maka kebanyakan dari mereka adalah yang berasal dari pulau Jawa dan Sumatera, sedangkan daerah lain seperti dari Kalimantan, Sulawesi masih sangat kecil.


V. 3. Prinsip-prinsip IMC dalam kampanye Social Marketing

Merujuk pada bab dua penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan yang teori yang dikemukakan oleh Shimp dalam menjelaskan prinsip-prinsip dasar IMC yang diterapkan dalam kampanye antikorupsi oleh KPK.


1. Rencana program IMC dibuat berdasarkan Customer-focus dan Tailor-made

Dari tabel 5.3 tentang milestone kampanye antikorupsi, rentang waktu KPK memulai dan menjalankan kampanye memerangi korupsi, dapat dilihat bahwa setiap kali KPK hendak meluncurkan sebuah program kegiatan kampanye, biasanya proses riset atau penelitian pendahuluan akan dilakukan. Hal ini untuk memastikan bahwa program tersebut memang sesuai dengan situasi yang dihadapi oleh target audiens, dan juga memastikan sampai sejauh mana masyarakat dapat menerima program tersebut. Sehingga setelah mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat, KPK dapat mencanangkan konsep yang sesuai.

Seperti dapat dilihat pada saat merencanakan konsep komunikasi di tahun

2006 (Lihat, Lawan, Laporkan) dan 2008 (Aku ingin Indonesia Bersih). Untuk konsep komunikasi pada 2010 (Bangun Negeri Tanpa Korupsi), meskipun tidak melalui proses riset seperti sebelumnya, namun tetap memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat saat itu. KPK berusaha agar konsep-konsep yang dikembangkan merupakan kelanjutan dari konsep sebelumnya, dengan tidak melupakan situasi masyarakat saat itu. Sedangkan konsep 2011 (Jujur Berani Hebat) tercetus dari serangkaian forum bersama dengan 8 pihak yang lain, yaitu UKP-P4, BPKP, BPK, Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan), dan Kemenhukamham, serta UNODC.

Setelah menemukan konsep komunikasi, kemudian ditentukanlah rumusan atau konsep kampanye yang sesuai dengan tujuan dan keadaan masyarakat. Untuk meningkatkan awareness masyarakat, biasanya dilakukan dengan cara beriklan. Untuk tagline ‘Lihat Lawan Laporkan’, selain dengan pemasangan iklan, maka dibarengi pula dengan workshop dan seminar untuk memastikan bahwa masyarakat memang betul-betul paham mengenai perilaku koruptif, dan bagaimana cara melaporkan yang

benar.

Kampanye yang dilakukan dengan membuat film ‘Kita versus Korupsi’, yang ditayangkan secara tidak komersil, juga harus dibarengi dengan workshop atau seminar. Dalam kegiatan tersebut, masyarakat dapat berdiskusi langsung dengan narasumber dari KPK mengenai nilai-nilai yang dipromosikan dalam kampanye. Nilai-nilai itu merupakan sesuatu yang abstrak, yang kadang sulit bagi orang awam untuk memahami dan menyadarinya. Cerita dalam film pun seolah ‘menggantung’ seperti memberikan kebebasan pada penonton untuk menginterpretasi cerita dan kebebasan memilih. Untuk itu, KPK mengharuskan pemutaran film harus dibarengi dengan workshop atau seminar, agar para penonton dapat memiliki persepsi yang (hampir) sama.

Demikian juga dengan segmen yang ditargetkan oleh KPK. Setiap segmen memiliki strategi kampanye yang berbeda-beda sesuai dengan usia, cara berpikir, kebiasaan, motivasi, dan lain-lain. Misalnya untuk anak usia dini, disiapkan acara yang dinamakan ‘Tunas Integritas’, dimana konsep acaranya mengacu pada penanaman nilai-nilai antikorupsi sedini mungkin kepada mereka. Dari isi modul atau buku cerita, cara penyampaian (berdongeng, bernyanyi, bermain/games), dan lain- lain, pun disesuaikan dengan karakteristik anak-anak.


2. Menggunakan berbagai jenis alat-alat komunikasi pemasaran yang relevan

Dalam melakukan kampanye antikorupsi, KPK menggunakan berbagai media dan alat-alat komunikasi untuk memastikan pesan yang ingin disampaikan diterima oleh target sasarannya. Kegiatan kampanye yang selalu dilakukan oleh KPK misalnya penempatan iklan di televisi (PSA), seperti misalnya pernah ditayangkan di Metro TV, RCTI, SCTV, Trans TV dan Trans 7. Selain itu juga memasang iklan di media cetak, seperti misalnya di majalah Tempo (yang paling sering). Media (daring) juga digunakan untuk melakukan kampanye. Penggunaan social media, seperti facebook dan twitter, namun belum terlalu maksimal. Semua kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan brand awareness dari masyarakat (target sasaran) terhadap kegiatan antikorupsi.

