Senin, 22 Maret 2010

Sm2. Psichologi Komunikasi

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL I
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 ) SKS

Pokok Bahasan: Pengertian dan Ruang lingkup
Psikologi Komunikasi
Dosen : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL :
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang definisi komunikasi dan tingkatan proses komunikasi dan memahami tentang lingkup psikologi komunikasi

I. Definisi komunikasi
Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari Bahasa Latin “communicatus” atau communicatio atau communicare yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”.
Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.
Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku”.


Berikut ini adalah bebarapa definsi tentang komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
1. Carl Hovland, Janis & Kelley
Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak.
2. Bernard Berelson & Gary A.Steiner
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.
3. Harold Lasswell
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa” “mengatakan “apa” “dengan saluran apa”, “kepada siapa” , dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”.
(who says what in which channel to whom and with what effect).
4. Barnlund
Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.
5. Weaver
Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.
6. Gode
Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.

Dari berbagai definsi tentang ilmu komunikasi tersebut di atas, terlihat bahwa para ahli memberikan definisinya sesuai dengan sudut pandangnya dalamelihat komunikasi. Masing-masing memberikan penekanan arti, ruang lingkup, dan konteks yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa, ilmu komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial adalah suatu ilmu yang bersifat multi-disipliner.

Definisi Hovland Cs, memberikan penekanan bahwa tujuan komunikasi adalah mengubah atau membentuk perilaku.
Definisi Berelson dan Steiner, menekankan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, yaitu penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain.

Definisi Lasswell, secara eksplisit dan kronologis menjelaskan tentang lima komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu :
- siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber.
- mengatakan apa ( isi informasi yang disampaikan)
- kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima)
- melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi)
- dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi –pada diri penerima)

Definisi Lasswell ini juga menunjukkan bahwa komunikasi itu adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat diturunkan 5 unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu Pertama; sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan, atau negara. Kedua; Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tersebut. Pesan mempunyai 3 komponen, yaitu makna, digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bentuk atau organisasi pesan.
Ketiga; saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah 2 saluran, yaitu cahaya dan suara.
Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung (tatap muka) atau lewat media (cetak dan elektronik).
Keempat; penerima (receiver) sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak, pendengar (listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima dari sumber. Berdasrkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan, penerima pesan menafsirkan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima.
Kelima; efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah pengatahuan, perubahan sikap, atau bahkan peruahan perilaku.

Kelima unsur tersebut di atas sebenarnya belum lengkap, bila dibandingkan dengan unsur-unsur komunikasi yang terdapat dalam model-model yang lebih baru. Unsur-unsur yang sering ditambahkan adalah umpan balik (feed back), gangguan komunikasi (noise), dan konteks atau situasi komunikasi.

Definisi Gode, memberi penekanan pada proses penularan pemilikan, yaitu dari yang semula (sebelum komunikasi) hanya dimiliki oleh satu orang kemudian setelah komunikasi menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Definisi Barnlund, menekankan pada tujuan komunikasi, yaitu untuk mengurangi ketidakpastian, sebagai dasar bertindak efektif, dan untuk mempertahankan atau memperkuat ego.

Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Komunikasi adalah suatu proses
2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan
3. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat
4. Komunikasi bersifat simbolis
5. Komunikasi bersifat transaksional
6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Ad. 1. Komunikasi adalah suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi tidak statis, tetapi dinamis dlam arti akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus menerus.
Proses komunikasi melibatkan banyak unsur atau komponen. Unsur-unsur tersebut antara lain meliputi pelaku atau peserta, pesan mencakup bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang ditimbulkan, dan situasi atau kondisi pada saat berlangsungnya komunikasi.
Oleh karena komunikasi adalah suatu proses, maka proses penyampaian dan penerimaan pesan-pesan atau informasi itu paling tidak melibatkan dua orang (dyadic), yaitu pengirim/sender/source dan penerima/receiver. Dengan perkataan lain, proses itu baru dapat dilihat dengan fokus memperhatikan subyek atau pelaku atau komponen-komponen yang terlibat di dalamnya.

Ad. 2. Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya (intentional). Pengertian sadar, di sini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkontrol, bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja, maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya. Sedangkan tujuan yang diharapkan berarti merujuk pada hasil atau akibat yang diinginkan. Tujuan komunikasi mencakup banyak hal, tergantung pada keinginan atau harapan dari masing-masing pelakunya.

Ad. 3. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat
Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan.
Komunikasi terjadi apabila pihak-pihak yang terlibat di dalam proses itu sama-sama mempunyai komitmen untuk fokus pada kata-kata yang diucapkan secara timbal balik, dan mempunyai penafsiran yang sama terhadap kata-kata yang diungkapkan.

Ad. 4. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasaverbal dalam bentuk kata-kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya. Bahasa verbal yang digunakan untuk keperluan membujuk atau meminta tolong, tentunya akan berbeda dengan bahasa verbal yang digunakan untuk tujuan memerintah atau memaksa. Perbedaan tersebut tidak hanya pada kata-kata yang digunakan, akan tetapi juga pada nada dan tekanan atau intonasinya.
Selain bahasa verbal, juga ada lambang-lamabang yang bersifat nonverbal yang dapat digunakan dalam komunikasi seperti gestura (gerak tangan, gerak kaki, atau bagian tubuh lainnya), warna, sikap duduk, dan jarak. Penggunaan lambang-lambang ini biasanya dimaksudkan untuk memperkuat makna pesan yang disampaikan. Misalnya, jika kita berusaha membujuk seseorang mengenai sesuatu hal, maka gaya dan sikap kita akan berbeda dengan jika kita memerintah atau memarahi seseorang.

Ad. 5. Komunikasi bersifat transaksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional. Pengertian transaksional ini berarti bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh salah satu pihak, akan tetapi kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi berperan dalam menyukseskannya. Artinya, komunikasi akan berhasil apabila kedua belah pihak yang terlibat mempunyai kesepakatan tentang hal-hal yang dibicarakan.
Di samping itu, sebagai sebuah transaksi, komunikasi itu harus berlangsung sebagaimana layaknya ”penjual dan pembeli”, artinya si sumber mula-mula ”menjual” /menyampaikan pesan, kemudian si receiver ”membeli”/memaknai pesan-pesan tersebut dalam koridor makna yang sama sebagaimana dimaksudkan oleh si sumber.

Ad. 6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Maksudnya adalah bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi yang serba canggih sekarang ini seperti telepon, internet, faximili, telex, videotext, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi.
Meskipun peserta komunikasi berada pada tempat yang terpisah jauh karena faktor letak geografis, akan tetapi komunikasi tetap dapat dilakukan secara langsung.
Begitu juga dengan adanya perbedaan waktu, misalnya antara Barat dan Timur, bukanlah penghambat berlangsungnya komunikasi.



II. Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Sebelum dikemukakan ruang lingkup psikologi komunikasi, terlebih dahulu dikemukakan definisi komunikasi dari perspektif psikologi.
Kamus Psikologi, Dictionary of Behavioral Science menyebutkan 6 definisi komunikasi sebagai berikut :
1. Komunikasi adalah penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke tempat yang lain seperti dalam system syaraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2. Komunikasi adalah penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme.
3. Komunikasi adalah proses yang dilakukan satu system untuk mempengaruhi system yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan.
4. Komunikasi adalah pengaruh satu wilayah pribadi pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah yang lain.
5. Komunikasi adalah pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psiko- terapi.