Sekedar membangun brand awareness saja tidak akan cukup untuk menanamkan nilai antikorupsi. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan kampanye, kegiatan yang sifatnya lebih mendidik masyarakat pun dilakukan. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah melakukan events (special events). Diantaranya:

- Pameran. Integrity Fair merupakan kegiatan pameran yang baru sekitar dua tahun terakhir dilakukan (2011-2012). Adalah suatu event yang melibatkan pemerintah kota, khususnya pelayanan publik dan masyarakat umum. Dalam event tersebut masyarakat bisa berinteraksi langsung dengan pelayanan publik dan KPK. Event ini juga merupakan ajang sosialisasi bagi KPK, para pengunjung yang tertarik diberikan pemahaman mengenai apa KPK, tugasnya dan bagaimana mereka bekerja. Selain itu juga diberikan pemahaman mengenai antikorupsi, apa yang dimaksud dengan antikorupsi, jenis-jenis korupsi, dan sebagainya. Sebelum kegiatan Integrity Fair, dulunya KPK melakukan kegiatan sejenis pameran, mall to mall, yaitu kampanye antikorupsi yang dilakukan di mall (pusat perbelanjaan).

- Training of Trainer (TOT), seminar, dan workshop, dilakukan untuk dosen, guru, dan juga mahasiswa dan siswa-siswa SMA. Kepada peserta, KPK memberikan pemahaman tentang praktek korupsi, apa dan bagaimana. Kepada guru misalnya, bagaimana mengajarkan modul-modul antikorupsi yang sudah disiapkan kepada murid-muridnya, apakah dengan cara bercerita, mendongeng atau melalui permainan. Sebagian peserta, seperti mahasiswa dan siswa SMA, mereka diajarkan membuat laboratorium kejujuran, warung kejujuran, melakukan pilot project untuk pelajar terpuji, misalnya, atau bagaimana elemen- elemen yang terlibat di sekolah (kepala sekolah, guru dan siswa) bersama dengan komite sekolah memperbaiki manajemen sekolah.

- Youth camp, kegiatan ini dilakukan untuk lebih mengkoordinasi orang-orang muda dan mahasiswa, terutama yang terlibat dalam komunitas antikorupsi. Hampir semua yang diundang menghadiri acara ini. Hal ini memperlihatkan antusiasme mereka yang begitu besar terhadap kampanye antikorupsi. Peserta dari satu daerah dapat bertemu dengan peserta dari daerah lain dan merasakan kebersamaan dalam mengusung nilai-nilai antikorupsi, karena mereka merasa tidak sendiri, melainkan bertemu dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama.


Selain (special) events, KPK juga membina komunitas-komunitas yang mengusung nilai-nilai antikorupsi. Pendekatan direct marketing dan public relations digunakan dalam pembinaan ini, dimana KPK mengelola database dari komunitas- komunitas di seluruh Indonesia yang memiliki visi yang sama terhadap kampanye antikorupsi. Pendekatan dan pembimbingan dilakukan melalui FGD (Focus Group Discussion), diskusi, dan pemberian materi, terutama apabila mereka ingin membuat acara atau kegiatan atas inisiatif sendiri yang berkenaan dengan penyebaran nilai-nilai antikorupsi.

Kegiatan Public Relations lain yang turut memperkuat strategi komunikasi KPK dengan masyarakat adalah dengan membuat in-house magazine, yaitu Majalah Integrito. Majalah yang dulunya (2007) bernama ‘Warta Antikorupsi’, kemudai berubah nama menjadi ‘Integrito’ pada tahun 2009. Majalah 2 bulanan yang tergolong

‘in-house magazine’ ini berisi artikel-artikel yang menonjolkan strategi antikorupsi KPK, misalnya pembahasan artikel utama yang biasanya menjadi tema utama majalah tersebut; memberikan cerita keteladanan; artikel yang membahas kaitan antara perilaku koruptif pada bidang pendidikan, berkaitan dengan momen tertentu, artikel yang dapat menginspirasi banyak orang dengan cerita yang menonjolkan nilai-nilai antikorupsi, misalnya kejujuran, kesederhanaan, dan lain-lain; juga membahas perkembangan komunitas antikorupsi.

Penyebaran ide antikorupsi juga didukung dengan pembuatan modul pendidikan antikorupsi, stiker, buku cerita, giant banner, kaos, key-chain, dan sebagainya.


3. Berbagai pesan yang ingin disampaikan harus mengusung satu suara (mencapai sinergi)

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa KPK memiliki misi untuk menyebarkan

9 nilai-nilai antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, berani, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, adil. Ke-sembilan nilai tersebut adalah hal-hal yang akan di’jual’ atau ditawarkan kepada masyarakat. Sebagai langkah awal nilai kejujuran lah yang pertama diusung dalam kampanye antikorupsi. Semua alat-alat promosi yang digunakan mengusung nilai ini.

Misalnya dalam film yang dibuat KPK pertama kali, yaitu “Kita versus Korupsi”, berusaha untuk menyebarkan nilai-nilai kejujuran. Dengan didanai oleh USAID, KPK berencana untuk membuat film kedua yang juga masih akan mengedepankan nilai kejujuran. Demikian juga dengan rencana film ketiga. Jadi selama tiga tahun kedepan, nilai jujur lah yang akan diangkat terlebih dahulu.

Bersinergi dengan pendidikan, misalnya dengan modul-modul pendidikan yang disiapkan untuk kalangan anak-anak sekolah dasar dan menengah, isi utamanya adalah mengenai nilai-nilai kejujuran. Seperti misalnya diberikan modul sebagai panduan bagi siswa sekolah menengah untuk mengelola ‘Warung Kejujuran’ di sekolahnya.

Modul seri pendidikan untuk murid-murid sekolah dasar (dan madrasah ibtidaiyah), terdiri dari 6 modul. Kesemuanya bertemakan 9 nilai-nilai antikorupsi


yang ingin dibangun KPK. Isi modul misalnya berisi tentang cerita, menyediakan ilustrasi gambar agar secara visual lebih jelas, diskusi kasus sederhana bagi murid SD, permainan, bermain peran, apresiasi film dan lagu, dan lain-lain.

Selain bersinergi dengan pendidikan, program kampanye KPK juga bersinergi dengan penindakan. Seperti diketahui penindakan dirasakan lebih ‘seksi’, lebih menarik bagi semua pihak, baik masyarakat maupun media. Sehingga dapat dikatakan bahwa penindakan menjadi promosi awal bagi pencegahan, yang dapat (secara langsung atau tidak langsung) memberikan efek jera atau ‘pengajaran’ kepada yang melihat atau mengalami.

“Yang menarik ini, buat KPK pada posisi sekarang, penindakan adalah promosi terbaik untuk pencegahan. Jadi apa yang terjadi di media, hingar bingar di media, istilahnya dilakukan kpk di sisi penindakan sangat mewarnai upaya-upaya KPK di sisi pencegahan. Itu adalah promosi yang terbaik buat kpk. Jadi kalo gak ada yang ditangkap, sepi… lagi gak ada yang ditangkap (1-

2 bulan gak ada yang ditangkap), kita mau jualan antikorupsi juga susah. Kalo ada yang ditangkap nih (misalnya angelina sondakh, nunung dorojatun, miranda gultom, neneng) kita bisa jualan lebih efektif (sensasi dulu) Nah itu terjadi.”


Dari hal-hal tersebut di atas, KPK berusaha untuk mengkoordinasikan pesan dan media yang digunakan, karena hal ini menjadi sangat kritikal untuk meningkatkan brand awareness dari masyarakat, yang pada akhirnya dapat menggerakkan mereka untuk menerima ide dan berperilaku seperti yang diharapkan.


4. Membangun hubungan antara merek dengan konsumennya

Dalam membangun hubungan dengan konsumen, yang paling jelas terlihat adalah dari pembinaan komunitas-komunitas antikorupsi. Mulai dari komunitas yang terdiri dari anak-anak muda atau mahasiswa, para budayawan, jurnalis, dan sedang dirintis untuk anak usia dini dengan program ‘Tunas Integritas’.

Pembinaan komunitas memperlihatkan motivasi dan antusiasme para stakeholders untuk turut berperan aktif dalam memerangi korupsi. Dengan menjaga hubungan, maka memang terasa mudah bagi KPK dalam menjalankan misinya, karena adanya keterbukaan dan kesamaan visi antara KPK dengan komunitas. jalinan yang lebih abadi dapat dibentuk, dan diharapkan mereka yang tergabung dalam komunitas dapat menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi dan menularkannya kepada orang lain.

Sekarang ini sedang dirintis usaha membangun hubungan sedari dini, yaitu dengan anak-anak usia dini, karena dianggap mereka kelompok yang masih belum terkontaminasi dari perilaku koruptif. Diharapkan internalisasi nilai-nilai antikorupsi, melalui program ‘Tunas Integritas’, dapat lebih berjalan lancar (dibandingkan target audiens yang lain). Terlebih lagi, mereka adalah generasi calon pengganti para pemimpin sekarang, yang diharapkan dapat membawa negara ini lebih baik di masa depan.



5. Mempengaruhi perilaku target audiens

Penanaman 9 nilai yang ingin ditanamkan oleh KPK sebagai dasar pembentukan karakter pribadi antikorupsi menjadi hal yang sangat penting dan kritikal.

Dalam mempengaruhi perilaku target audiens, direktorat pendidikan dan pelayanan masyarakat menjalankan kampanye yang didukung juga oleh kegiatan pendidikan. Bila kegiatan kampanye lebih menekankan pada pembangunan awareness masyarakat terhadap praktek antikorupsi, maka bidang pendidikan lebih kepada keterampilan (skill) tekniknya dan juga pengetahuannya. Keduanya berusaha bersinergi untuk mengarah pada perubahan perilaku masyarakat.

Hal-hal yang dapat dilihat sebagai perubahan perilaku masyarakat misalnya dengan peningkatan pengaduan dibarengi dengan kualitas pengaduan sesuai yang diharapkan. Keadaan ini terjadi setelah KPK melakukan kampanye “Lihat, Lawan, Laporkan”, dimana laporan masuk dari 6000an menjadi sekitar 7000an, dengan kualitas pengaduan yang lebih baik dari sebelumnya.