Dari definisi tentang komunikasi dari perspektif psikologi tersebut di atas, terlihat bahwa makna komunikasi sangat luas, meliputi penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, dan system atau organisme.
Kata komunikasi dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi.
Psikologi mencoba menganalisis seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi.








Jadi psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai system dalam diri organisme dan di antara organisme.


Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikator, psikologi memeriksa karakteristik manusia komunikan serta factor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya, apa sebabnya satu sumber komunikasi/source berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak.


Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu; bagaimana pesan dari satu individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lain. Psikologi bahkan meneliti lambang-lambang yang disampaikan. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia. Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa factor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya, dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendirian atau dalam kelompok.

Perkembangan terbaru dari dunia psikologi komunikasi adalah komunikasi terapeutik. melalui metode ini, seorang terapis mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien dihadapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang dapat menimbulkan hubungan social yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa besumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya. Singkatnya, meluruskan jiwa orang dengan meluruskan caranya berkomunikasi.

Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau mempengaruhi. Komunikasi untuk tujuan yang ketiga ini lazim disebut komunikasi persuasive, yang berkaitan erat dengan psikologi.
Persuasif dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologi.
Ketika komunikasi dikenal sebagi proses mempengaruhi oprang lain, disiplin-disiplin yang lain menambah perhatian yang sama besarnya.



Menurut George Miller, komunikasi telah menjadi salah satu kesibukan utama pada masa sekarang ini. Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia, sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia harus melihat pada komunikasi. Komunikasi telah dikaji dari berbagai segi, sosiologi, antropologi, ekonomi, psikologi, linguistic, biologi, filsafat, politik, teknik, dan sebagainya.

Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia.


Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi social, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, maka psikologi melihat pada perilaku individu komunikan.



Yang agak permanen mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat, dan psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi social, Interaksi social harus melalui kontak dan komunikasi. Oleh karena itu, setiap buku sosiologi harus menyinggung komunikasi. Dalam dunia yang serba modern sekarang ini, komunikasi bukan saja mendasari interaksi social. Teknologi komunikasi telah berkembang sedemikian rupa sehingga tidak ada satu masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi.
Ruang lingkup dan sistematika pengajaran psikologi komunikasi adalah :
1. Sistem komunikasi intrapersonal
2. Sistem komuniksi interpersonal
3. Sistem komunikasi kelompok
4. Sistem komunikasi Massa

Dalam system komunikasi intrapersonal, antara lain membahas tentang karakteristik manusia komunikan, factor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya, system memori dan berpikir, dan sifat-sifat psikologi komunikator.

Dalam system komunikasi interpersonal, antara lain dibahas tentang proses persepsi interpersonal, faktor-faktor personal dn situasional yang mempengaruhi persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal.
Dalam system komunikasi kelompok, antara lain dibahas tentang jenis-jenis kelompok dan pengaruhnya pada perilaku komunikasi, factor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok, dan bentuk-bentuk komunikasi kelompok.
Dalam komunikasi massa, antara lain dibahas tentang motivasi atau factor-faktor yang mempengaruhi reaksi individu terhadap media massa, efek komunikasi massa, dan karakteristik isi pesan media massa..























MODUL II
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
3 SKS



Pokok Bahasan : Pendekatan Psikologi Komunikasi dan
Komunikasi Efektif
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL :
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang ciri pendekatan psikologi komunikasi dan komunikasi efektif.

I. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi
Psikologi mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut.



• Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi social, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas alam semesta, maka psikologi melihat pada perilaku individu komunikan.





Menurut Fischer, ada 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi, yaitu :
1. Penerimaan stimuli secara indrawi;
2. Proses yang mengantarai stimuli dan respons;
3. Prediksi respons;
4. Peneguhan respons.





1) Psikologi mengatakan bahwa komunikasi BERMULA ATAU BERAWAL KETIKA PANCA INDRA kita DITERPA OLEH STIMULI.


Stimuli bisa berbentuk orang, pesan, suara, warna, dan sebagainya; pokoknya segala hal yang mempengaruhi kita.





2) Stimuli itu kemudian diolah dalam jiwa kita, yaitu dalam ‘kotak hitam” yang tidak pernah kita ketahui. Kita hanya mengambil kesimpulan tentang proses yang terjadi pada “kotak hitam” dari respons yang tampak. Misalnya kita mengetahui bahwa bila ia tersenyum, tepuk tangan, dan meloncat-loncat, pasti ia dalam keadaan gembira.





3) Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah respons sebelum meramalkan respons individu masa sekarang.






4) Peneguhan adalah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme yang asli). Ahli lain menyebutnya feedback atau umpan balik.

]





Menurut George A. Miller, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan perilaku komunikasi individu.
Peristiwa mental adalah proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli) yang berlangsung sebagai akibat belangsungnya komunikasi.



Peristiwa perilaku/behavioral adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi.

Belum ada kesepakatan tentang cakupan psikologi. Ada yang beranggapan psikologi hanya tertarik perilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak dapat mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian peikolog hanya ingin memeriksa apa yang dilakukan orang, sebagian lagi ingin meramalkan apa yang akan dilakukan orang.

Komunikasi adalah peristiwa social. Psikologi komunikasi dapat diposisikan sebagai bagian dari psikologi social. Karena itu, psikologi social adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah :
1. Proses belajar yang meliputi aspek koginitif dan aspek afektif
2. Proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komuniksi)
3. Mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, identifikasi, permainan peran,proyeksi, agresi, dan sebagainya.

II. Komunikasi Efektif
Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi yang efektif menimbulkan 5 hal, yaitu ;

1. Pengertian
2. Kesenangan
3. Pengaruh pada sikap
4. Hubungan sosial yang makin baik
5. Tindakan





1) Pengertian
Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.
Seringkali pertengkaran atau konflik terjadi karena pesan kita diartikan lain oleh orang yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication).
Dalam konteks inilah diperlukan pemahaman orang tentang psikologi pesan dan psikologi komunikator.

2) Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Misalnya ketika kita mengucapkan “Selamat pagi, apa kabar? Kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi seperti ini dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan, yang lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication).
Komunikasi seperti ini menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. Dalam Analisis Transaksional ini disebut “ Saya Oke – Kamu Oke”. Ini memerlukan psikologi psikologi tentang sistem komuniaksi interpersonal.








3) Mempengaruhi sikap
Kita paling sering melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain.
Misalnya :
- Khotib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jemaah untuk beribadah lebih baik.
- Politisi ingin menciptakan citra yang baik pada konstituennya.
- Guru ingin mengajak muridnya untuk lebih banyak membaca buku.
- Pemasang iklan ingin merangsang selera konsumen untuk membeli barang-barang lebih banyak.
Semua yang disebutkan di atas adalah termasuk komunikasi persuasive. Komunikasi persuasive memerlukan pemahaman tentang factor-faktor pada diri komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikate.
Persuasive didefinisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.



4) Hubungan social yang baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan social yang baik.
Kebutuhan social adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian, dan kekuasaan, serta cinta kasih.