Selain itu, dari berbagai seminar dan workshop yang diadakan KPK di berbagai daerah di Indonesia, seringkali peserta, utamanya anak-anak muda, memperlihatkan ketertarikan atas ide antikorupsi. Mereka mendatangi KPK untuk meminta saran dan masukan untuk inisiatif kegiatan mereka. Hal ini membuktikan bahwa target audiens dapat menerima dan berusaha untuk menularkan hal tersebut kepada orang lain.

Survei persepsi masyarakat (SPM) yang dilakukan oleh Litbang KPK, sebagai suatu usaha untuk mengukur sampai sejauh mana keberhasilan KPK dalam memberantas korupsi dan menyebarkan nilai-nilai antikorupsi. Selain itu, survei juga ingin mengetahui sejauhmana persepsi masyarakat tentang berbagai perilaku koruptif. Dari hasil SPM yang dilakukan pada tahun 2008, hasil yang menarik adalah dari sekian banyak tugas dan fungsi KPK, yang paling banyak diketahui oleh masyarakat adalah KPK menerima pengaduan masyarakat (72% responden) (KPK, 2008). Bila dilakukan cross-check antara hasil ini dengan jumlah pengaduan, maka baik secara nasional maupun lokal tendensi pengaduan meningkat (lihat tabel V.4 dan V.5). Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat pun ikut berpartisipasi dalam mengawasi perilaku koruptif yang terjadi di sekitarnya, dan melaporkannya ke KPK.


Simpulan

Penelitian ini berusaha mempelajari bagaimana strategi KPK dalam berkomunikasi dengan masyarakat untuk menyebarkan ide dan nilai-nilai antikorupsi. Lebih khusus lagi, bagaimana integrated marketing communication diaplikasikan pada konteks social marketing, yaitu berusaha untuk mempengaruhi perilaku masyarakat untuk menerima dan menginternalisasi ide dan nilai-nilai antikorupsi.

Mengemban misi yang sangat berat namun mulia dalam memberantas korupsi harus dilakukan oleh KPK. Untuk tugas ini juga disadari akan memakan waktu yang lama dan usaha yang sangat panjang. Namun hal tersebut harus dilakukan, untuk membawa negeri ini ke tempat yang lebih baik.

Menjalankan tugas ini, KPK tidak dapat bekerja sendiri, perlu ada keterlibatan dan peranserta masyarakat. Untuk itu, tujuan dari kampanye KPK adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan membangun partisipasi masyarakat dalam mengawasi perilaku koruptif.

Dari segi Konten KPK mengkampanyekan nilai-nilai anti korupsi secara bertahap. Dari 9 Nilai anti korupsi, seperti Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung Jawab, Kerja Keras, Sederhana, Berani dan Adil. Artinya tidak secara langsung. Saat ini nilai kejujuran masih mendapat porsi terbesar. Seiring dengan implementasi rencana strategis KPK nilai- nilai tersebut secara bertahap akan disebarluaskan melalui rangkaian kegiatan program komunikasi KPK yang saling terintegrasi dan terus dikembangkan dimasa-masa mendatang.

Dengan segala keterbatasan yang ada (baik sumber daya manusia maupun anggaran), KPK berusaha untuk menjalankan misi yang di emban dengan sebaik-baiknya, agar kampanye yang dilakukan dapat mencapai efek yang signifikan terutama bagi masyarakat. Meskipun terbatas, para staf KPK yang terlibat dalam kampanye sangat kreatif dan memiliki dedikasi yang sangat tinggi dalam menjalankan tugasnya. Hal ini menjadi asset tersendiri bagi KPK dalam menjalankan misinya.

Maka serangkaian aktifitas kampanye pun dilakukan, baik dari pendekatan above the line maupun below the line. Walaupun pola penyebaran kampanye masih belum merata, tapi dapat dirasakan bahwa kegiatan kampanye dilakukan dengan prinsip-prinsip dasar IMC. Proses evaluasi terus menerus pun dilakukan, untuk mendapatkan media / touch point untuk kampanye yang efektif.


Saran

Dari penelitian yang sudah dilakukan, maka untuk kemajuan kampanye antikorupsi mendatang, ada beberapa hal yang dapat menjadi masukan, yaitu:


1. Seperti dijelaskan bahwa ada 9 nilai antikorupsi yang akan diusung oleh KPK dalam menyebarkan kampanye antikorupsi. Nilai-nilai tersebut adalah jujur, peduli, mandiri,


disiplin, berani, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, adil. Sebagai langkah awal, maka nilai jujur lebih dulu yang akan dikedepankan dan menjadi tema utama untuk setiap jenis kegiatan kampanye yang dilakukan. Melihat situasi ini, dan mengingat betapa strategisnya peranan pencegahan korupsi, maka disarankan agar KPK dapat mempersiapkan rencana yang lebih matang dan detil untuk menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi yang lain. Proporsi yang tepat untuk komunikasi above the line dan below the line perlu diperhatikan untuk keberhasilan tujuan kampanye.