Menurut penelitian, bila orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal, maka ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, dingin, sakit fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome” (ingin melarikan diri dari lingkungannya).
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian, dan kekuasaan, serta cinta kasih.
Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya bisa dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.
Bila orang gagal dalam menumbuhkan hubungan interpersonal, maka ia menjadi agresif, senang berkhayal,dan sakit fisik dan mental, dan ingin melarikan diri dari lingkungannya.
Hasil penelitian Philip G. Zimbardo menemukan, bahwa anonimitas menjadikan orang agresif, senang mencuri dan merusak, dan kehilangan tanggung jawab sosial. Anonimitas timbul mungkin karena kegagalan komuniksi interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Supaya manusia tetap hidup secara sosial, untuk sosial survival, ia harus terampil dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal seperti persepsi interpersonal, dan hubungan interpersonal.



5) Tindakan
Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki.
Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sulit, tetapi lebih sulit lagi mempengaruhi sikap, dan jauh lebih sulit lagi mendorong orang untuk bertindak.
Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikate.
Misalnya :
Kampanye KB berhasil bila akseptor mulai memasang IUD atau Spiral;
Propaganda suatu parpol efektif bila sekian juta mencoblos lambing parpol tersebut; pemasang iklan sukses bila orang membeli barang yang ditawarkan.

Menimbulkan tindakan nyata memang indicator efektivitas yang paling penting.
Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap.
Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi.
Ia bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia.

Keberhasilan atau efektivitas komunikasi selain ditentukan oleh hal-hal tersebut di atas, juga ditentukan oleh faktor-faktor sumber/komunikator, pesan, saluran komunikasi, dan orang/khalayak yang menerima pesan tersebut.

Berikut ini dikemukakan karakteristik sumber atau komunikator yang menentukan efektivitas komunikasi.

Sebelum faktor karakteristik komunikator tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3. Ketundukan (compliance)

Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita.


Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut.

Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri.
Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia akukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.
Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.
Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).

Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan,

III. Karakteristik Komunikator
1) Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu : pertama; kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator; kedua; kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas).

Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, berarti kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (yaitu komunikate), topik yang dibahas, dan bergantung pula pada situasi.
Contoh :
- Anda mungkin memiliki kredibilitas di tengah-tengah teman-teman Anda, tetapi tidak berarti apa-apa di hadapan pimpinan universitas Anda.
- Seorang rektor di kampus tertentu mungkin mempunyai kredibilitas di tengah-tengah civitas akademikanya, tetapi ketika ia di rumah, ia tidak punya kredbilitas lagi.
- Seorang dokter mempunyai kredibilitas di tengah mahsiswanya, tetapi kredibilitasnya turun ketika ia berada di tengah-tengah dokter spesialis bedah jantung.
- Seorang manajer pemasaran begitu tinggi kredibilitasnya ketika berhadapan dengan calon pembelinya, tetapi kredibilitasnya Profesor botak akan didengarkan baik oleh mahasiswanya, tetapi tetap saja akan dimakan habis oleh buaya di sungai.


- Anda mungkin memiliki kredibilitas di tengah-tengah teman-teman Anda, tetapi tidak berarti apa-apa di hadapan pimpinan universitas Anda.
- Profesor botak akan didengarkan baik oleh mahasiswanya, tetapi tetap saja akan dimakan habis oleh buaya di sungai.

Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelaslah bahwa kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi si komunikate.
Oleh karena itu, ia dapat berubah atau diubah, terjadi atau dijadikan.
Kita dapat menghadirkan “the man on the street” di ruangan kuliah dan mengumumkan pada mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam ilmu komunikasi. Di sini kita membentuk persepsi orang lain dengan deskripsi verbal.
Kita juga dapat menurunkan kredibilitas komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang lusuh atau menyuruhnya berperilaku yang menyebalkan.
Di sini kita memanipulasi persepsi orang dengan petunjuk nonverbal.

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasinya disebut prior ethos.

Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal. Kita membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komuniaktor itu, atau dari pengalaman wakilan.
Misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa.
Bisa juga kita membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan orang itu, artinya kita meletakkannya pada skema kognitif kita. Misalnya, anda akan tekun mendengarkan penceramah yang diperkenalkan sebagai Kiai Haji Doktor Iwan Sugiarta, karena gelar-gelar itu melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami ilmu agamanya.
Pada umumnya penelitian tentang kredibilitas berkenaan dengan prior ethos.

Faktor lain, selain persepsi dan topik yang dibahas, yang mempengaruhi kredibilitas adalah faktor situasi. Pembicara pada media massa memiliki kredibilitas yang tinggi dibandingkan dengan pembicara pada pertemuan RT. Begitu pula ceramah di hadapan civitas akademica suatu perguruan tinggi yang berstatus tinggi akan meningkatkan kredibilitas penceramah. Sebaliknya penceramah yan semula memiliki kredibilitas yang tinggi, akan hancur kredibilitasnya setelah ia berbicara pada situasi yang dipandang “kotor”, atau di tengah-tengah kelompok yang dianggap berstatus rendah.
Meskipun belum banya penelitian dilakukan tentang pengaruh situasi terhadap persepsi komunikate tentang komunikator, akan tetapi dapat diduga bahwa pada akhirnya kredibilitas dipengaruhi oleh interaksi di antara berbagai faktor.

Komponen-komponen Kredibilitas
a. Keahlian
b. Kepercayaan

Ad. a. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicrakan. Komunikator yang dinilai tinggi pad keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Sebaliknya komunikator yang dinilai rendah pad keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.

Ad. b. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang brkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis. Atau apakah komunikator dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidk adil, dan tidak etis.

Koehler, annatol, dan Appelbaum menambahkan 4 lagi sebagai komponen dari kredibilitas sebagai berikut :
a. dinamisme
b. sosiabilitas
c. koorientasi

d. karisma

Dinamisme umumnya berkaitan dengan cara orang berkomunikasi. Komunikator memiliki dinamisme bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, dan lemah. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.
Sosiabilitas adalah kesan komunkate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul.
Koorientasi merupakan kesan komunikate komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok orang yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di sekitarnya.

2) Atraksi
Terdapat faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal seperti daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan.
Kita cenderung menyenangi orang-orang yang tampan dan cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan yang memiliki kemampuan yang lebih dari kita.
Atraksi fisik menyebabkan komunikator menjadi menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kita juga tertarik kepada seseorang karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita.
Karena itulah, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan adanya kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Kenneth Burke, seorang ahli retorika, menyebut upaya ini sebagai “strategy of identification”.

3) Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti halnya kredibilitas dan atraksi, ketundukan timbul dari antara komuniaktor dan komunikate.
Kekuasaan menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting.

French dan Raven mengemukakan jenis-jenis kekuasaan sebagai berikut :
1. Kekuasaan Kooersif (coersive power)
2. Kekuasaan Keahlian (expert power)
3. Kekuasaan Informasional (informational power)
4. Kekuasaan Rujukan ( referent power )
5. Kekuasaan Legal (legitimate power).















MODUL III
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )


Pokok Bahasan : Karakteristik Manusia
Komunikan ( I )
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.


TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang konsepsi psikologi tentang manusia yang mencakup manusia dalam perspektif psikoanalisis, perspektif behavioralisme, perspektif psikologi kognitif, dan manusia dari perspektif humanistic.