2. Terkait dengan itu, riset untuk mengetahui apakah nilai-nilai yang disebarkan sudah terinternalisasi dalam diri target sasaran perlu dilakukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Mengukur persepsi saja tidak cukup, walaupun dapat menjadi patokan awal untuk perubahan perilaku. Yang harus di evaluasi lebih lanjut adalah apakah perilaku koruptif berkurang di kalangan masyarakat, setelah beberapa tahun dilakukan kampanye.

3. Pembinaan komunitas yang sudah dilakukan oleh KPK menjadi hal yang penting, mengingat target audiens adalah anak-anak muda yang sangat bersemangat dan memiliki idealisme tinggi untuk menyebarkan ide antikorupsi. Community-based marketing perlu diperkuat dan di follow-up, misalnya dengan memperkuat database komunitas-komunitas yang memiliki visi yang sama di seluruh Indonesia. Para pemuda (terutama mahasiswa) ini dapat dijadikan ‘opinion leader’ yang dapat memberikan pengaruh pada orang lain, terutama sebayanya dan anak-anak yang ada di bawahnya. Diharapkan mereka dapat membantu merintis usaha-usaha pembinaan pada kelompok lain yang seusia atau kelompok usia di bawahnya (misalnya kepada siswa SMA atau SMP).

4. Terkait dengan poin di atas, KPK perlu mikirkan reward atau benefit yang dapat diterima oleh generasi yang menjadi ‘opinion leader’, kepada mereka yang sudah melakukan atau menginternalisasi nilai antikorupsi dan menularkannya. Karena bagaimanapun perasaan dihargai dan diterima menjadi sangat penting untuk membangun self-esteem seseorang. Reward tidak semestinya material, karena dapat juga berupa non-material, seperti dijadikan ‘hero’ (‘ambassador’), diberitakan di media, mendapatkan pengakuan, dan sebagainya.

5. Selain itu follow up dengan para stakeholders yang pernah mengikuti training, workshop atau seminar juga perlu dilakukan. Kepada guru misalnya, follow up dapat dilakukan dengan training lanjutan, atau bentuk camp (seperti pada youth camp), dan dibina karena mereka adalah kelompok strategis yang turut membantu memberikan pemahaman kepada kelompok lain (para siswa).



DAFTAR PUSTAKA

Belch, G E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and Promotion: An Integrated Marketing
Communication Perspective (8th ed.). New York: McGraw-Hill.

Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu

Sosial Lainnya). Jakarta: Kencana.

Dressler-Hawke, E., & Veer, E. (2006). Making Healthy Eating Messages More Effective: Combining Integrated Marketing Communication with the Behavioral Ecological Model. International Journal of Consumer Studies, 30 (4), 318 – 326.

Hawkins, J., Bulmer, S., & Eagle, L. (2011). Evidence of IMC in social marketing. Journal of

Social Marketing, 1 (3), 228 – 239.

http://acch.kpk.go.id/pengaduan-masyarakat-berdasarkan-wilayah. (t.thn.). Dipetik

December 15, 2012, dari acch.kpk.go.id.

Integrito. (2012, September-Oktober). Lesu Ekonomi Karena Korupsi, 29 , 14-15. Jakarta, Indonesia: KPK Indonesia.

Jasin,M.(2007). http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2259&option=com_content&task=view. Dipetik Desember 2, 2012, dari www.setneg.go.id.

Kindra, G. S., & Stapenhurst, R. (1998). Social Marketing Strategies to Fight Corruption.

The Economic Development Institute of the World Bank.

Kotler, P., & Roberto, E. (1989). Social Marketing: Strategy for Changing Public Behavior.

New York: The Free Press MacMillan Inc.

KPK. (2012, Maret). Menutup Celah, Membangun Kesadaran. Bingkai Perjalanan KPK 2007 - 2011 , hal. 44 – 45.

KPK, H. (2008, 8 8). http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=107. Dipetik
December 15, 2012, dari kpk.go.id.

Kriyantono, R. (2006). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Pickton, D., & Broderick, A. (2005). Integrated Marketing Communications (2nd ed.). Harlow, England: Pearson Education Ltd.

Shimp, T. A. (2007). Advertising, promotion, and other aspects of Integrated Marketing

Communication (7th ed.). Mason, Ohio: Thomson-South western.

Syaukat, R., & Imanjaya, E. (2011). Film sebagai Media Social Marketing: Yasmin Ahmad

Berjualan Ide Multikulturalisme. Jurnal Humaniora, 12 (1), 634 – 642.