Ada 4 teori dalam psikologi yang mencoba menjelaskan tentang manusia, yaitu sebagai berikut :
1. Konsepsi manusia menurut Psikoanalisis
2. Konsepsi manusia menurut Behavioralisme
3. Konsep manusia menurut Psikologi Kognitif
4. Konsepsi manusia menurut Psikologi Humanistik

A) Konsepsi manusia dalam Psikoanalisis
Orang yang pertama kali berusaha merumuskan psikologi manusia dengan memperhatikan struktur jiwa manusia adalah Sigmund Freud.
Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia yang disebutnya Id, Ego, dan Superego.


1. Id
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, atau disebut juga pusat instink ( hawa nafsu).
Ada dua instink dominan, yaitu :
a) Libido; yaitu instink reproduktif untuk tujuan-tujuan konstruktif.
Instink ini disebut juga instink kehidupan/eros, misalnya dorongan seksual, segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri/narcisme.
b) Thanatos; yaitu instink destruktif dan agresif.
Instink ini disebut juga instink kematian.

Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan, ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
Walaupun Id mampu melahirkan keinginan, tetapi ia tidak mampu memuaskan keinginannya. Id berada dalam alam bawah sadar manusia, dan ketika manusia berada dalam suasana kesendirian Id ini akan mudah muncul.

2. Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan-tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dan tuntutan rasional dan realistic. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas.



Misalnya, Ketika Id mendesak supaya Anda membalas ejekan dengan ejekan lagi, Ego segera memperingatkan Anda bahwa lawan yang akan Anda ejek itu adalah “Bos” yang dapat memecat Anda. Kalau Anda mengikuti desakan Id dan tetap mengejek lawan anda itu , maka Anda akan konyol, dalam arti Anda akan dipecat olehnya.
Setelah itu Anda sadar/ingat, bahwa adalah berbahaya jika sampai berani melawan Bos/pimpinan dalam konteks budaya Indonesia, sebab Bos adalah orang yang selalu kita hormati.

3. Superego
Superego adalah polisi kepribadian yang mewakili dunia ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma social dan cultural masyarakatnya. Proses pembentukan superego ini antara lain lewat sosialisasi, mulai individu masa kanak-kanak sampai ia dewasa, bahkan berlangsung terus sampai akhir hayat.

Superego akan memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlawanan ke alam bawah sadar.
Baik Id maupun superego berada dalam alam bawah sadar manusia, sedangkan ego berada di tengah, antara memenuhi desakan Id dan peraturan superego.
Untuk mengatasi ketegangan, ia dapat menyerah pada tuntutan Id, tetapi berarti dihukum superego dengan perasan bersalah. Atau sebaliknya jika ia dapat menekan doronga-dorongan Id dan tidak “pro” pada dorongan-dorongan itu, maka akan ada penghargaan yang diberikan oleh superego, misalnya “akan masuk surga” atau “diterima dengan baik oleh lingkungannya”.
Untuk menghindari ketegangan, konflik, atau frustrasi, ego secara sadar lalu menggunakan mekanisme pertahanan ego, yaitu dengan mendistorsi realitas.

Jadi secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen social (superego), atau dengan perkataan lain adalah unsure animal, rasional, dan unsur moral (hewani, akal, dan nilai).

B. Konsepsi manusia dalam Behavioralisme
Behavioralisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behavioralisme ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan,
Belakangan, teori kaum behavioralisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia, kecuali instink, adalah hasil belajar.

Behavioralisme tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; kaum behavioralis hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan.
Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus”).
Behaviorisme sangat banyak menentukan perkembangan psikologi, teutama dalam hal eksperimen-eksperimen. Kajian-kajian psikologi seringkali hanya mencerminkan pendekatan ini.

Pemikiran behaviorisme sebenarnya sudah dikenal sejak Aristoteles yang berpendapat bahwa, pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa sama seperti meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman.
Kemudian John Locke meminjam konsep ini, yang dikenal sebagai kaum empirisme. Menurut mereka, pada waktu lahir, manusia tidak mempunyai warna mental. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah jalan satu-satunya ke arah penguasaan pengetahuan. Secara psikologis, ini berarti bahwa seluruh perilaku manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku manusia, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu.

Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, salah satu paham filsafat etika memandang manusia sebagai mahluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan dan menghindari penderitaan. Utilitarianisme mencoba mengkaji seluruh perilaku manusia pada prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonisme, maka akan kita temukan behaviorisme.

Kaum behaviorisme berpendapat bahwa organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis, perilaku adalah hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan.
Pelaziman klasik akan menjelaskan bahwa setiap kali anak membaca, orang tuanya mengambil bukunya dengan paksa, maka anak akan benci pada buku. Bila kedatangan Anda selalu bersamaan dengan datangnya malapetaka, maka kehadiran Anda akan membuat orang berdebar-debar.

Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Seorang ahli, Bandura, menambahkan konsep belajar sosial. Ia mengemukakan permasalahan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Dia mengatakan bahwa, banyak perilaku manusia yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman atau peneguhan. Misalnya, mengapa anak yang berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya.
Kaum behavioris tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambang atau objek yang mempunyai makna. Menurut Bandura, belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respon orang lain, misalnya meniru bunyi yang sering didengar, merupakan penyebab utama belajar. Ganjaran dan hukuman bukan faktor yang utama dalam belajar, tetapi merupakan faktor penting dalam melakukan suatu tindakan. Misalnya bila anak selalu diganjar/dihargai karena melakukan sesuatu hal atau dalam mengungkapkan perasaannya, maka ia akan serign melakukannya. Tetapi jika ia dihukum, maka ia akan menahan diri untuk melakukan sesuatu, meskipun ia mampu untuk melakukannya. Jadi, melakukan sesuatu perilaku ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk berbuat ditentukan oleh peniruan.

Sumbangan Bandura tidak menyebabkan behaviorisme dapat menjelaskan semuanya. Behaviorisme tidk bisa menjawab ketika melihat perilaku manusia yang tidak bisa dipengaruhi oleh ganjaran, hukuman, atau peniruan. Contohnya, orang-orang yagn menjelajah Kutub Utara yang dingin; pemuda Jepang yang menempuh Samudra Pasifik di atas rakit, atau anak-anak muda Agama Syiah yang meledakkan dirinya dengan bom atau dinamit di Irak, semuanya adalah perilaku yang bermuatan “self-motivated”.
Memang behaviorisme tidak bisa menjelaskan tentang motivasi. Motivasi memang terjadi dalam diri individu, sedangkan kaum behaviorisme hanya melihat pada peristiwa-peristiwa yang “kasat mata” dalam arti yang dapat diamati atau bersifat eksternal. Perasaan dan pikiran tidak menarik perhatian kaum behaviorisme.
Beberapa ratus tahun kemudian baru-lah psikologi kembali memasuki proses kejiwaan internal. Paradigma baru ini kemudian terkenal sebagai psikologi kognitif.

Konsep behavioralisme dipengaruhi oleh :
1. Paham empirisme (John Locke, 1632-1704); pemikirannya adalah
bahwa pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”,
warnanya diperoleh dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh
perilaku manusia, kepribadian dan temparamen ditentukan oleh
pengalaman indrawi (sensory experience).
2. Paham hedonisme, yang memandang manusia sebagai mahluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri, mencari kesenangan dan mengurangi penderitaan.
3. Paham utilitarianisme, yang memandang seluruh perilaku manusia tunduk pada prinsip ganjaran dan hukuman.