Rabu, 16 Juli 2014

Isabel Briggs Myers

Kisah Isabel Briggs Myers (Diambil dari blognya katasiagoes.blogspot.com) Isabel Briggs Myers Salah satu ucapan Socrates yang terkenal adalah gnothi seauton (kenalilah dirimu sendiri). Pertanyaan tentang "kenapa sifat saya begini?"dan "kenapa dia sifatnya begitu?" merupakan topik menarik yang banyak diteliti dalam ilmu psikologi kepribadian. Ada banyak tokoh yang menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mendeskripsikan perbedaan individual antar manusia. Salah satu tokoh yang paling terkenal adalah Isabel Briggs Myers, yang menciptakan alat tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Alat tes Myers-Briggs Type Indicator yang pertama kali diciptakan pada tahun 1940an memberikan banyak kontribusi dalam ilmu konstruksi alat ukur psikologi yang digunakan sekarang ini. Tentu saja format MBTI yang sekarang ini sudah sangat berbeda dengan versi tahun 1940an. Asal usul kelahiran alat tes di tangan Isabel Briggs Myers ini sebenarnya cukup menarik. Pada liburan Natal, Isabel membawa pacarnya (Clarence Myers, yang kemudian menjadi suaminya) ke rumah untuk dipertemukan dengan orangtuanya. Saat itu, Katherine Briggs (ibu Isabel) berkomentar bahwa Clarence punya sifat yang sangat berbeda dengan keluarga Briggs. Berawal dari komentar ini, Isabel terdorong untuk mempelajari lebih dalam tentang manusia dengan cara membaca bermacam-macam buku biografi tokoh-tokoh terkenal. Dari hasil bacaannya, dia melihat bahwa tiap orang memiliki ciri dan pola kepribadian tertentu. Ada tokoh yang cenderung meditatif, ada yang spontan, ada yang sangat social, dan macam-macam jenis lainnya. Pada saat itu, Isabel dan Katherine menemukan karya Carl Jung yang berjudul Psychological Types. Carl Jung. Less creepy than Freud. Dalam Psychological Types, Carl Jung melihat bahwa cara-cara manusia melihat dunia dapat dikategorikan dalam suatu kontinum yang mempunyai 2 kutub. Kebanyakan orang berada di antara kedua kutub tersebut. Ada orang yang lebih suka sering mengandalkan perasaan, sebaliknya ada yang lebih suka banyak menggunakan nalar yang logis. Ada yang orang-orang yang "hangat" dalam pergaulan sosial, ada yang "dingin". Ada yang lebih suka dikelilingi oleh banyak orang, ada yang lebih suka sendirian. Perbedaan sifat ini dapat menimbulkan konflik, karena tiap orang lebih suka menggunakan cara yang lebih disukainya. Selain itu, konflik juga timbul karena kita tidak mengerti atau tidak menghargai cara yang digunakan oleh orang lain dalam memandang dunia. Orang yang banyak menggunakan perasaan mungkin akan merasa heran, kenapa orang yang suka menggunakan nalar begitu 'dingin' dan juga tidak berperasaan. Sebaliknya, tipe yang lebih suka menggunakan nalar malah berpikir kok bisa-bisanya ada orang yang mengandalkan perasaan, padahal perasaan itu kan sifatnya subyektif. Yang jelas, tidak ada tipe yang lebih baik daripada tipe yang lain, karena tergantung pada konteksnya. Tipe tertentu akan lebih cocok mengerjakan hal-hal tertentu pula, tidak ada tipe yang 'serba bisa' dan selalu cocok dalam berbagai kondisi. Kembali ke Isabel, dia bukan orang yang memiliki pendidikan dalam psikologi secara formal. Dia adalah seorang sarjana FISIP (political science). Sewaktu kecil, dia juga dididik lewat home schooling, karena sudah menjadi tradisi dalam keluarganya untuk mendidik anak lewat metode tersebut. Pada tahun 1918, akhirnya Isabel menikah dengan Clarence Myers, sehingga nama lengkapnya menjadi Isabel Briggs Myers. "I dream that long after I'm gone, my work will go on helping people." -Isabel Myers, 1979 Saat perang dunia II, banyak orang yang beralih profesi ke dunia militer. Alasan yang kerap kali muncul adalah alasan patriotisme, tapi ternyata banyak juga orang yang tidak suka menjadi seorang tentara karena ketidaksesuaian dengan tipe kepribadiannya. Dari pengamatan ini, Isabel mencari cara untuk menerapkan konsep tipologi kepribadian Carl Jung menjadi sesuatu yang praktis dan dapat digunakan dalam berbagai bidang. Alat tes yang kemudian dinamakan MBTI ini tidak lahir dalam sekejap, melainkan melewati proses riset panjang selama 20 tahun (dan terus dikembangkan selama puluhan tahun). Hasil dari skoring alat tes ini akan berupa 4 buah huruf alfabet yang terdiri dari 16 tipe. Jika ingin tahu lebih banyak tentang alat tes ini, mungkin kalian bisa ikut pelatihannya di berbagai learning center atau pusat pelatihan. Di Indonesia, alat tes ini cukup banyak digunakan dalam konteks pendidikan dan juga industri. Saya nggak akan terlalu banyak membahas tentang alat ukur tersebut di sini. Meskipun Isabel adalah seorang introvert (INFP), dia tidak bekerja sendirian dalam proyeknya ini. Dia banyak dibantu oleh berbagai pihak dari dunia bisnis (Philadelphia Bank), pendidikan (berbagai sekolah di Pennsylvania), dan juga dunia medis (George Washington School of Medicine). Rupanya memang benar bahwa sebuah karya penting tidak dibesarkan dalam kesendirian, tetapi lewat kolaborasi berbagai pihak. Subjek penelitian yang disukai oleh Isabel Briggs Myers adalah mereka yang bekerja di profesi kesehatan. Menurutnya, mereka yang memegang nyawa dan nasib orang lain di tangan mereka merupakan orang-orang yang harus memiliki kemampuan persepsi yang akurat dan mampu memberikan judgment secara terbuka. Penelitiannya terhadap subjek ini tidak main-main, jumlah subjeknya saja 5.355 orang mahasiswa kedokteran, dan ini merupakan penelitian longitudinal. Jadi lima ribu subjek itu terus-menerus diteliti datanya selama 25 tahun, nggak cuma sekali ambil data saja. Sampai sekarang, ini masih dianggap sebagai salah satu penelitian terbesar dalam dunia medis. Dari hasil penelitiannya, Isabel ikut mengembangkan kurikulum yang mampu mengembangkan kemampuan persepsi dan juga judgment mahasiswa kedokteran dan keperawatan, agar dapat menjalankan profesinya dengan baik. Oh ya, lewat hasil penelitiannya, ternyata memang benar bahwa Isabel memiliki tipe kepribadian yang berbeda dengan suaminya. Isabel adalah seorang INFP, sedangkan suaminya (Clarence) tipe ISTJ. Meskipun demikian, perbedaan ini tidak membuat mereka saling menghancurkan satu sama lain. Pemahaman bahwa tiap orang memiliki caranya sendiri dalam memandang dunia dan juga pengetahuan tentang tipe kepribadiannya bisa membuat kita mau untuk lebih berusaha memahami orang lain. Dengan berbekal pemahaman tentang tipologi kepribadian, kita tahu bahwa saat berhadapan dengan tipe pemikir, mungkin sebaiknya kita menyampaikan apa hasil yang bisa dicapai dan kondisi saat ini lewat penjabaran yang logis. Saat berhadapan dengan tipe yang menggunakan perasaan, kita mungkin bisa menyampaikan bagaimana hal ini bisa memberi dampak emosi tertentu pada orang lain yang terlibat, dan seterusnya. Yang saya suka dari tipologi kepribadian yang dikembangkan oleh Isabel Myers: konsep ini memberikan dukungan bagi tiap orang untuk melakukan hal-hal yang lebih sesuai dengan diri mereka. Di dunia yang dikuasai oleh extravert ini, seringkali orang introvert dipaksa menjadi "orang lain" (misal: "dipaksa" harus rajin bergaul dengan orang baru). Hal lain yang menarik adalah tipologi kepribadian ini menjelaskan bahwa tipe kepribadian juga memiliki kontribusi yang tidak kalah besarnya dalam keberhasilan hidup, dibandingkan dengan IQ belaka. Meskipun banyak kritik yang disampaikan terhadapnya (tentang latar belakang pendidikannya, tentang interpretasinya terhadap konsep Jungian, dan metodologi risetnya), karya Isabel Briggs Myers ini terus digunakan dalam berbagai bidang di seluruh dunia. Ada yang menggunakannya untuk pengembangan diri, pemilihan jurusan program studi kuliah, atau penempatan karyawan. Dosen saya di Fakultas Psikologi mengatakan bahwa jika ingin terus dikenang, ciptakanlah karya yang berguna agar nama kita terus abadi. Karya Isabel Briggs Myers ini adalah salah satunya. Isabel Briggs Myers meninggal di usia 82 tahun (1980). Menjelang akhir kehidupannya, dia tetap punya semangat untuk berdiskusi dan mengembangkan konsep tipologi kepribadian yang digunakan dalam MBTI. Meskipun energinya terkuras oleh penyakit dan usia tua, dia akan kembali terlihat bersemangat dan duduk tegak saat ada orang yang mengajaknya berdiskusi mengenai MBTI. Meskipun tidak memiliki pendidikan formal sebagai seorang psikolog, konsep-konsep yang ada di dalam kepalanya merupakan hasil penelitian selama puluhan tahun yang tidak pernah berhenti dia perbaharui, bahkan hingga menjelang ajal. Sumber: Butler-Bowdon, Tom. 2007. 50 Psychology Classics: Who we are, How we think, What we do. London: Nicholas Brealey Publishing http://en.wikipedia.org/wiki/Isabel_Myers http://en.wikipedia.org/wiki/Carl_Jung Posted by Agoes Santosa at 4:27 PM