C. Konsepsi manusia menurut Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif didasari oleh rasionalisme Immanuel Kant, Rene Descartes, dan Plato.
Kaum rasionalis mempertanyakan apakah betul penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat..
Misalnya mata kita melihat bahwa kedua rel kereta api yang sejajar bertemu di ujung sana, padahal sebenarnya kedua rel itu tidaklah bertemu di ujung sana. Contoh lain adalah, ketika sepotong kayu kita jatuhkan ke dalam air, maka terlihat seolah-olah kayu itu bengkok. Padahal ketika kayu itu kita angkat kembali ternyata kayu itu tidaklah bengkok. Contoh lainnya lagi adalah, ketika kita berada di padang pasir, kita melihat seolah-olah jauh di sana ada air, padahal ketika kita lihat lebih dekat ternyata air itu tidak ada. Inilah yang dikenal dengan fatamorgana.

Descartes dan Kant menyimpulkan bahwa, jiwa-lah/mind yang menjadi alat utama ilmu pengetahuan, bukan alat indera.
Jiwa menafsirkan pengalaman indrawi secara aktif, mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi, dan memberikan makna.

Menurut Lewin, peilaku manusia harus dilihat dalam konteksnya. Perilaku manusia bukan sekedar respon pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya secara spontan. Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang hayat. Ruang hayat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor yang disadarinya, dan kesadaran diri.

Secara singkat, perkembangan psikologi kognitif dapat dilihat dari psikologi social, antara lain dikembangkan oleh Heider dan Festinger.

Festinger terkenal dengan teori disonansi kognitifnya.
Disonansi artinya ketidakcocokan antara dua /pengetahuan.
Dalam keadaan disonan orang berusaha mengurangi disonansi dengan berbagai cara. Disonansi membuat orang resah dan tidak tenang.
Kognisi/pengetahuan bahwa “Saya tahu bahwa saya senang merokok” disonan dengan “saya tahu bahwa rokok merusak kesehatan”. Dihadapkan dalam situasi disonan seperti itu, maka saya akan :
1. mengubah perilaku, berhenti merokok, atau memutuskan “saya merokok sedikit saja”
2. mengubah kognisi tentang lingkungan, misalnya dengan mengatakan bahwa hanya perokok berat yang berbahaya.
3. memperkuat salah satu kognisi yang disonan, misalnya dengan “”Ah, kawan-kawan saya juga banyak yang merokok”
4. mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting, misalnya “Tidak jadi soal merokok merusak kesehatan, Toh saya tidak ingin hidup lebih lama dan mati muda”

Menurut Lewin, perilaku manusia harus dilihat dalam konteksnya. Perilaku manusia bukan sekedar respon pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya secara spontan. Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang hayat. Ruang hayat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor yang disadarinya, dan kesadaran diri.

Dalam teori komunikasi, teori disonansi menyatakan bahwa orang akan mencari informasi yang mengurangi disonansi, dan menghindari informasi yang menambah disonansi. Bila kita terpaksa juga dikenai informasi yang disonan dengan keyakinan kita, maka kita akan menolak informasi itu, meragukan sumbernya, mencari informasi yang konsonan, atau mengubah sikap sama sekali.

Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang pada menurut paham behaviorisme tidak diakui keberadaannya. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekedar mahluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang menjadi harapannya.
Kritik terhadap teori psikologi kognitif datang dari pemahaman bahwa manusia adalah pengolah informasi. Dalam konsepsi ini, manusia bergeser dari orang yang suka mencari justifikasi atau membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan persoalan. Perilaku manusia dipandang seabgai produk strategi pengolah informasi yang rasional, yang mengarahkan penyandian, penyimpanan, dan pemanggilan informasi.

D. Manusia menurut perspektif Psikologi Humanistik
Psikologi humanistic dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behavioralisme.
Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, dan tanpa nilai.
Psikologi humanistic mengambil banyak dari psikoanalasis Neo-Freudian seperti Adler, dan Jung, serta banyak mengambil pemikiran dari fenomenologi dan eksistensialisme.
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subjektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.
Menurut Alfred Schultz, tokoh fenomenologi, pengalaman subjektif ini dikomunikasikan oleh factor social dalam proses intersubjektivitas.
Intersubjektivitas diungkapkan pad eksistensialisme dalam tema dialog, petemuan, hubungan diri dengan orang lain. Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia. Yang paling penting bukan apa yang didapat dari kehidupan, tetapi apa yang dapat kita berikan untuk kehidupan.
Hidup kita baru bermakna hanya apabila melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstruktif secara sosial.

Jadi intisari dari psikologi humanisme adalah bahwa pada keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya.

Pandangan Psikologi Humanisme itu adalah :
1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di mana dia (Sang Aku, Ku, atau Diriku / I. Me, atau Myself ) menjadi pusat.
Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal
2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan
mengaktualisasikan diri.
3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya. Dengan perkataan lain, ia bereaksi pada “realitas’ seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri, berupa penyempitan dan pengkakuan persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.














MODUL IV
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )




Pokok Bahasan : Faktor-faktor Pengaruh Perilaku Manusia
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang factor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yang mencakup factor personal dan factor situasional

I. Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Secara garis besar ada dua factor personal yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu factor biologis dan factor sosiopsikologis.

1. Faktor Biologis
Manusia adalah mahluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan.
Misalnya, ia lapar kalau tidak makan selama 20 jam, kucing pun demikian. Manusia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, sapi pun juga begitu. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, dan bersatu dengan faktor sosiopsikologis.
Bahwa warisan biologis menusia menentukan perilakunya, dapat dilacak sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Sedemikian besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, dan moral bersumber dari struktur biologinya. Aliran ini dinamakan sosiobiologi.

Menurut Wilson, perilaku social manusia dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
Program ini disebut ”epigenetic rules”, yang mengatur perilaku manusia seperti kecenderungan menghindari ”incest”, kemampuan memahami ekspresi wajah, sampai kepada persaingan politik.
Meskipun pemikiran bahwa sosiobiologis sebagai determinisme biologis dalam kehidupan sosial, kenyataannya menunjukkan bahwa struktur biologis manusia seperti genetika, sistem syaraf, dan sistem hormonal, sangat mempengaruhi perilaku manusia. Struktur biologis manusia seperti genetika, system syaraf dan system hormonal sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia.
Struktur genetis misalnya akan berpengaruh terhadap kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi,.
Sistem syaraf mengatur pekerjaan otak dan pengolahan informasi dalam jiwa manusia. System hormonal bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga mempengaruhi proses psikologis.

Beberapa contoh perilaku manusia yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi adalah sebagai berikut :
- bercumbu
- makan
- merawat anak
- beberapa perilaku agresif
- kebutuhan makan dan minum
- istirahat
- kebutuhan seksual
- kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari sakit dan bahaya.
- lapar
- tidur

Perlu dipahami bahwa manusia bukan semata-mata mahluk biologis, sebab kalau begitu ia tidak berbeda dengan kambing atau monyet. Itulah sebabnya, diperlukan faktor kedua, yaitu :

2. Faktor-faktor Sosio-psikologis
Karena manusia mahluk social, dari proses social ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya.
Ada tiga komponen yang berkaitan dengan factor sosiopsikologis ini, yaitu :
a. komponen kognitif
b. komponen afektif
c. komponen konatif

Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui, dipikirkan, dipahami, dan diingat oleh manusia.
Komponen afektif yang merupakan aspek emosional, dan berkaitan dengan factor sosiopsikologis seperti senang, marah, benci, setuju, dendam, kecewa, dsbnya.
Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

Komponen Afektif
Yang termasuk komponen afektif adalah :
- Motif Sosiogenis
- Sikap
- Emosi

Motif Sosiogenis
Motif ini sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis).
Yang termasuk motif sosiogenis adalah sebagai berikut :
W.I. Thomas dan Florian Znaniecki :
1) keinginan memperoleh pengalaman baru
2) keinginan untuk mendapat respons
3) keinginan akan pengakuan
4) keinginan akan rasa aman
David McClelland
1. kebutuhan berprestasi
2. kebutuhan akan kasih sayang
3. kebutuhan berkuasa
Abraham Maslow :
1. kebutuhan fisiologis
2. kebutuhan akan rasa aman
3 kebutuhan akan keterikatan dan cinta
4. kebutuhan akan penghargaan
5. kebutuhan untuk pemenuhan diri/aktualisasi diri

Melvin H. Marx :
1. kebutuhan Organisme :
- motif ingin tahu
- motif kompetensi
- motif prestasi
2. Motif-motif sosial
- motif kasih sayang
- motif kekuasaan
- motif kebebasan

Penjelasan motif-motif tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1) Motif ingin tahu
Setiap orang berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai. Karena kecendrungan untuk memahami dan memberi arti pada apa yang dialami, bila informasi yang diperoleh bersifat terbatas, maka orang akan mencari jawaban sendiri. Orang akan menarik kesimpulan sendiri tanpa menunggu informasi itu lengkap terlebih dahulu. Misalnya bila hujan tiba-tiba turun dengan lebat siang ini, maka orang akan menafsirkannya karena tadi pagi Pak Ali yang dermawan meninggal dunia.
2) Motif kompetensi
Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
Perasaan mampu ini sangat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Motif kompetensi ini berhubungan erat dengan kebutuhan akan rasa aman, misalnya kita ingin memproleh jaminan masa depan, jaminan bahwa anak kita bisa sekolah dengan baik. Bila orang sudah memenuhi kebutuhan biologinya, yakin bahwa masa depannya akan lebih baik, maka ia dianggap sudah memenuhi kebutuhannya akan kemampuan diri (kompetensi).
3) Motif cinta
Perasaan dan kemampuan mencintai dan dicintai adalah hal yang esensial dari perkembangan kepribadian manusia. Setiap orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota secara sukarela. Berbagai penelitan membuktikan bahwa kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku manusia yang kurang baik; orang akan menjadi agresif; kesepian; pendiam, dan bahkan bisa bunuh diri. Konsep utamanya adalah keterasingan/alienasi. Jika seseorang merasa terasing dari lingkungan di mana dia berada, maka akan berakibat buruk pada kepribadian dan perilakunya.
4) Motif harga diri dan kebutuhan akan identitas
Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita di manapun kita berada diperhitungkan oleh orang-orang di sekitar kita. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis seperti gelisah, impulsif, mudah terpengaruh, dan sebagainya.
Identitas diri dari perspektif kepribadian dan sosial, adalah faktor yang membedakan seseorang dengan orang lain di tengah-tengah lingkungan sosialnya.
5) Kebutuhan akan nilai dan makna hidup
Dalam kehidupannya, manusia memerlukan nilai-nilai yang berguna untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Nilai adalah sesuatu hal yang berguna atau berharga bagi manusia sebagai subyek, dalam rangka mencapai tujuan dalam hidup dan kehidupannya. Nilai itu sangat luas dan bisa mengacu pada apa saja seperti perjuangan, kasih sayang, solidaritas, kesopanan, ekonomi, sahabat, dan sebagainya. Nilai buaknlah tujuan, tetapi nilai berhubungan dengan tujuan. Nilai menuntun manusia untuk mencapai tujuannya. Bila manusia tidak mempunyai nilai, atau bahkan kehilangan nilai, maka manusia tidak tahu tujuan hidupnya dan ia tidak mempunyai kepastian dalam bertindak.
6) Kebutuhan akan pemenuhan diri
Manusia bukan saja ingin mempertahankan kehidupannya, akan tetapi ia juga butuh peningkatan kualitas kehidupan. Kebutuhan akan pemenuhan diri ini dilakukan melalui berbagai bentuk sebagai berikut :
a) menggunakan dan mengembangkan segenap potensi kita dengan cara kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, lukis, dan lain-lain.
b) memperkaya kualitas kehidupan dengan memperluas rentangan
dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan piknik, jalan-jalan ke tempat wisata, atau berkunjung ke tempat-tempat yang bersejarah.
c) Membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita, misalnya bersikap ramah dan toleran pada orang lain.
d) Berusaha ”memanusiakan” diri, dalam arti menjadi pribadi/person yang didambakan orang dan berarti abgi orang lain, atau mampu membahagiakan orang lain.

Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi social dan yang paling banyak didefinsikan.
Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar. Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan syaraf sebelum memberikan respon.

Beberapa kesimpulan tentang sikap adalah :
a. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.
Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.
Objek sikap bisa berupa benda, orang, tempat, gagasan, atau situasi, atau kelompok.
Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap.
b. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi.
Sikap bukan merupakan rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu.
c. Sikap relatif lebih menetap/persistence
d. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e. Sikap timbul dari pengalaman, artinya tidak dibawa dari lahir, dan merupakan hasil belajar, oleh karena itu sikap bisa berubah atau diperteguh.

Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala gejala kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis.






Misalnya, bila orang yang kita cintai mencemooh kita, kita akan bereaksi secara emosional, kemudian jantung akan berdetak cepat dan napas terengah-engah, kemudian kita akan balas mencemooh atau bahkan memukulnya.

Emosi tidak selalu jelek. Emosi merupakan bumbu dalam kehidupan; tanpa emosi hidup manusia kering dan gersang.



Ada 4 fungsi emosi sebagai berikut :
1) Emosi adalah pembangkit energi/energizer.
Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasakan, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita; misalnya marah menggerakkan kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari, cinta menggerakkan kita untuk berdekatan dan bermesraan, dan sebagainya.

2) Emosi adalah pembawa informasi/messenger
Bagaimana keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Jika kita marah, kita mengetahui bahwa kita diserang oleh orang lain; sedih berarti kita kehilangan sesuatu atau seseorang, jika kita bahagia berarti kita memperoleh sesuatu yang kita senangi, dan sebagainya.


3) Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, akan tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ungkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup dan menarik, dan dinamis serta lebih meyakinkan. Pembicara yang menyampaikan materi pidatonya dengan luapan penuh emosi dan diperkuat dengan komunikasi nonverbal lebih menarik untuk diperhatikan oleh khalayak daripada pembicara yang statis dan ‘datar-datar” saja.