Selasa, 15 Juli 2014

PERIKLANAN & ETIKA

www.initugasku.wordpress.com “Periklanan dan Etika” Maret 3, 2010initugaskuTinggalkan komentarGo to comments BAB I PENDAHULUAN Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda. Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan. BAB II PEMBAHASAN Ada 6 pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan dalam konteks kita. Fungsi Periklanan Dalam buku-buku tentang manajemen periklanan, iklan dipandang sebagai upaya komunikasi. Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli. Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai unsur informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsure persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah. Tercampurnya unsure informative dan unsure persuasive dalam periklanan, membuat penilaian etis terhadapnya menjadi l ebih kompleks. Periklanan dan kebenaran Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Iklan mempunyai unsure promosi. Iklan merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Ia menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu di bidangnya. Bahasa periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol. Di sini si pengiklan tidak bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public konsumen tahu bahwa retorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah. Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Contohnya, iklan tentang mobil bekas yang berbunyi “semua mobil yang kami jual sebelumnya diperiksa oleh montir ahli” tetap berbohong, bila hal itu memang benar, tapi montir tidak berbuat apa-apa bila menemukan ketidakberesan serius pada suatu mobil. Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bias dipecahkan dengan cara hitam putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan public untuk menerimanya atau tidak. Manipulasi dengan periklanan Masalah manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Dikhawatirkan bahwa periklanan-seperti propaganda lain-bisa memanipulasi public. Tetapi sekarang pada umumnya orang tidak begitu takut lagi akan bahaya dimanipulasikan melalui propaganda dan periklanan. Namun demikian, tetap benar juga bahwa periklanan berusaha mempengaruhi tingkah laku konsumen. Contohnya : iklan kosmetika selalu berusaha menciptakan suatu suasana romantic yang khas, sehingga menggiurkan untuk public konsumen. Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Tetapi, iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan. Ada 2 cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan : Subliminal advertising Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio. Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya “Lapar. Makan popcorn”. Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa. Iklan yang ditujukan kepada anak Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis. Pengontrolan terhadap iklan Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini : Kontrol oleh pemerinah Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan Federal Trade Commission. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan. Kontrol oleh para pengiklan Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Jika suatu kode etik disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia. Kontrol oleh masyarakat Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan. Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan. Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indonesia ada Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. Penilaian etis terhadap iklan Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan. Maksud si pengiklan Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis. Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain. Isi iklan Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral. Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum. Keadaan publik yang tertuju Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju. Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang mampu. Kebiasaan di bidang periklanan Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar. Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya. Beberapa kasus etika periklanan Tiket gratis dari Bouraq Pada tanggal 11 dan 18 Mei 1992, maskapai Penerbangan Bouraq memasang iklan di sebuah harian yang berbunyi : “tukarkan 10 lembar tiket bekas penerbangan Bouraq dengan sebuah tiket gratis di perwakilan Bouraq setempat”. Tidak diberi penjelasan lain. Lalu seorang pengusaha di Banjarmasin kebetulan menyimpan 50 tiket bekas dan berencana menukarkannya dengan harapan memperoleh 5 tiket gratis. Ia mendapat keterangan dari petugas bahwa yang bisa ditukarkan hanyalah tiket 5 Agustus 1992 ke atas. Keterangan ini tidak dimuat dalam iklan dan juga tidak disebut bahwa konsumen bisa memperoleh informasi lebih lanjut di kantor perwakilan Bouraq. Karena itu, boleh diandaikan saja bahwa informasi dalam iklan itu lengkap. Iklan plaza senayan Sangat disayangkan pada nyanyian dan tokoh pelaku iklan plaza senayan. Begitu konsumtif degan menggunakan helikopter belanja dan terkesan hura-hura ditambah konteks nyanyian: “Hidup hanya …..jangan sia-siakan” apakah betul yang hanya sekali itu harus diisi dengan hura-hura belanja penuh kemegahan Apakah tidak terbesit sedikitpun utuk menggunakan hidup yang sekali itu dengan menjalankan ibadah, beramal dan membantu saudara kita yang masih banyak berekonomi lemah? Yang jangankan belanja dengan mewah di tempat megah, membeli makanan di warungpun mikir. Iklan kijang Mendengar iklan mobil Toyota Kijang di radio maupun di televisi, yang melibatkan seorang anak usia sekolah. Iklan itu secara ditdak langsung telah mendidik anak dan keluarga untuk bergaya hidup dan berbudaya konsumtif. Sangat memrihatinkan, begitu banyak anak di negeri ini yang jangankan liburan ke Bali dan naik “Kijang”, untuk sekolah mereka tidak mampu dan harus bekerja siang malam sekadar untuk makan 1 hari. Sungguh merupakan hal yang ironis, seorang anak yang seharusnya belajar memahami fakta sosial teman-teman seusianya yang tersuruk di tengah kerasnya perjuangan mereka, ternyata terdidik untuk ikut berpikir tentang cicilan ke Bali hanya karena sudah terlanjur bercerita kepada teman-temannya. Eksploitasi anak-anak untuk iklan saja sudah merupakan sesuatu yang tidak etis, apalagi dengan materi iklan yang mewah dan konsumtif. BAB III KESIMPULAN Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan . Iklan mempunyai unsure promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut DAFTAR PUSTAKA K. Bertens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.