4) Emosi merupakan sumber informasi mengenai keberhasilan kita.
Jika mendambakan kesehatan, maka kita mengetahuinya ketika kita merasa sehat wal afiat. Jika kita menginginkan keindahan, maka kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetika dan merasakan adanya ”rasa halus” dalam jiwa dan hati kita.

Dari sisi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang berlangsung lama. Mood adalah emosi yang menetap selama berjama-jam atau beberapa hari. Mood mempengaruhi persepsi atau penafsiran kita pada stimuli yang merangsang alat indera kita. Bila mood atau suasana emosional ini menjadi kronis dan menjadi bagian dari struktur kepribadian orang, kita menyebutnya temperamen, misalnya pemarah, penyedih, dan ceria.

Komponen Kognitif
Yang termasuk komponen kognitif adalah :
1) Pengetahuan
2) Kepercayaan
Ad.1) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan panca indra kita. Ketika mata kita melihat sesuatu, hidung kita mencium bau sesuatu, telinga kita mendengar sesuatu, pucuk-pucuk jari kita merasakan sesuatu, atau lidah kita mengecap rasa, berarti kita telah ”mengetahui” sesuatu.
Ad. 2) Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan adalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar, atau salah, atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman,atau intuisi.
Sesungguhnya isi dari pengetahuan adalah juga kepercayaan, hanya bobot dari kepercayaan itu lebih kuat dan mendalam dari hanya sekedar pengetahuan.

Komponen Konatif
Yang termasuk komponen konatif adalah :
1) Kebiasaan
2) Kemauan
Jadi jika dikatakan bahwa konatif sebagai bagian dari sikap, maksudnya adalah adanya kecenderungan seseorang untuk bertindak. Artinya lagi, bahwa ia mempunyai kemauan untuk melakukan sesuatu/berperilaku tertentu.

II. Faktor-faktor Situasional yang mempengaruhi Perilaku Manusia
1) Faktor Ekologis
2) Faktor Rancangan dan Arsitektural
3) Faktor Temporal
4) Suasana perilaku
5) Teknologi
6) Faktor-faktor social
7) Lingkungan Psikososial















FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL V
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan: Komunikasi Intrapersonal
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.


TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pengertian persepsi, jenis-jenis persepsi yang mencakup persepsi terhadap lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.

I. Pengertian
Berikut ini adalah beberapa definisi tentang persepsi dari beberapa ahli, :
1. “Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna” (John R. Wenburg & William W. Wilmot ).
2. “Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi” (Rudolph F. Ferderber).
3. “Persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana” (J. Cohen).

Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding).

Persepsi mencakup penginderaan (sensasi) melalui alat-alat/panca indra (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah), atensi, dan interpretasi.
Ahli lain mengemukakan unsur-unsur persepsi adalah seleksi, organisasi, dan interpretasi. Sebenarnya seleksi mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat dalam interpretasi, yang diartikan sebagai “meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna”.

Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak melalui alat-alat panca indra manusia.
Panca indra adalah reseptor yang berfungsi sebagai penghubung antara otak manusia dengan lingkungan sekitar.

Atensi atau perhatian berarti sebelum manusia merespons atau menafsirkan objek atau kejadian atau rangsangan apapun, manusia atau kita terlebih dahulu memperhatikan kejadian atau rangsangan tersebut. Jadi persepsi mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk dipersepsi, termasuk orang lain atau diri sendiri.
Dalam banyak kasus, rangsangan yang menarik perhatian, cenderung dianggap lebih penting daripada yang tidak menarik perhatian. Rangsangan seperti ini biasanya menjadi penyebab kejadian-kejadian berikutnya.
Itulah sebabnya orang yang paling kita perhatikan cenderung dianggap orang yang paling berpengaruh.
Dengan perkataan lain, kita akan memperhatikan apa yang kita anggap bermakna bagi kita, dan kita tidak akan memperhatikan apa yang tidak bermakna bagi kita.

Interpretasi adalah tahap terpenting dari persepsi, yaitu menafsirkan atau memberi makna atas informasi yang sampai kepada kita melalui panca indra.

I. Ada 2 jenis persepsi, yaitu persepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia.
Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda dengan persepsi sosial sebagai berikut :
= persepsi terhadap objek atau lingkungan fisik melalui lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan nonverbal.
Orang lebih aktif daripada kebanyakan objek, dan lagi pula lebih sulit diprediksi.

= persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan pesepsi terhadap orang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (seperti perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan sebagainya).
Kebanyakan objek tidak mempersepsi kita ketika kita mempersepsi objek-objek itu. Sebaliknya orang mempersepsi kita, ketika kita mempersepsi orang itu.
Dengan perkataan lain, persepsi terhadap manusia bersifat interaktif.
= objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan perkataan lain, objek bersifat statis, sedangkan manusia bersifat dinamis.

III. Persepsi Lingkungan fisik.
Persepsi orang terhadap lingkungan fisik tidaklah sama, dalam arti berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
- latar belakang pengalaman
- latar belakang budaya
- latar belakang psikologis
- latar belakang nilai, keyakinan, dan harapan
- dan kondisi faktual alat-alat panca indra di mana informasi yang sampai kepada orang itu adalah lewat pintu itu.
Misalnya, dalam menilai keberadaan bulan di angkasa bisa muncul berbagai macam persepsi sebagai berikut :
- ada yang melihat di bulan itu ada seorang pria.
- Ada yang melihat di sana ada seorang nenek tua.
- Ada yang melihat di sana ada seekor kelinci.
- Bahkan ada yang melihat di bulan itu ada kereta kuda
- Ada yang melihat di bulan seorang lelaki tua sedang berjalan
- Dan sebagainya

Contoh lain, ada kulit pisang yang tergeletak di lantai.
Maka persepsi orang bisa bermacam-macam.
- orang pertama; mempunyai persepsi bahwa itu adalah sekedar kulit pisang saja.
- Orang kedua; mempunyai persepsi ada bahaya (terpeleset/jatuh).
- Orang ketiga; mempunyai persepsi ada sampah di lantai,
- Orang keempat; mempunyai persepsi bahwa orang yang membuang kulit pisang itu adalah orang yang jorok dan sembrono.
- Dan banyak lagi persepsi yang muncul pada kulit pisang itu.

Contoh lain :
Apa persepsi Anda ketika melihat sebuah spidol yang diletakkan berdiri di atas meja?
Persepsi yang mungkin muncul antara lain :
- Spidol itu dipersepsikan sebagai peluru kendali
- Roket
- Tugu monas
- Tiang listrik
- Menara
- Bahkan mungkin ada yang memprsepsikan spidol itu sebagai seorang guru atau dosen (rupanya orang ini teringat pada guru atau dosennya yang mengajarnya di kelas dulu).

IV. Persepsi Sosial
Persepsi sosial atau persepsi orang terhadap orang lain adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita.
Oleh karena manusia mempunyai aspek emosi, maka persepsi atau penilaian kita terhadap orang akan mengandung risiko.
Persepsi saya terhadap anda mempengaruhi persepsi anda terhadap saya, dan pada gilirannya persepsi anda terhadap saya juga akan mempengaruhi persepsi saya terhadap anda. Dan begitu seterusnya.

Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Dengan perkataan lain, setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda terhadap lingkungan sosialnya.

V. Prinsip-prinsip Persepsi Sosial
1. Persepsi berdasarkan pengalaman
2. Persepsi bersifat selektif
3. Persepsi bersifat dugaan
4. Persepsi betrsifat evaluatif

1. Persepsi berdasarkan pengalaman
Pola perilaku manusia didasarkan pada persepsi mereka mengenai realitas sosial yang telah dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian, atau reaksi mereka terhadap hal-hal tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa.






Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek akan membuat seseorang menafsirkan objek tersebut hanya berdasarkan dugaan.
Oleh karena kita terbiasa merespon suatu objek dengan cara tertentu, kita sering gagal mempersepsi perbedaan yng samar dalam suatu objek lain yang mirip. Kita seringkali mempersepsi objek tertentu yang sifatnya masih samar atau tidak jelas berdasarkan pengalaman kita melihat objek yang mirip dengannya.

Cara kita bekerja dan menilai pekerjaan apa yang baik bagi kita, cara makan, mengukur kacantikan seorang wanita, atau merespons kedatangan seorang pengemis, sangat tergantung atau dipengaruhi oleh apa yang telah diajarkan oleh budaya kita tentang hal-hal tersebut. Dengan perkataan lain, faktor pengalaman seseorang akan menentukan bagaimana ia mempersepsikan lingkungannya.
Contoh :
- Di Barat orang sudah biasa makan dengan sendok & garpu, maka persepsi orang Barat terhadap orang Timur (Indonesia) yang makan menggunakan tangan adalah jorok atau tidak sehat.

2. Persepsi bersifat selektif
Pehatian/atensi kita pada suatu rangsangan/stimulus merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan itu.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi atensi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi atensi
Atensi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal sebagai berikut :
- faktor biologis (lapar, haus, dan sebagainya)
- faktor fisiologis (tinggi, pendek, gemuk, pendek, sakit, lelah, cacat fisik, dan sebagainya)
- faktor-faktor sosial budaya (agama, etnis, pekerjaan, penghasilan/status sosial ekonomi, pengalaman masa lalu, dan sebagainya).
- Faktor psikologis (keinginan, harapan, motivasi, dan sebagainya).

Faktor eksternal yang mempengaruhi atensi
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah sebagai berikut :
- gerakan
- intensitas
- kontras
- kebaruan
- perulangan objek yang dipersepsi

- gerakan
suatu objek yang bergerak lebih menarik daripada objek yang diam.
Itulah sebabnya kita lebih tertarik menonton televisi daripada membaca komik sebagai gambar yang diam.
- intensitas
suatu rangsangan yang intensitasnya menonjol akan menarik perhatian. Misalnya seseorang yang bersuara keras, yang tubuhnya paling gemuk, yang kulitnya paling hitam, atau wajahnya paling cantik akan lebih menarik perhatian kita.
- kontras
orang atau objek yang penampilannya lain daripada yang lain (kontras)
akan lebih menarik perhatian kita.
Misalnya, seorang bule akan menarik perhatian di tengah-tengah pribumi, seorang wanita berjilbab akan menarik perhatian kita jika ia berada di tengah-tengah wanita tidak berjilbab, seorang pemuda yang memakai anting menarik perhatian kita ketika ia berada bersama-sama pemuda lainnya yang tidak menggunakan anting, seorang wanita berbikini menarik perhatian di tengah wanita yang berpakaian lebih sopan, dan sebagainya.
- kebaruan
kebaruan merupakan unsur objek yang menimbulkan perhatian, misalnya ketika melihat adanya mahasiswa baru di fakultas.
- perulangan objek
suatu peristiwa yang berulang jelas lebih potensial untuk kita perhatikan. Misalnya iklan di televisi yang selalu ditayangkan secara berulang.

3. Persepsi bersifat dugaan
Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek adalah melalui panca indra yang bersifat tidak lengkap, maka persepsi merupakan proses pemikiran yang langsung meloncat pada kesimpulan.
Contoh: ketika kita melihat gunung es, kita hanya melihat bagian atasnya, namun kita menduga bahwa ada bagian gunung es di bawah permukaan air.

Proses persepsi yang bersifat dugaan ini memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernah ada tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat penginderaan itu.
Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu.

4. Persepsi bersifat evaluatif
Pada umumnya orang dalam kehidupan sehari-hari merasa bahwa apa yang mereka persepsikan adalah nyata. Mereka berpikir bahwa proses penerimaan dan penafsiran pesan sebagai sesuatu yang bersifat alamiah.
Akan tetapi, kadangkala alat-alat indera kita dan juga persepsi kita menipu diri kita, artinya apa yang kita persepsikan itu tidak sesuai dengan realitas yang ada.
Persepsi tidak ada yang pernah objektif.

Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri orang yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang digunakan orang untuk memaknai objek persepsi.
Dengan perkataan lain, persepsi bersifat pribadi dan subyektif.
Persepsi pada dasarnya lebih mewakili keadaan fisik dan psikologis individu daripada merujuk pada karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi.
Menurut Everets Rogers, kita tidak bereaksi terhadap realitas mutlak, melainkan terhadap persepsi kita mengenai realitas tersebut.
Kita hidup dengan peta perseptual yang tidak pernah merupakan realitas itu sendiri.

Dalam konteks komunikasi massa, tidak ada satu surat kabar, radio, atau televisi pun yang secara objektif, independen, atau netral dalam melaporkan fakta dan kejadian melalui beritanya, karena mereka pun tidak hidup dalam vakum sosial dan vakum budaya. Berbagai kepentingan seperti ekonomi dan politik, akan mempengaruhi proses produksi pemberitaan tersebut, meskipun pengaruhnya adalah kecil.

5. Persepsi bersifat kontekstual
Suatu rangsangan dari luar harus diorganisir dalam diri manusia. Dari berbagai pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan pengaruh yang paling kuat. Konteks yang mengitari kita ketika melihat seseorang, suatu objek, atau suatu peristiwa sangat mempengaruhi struktur kognitif, dan juga ekspektasi kita, dan oleh karena itu juga akan mempengaruhi persepsi kita.

VI. Faktor-faktor Struktural yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor struktural yang mempengaruhi persepsi semata-mata berasal dari sift stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Para ahli mengemukakan beberapa prinsip persepsi secara struktural yang terkenal sebagai Teori Gestalt.

DALIL 1. Bahwa bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian demi bagian lalu menghimpunnya. Dengan perkataan lain, bagian-bagian medan yang tepisah berada dalam kondisi saling ketergantungan atau interdependensi yang dinamis, dan oleh karena itu dinamika khusus dalam interaksi ini akan menentukan distribusi fakta dan kualitas lokalnya. Artinya, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, maka kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; artinya lagi kita harus memandangnya dalam hubungan yang keseluruhan. Dengan demikian, untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, daam lingkungannya, dan dalam masalah yang dihadapinya.

DALIL 2. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi makna. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Meskipun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.

DALIL 3. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Artinya, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, maka semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompok, dengan efek berupa asimilasi dan kontras.

DALIL 4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Menurut dalil ini, objek-objek dikelompok-kelompokkan secara fisik seperti titik, garis, atau balok. Kita akan menganggap bentuk-bentuk segi tiga sebagai kelompok, dan titik-titik sebgai kelompok lainnya. Kita dapat mengatakan dengan tepat, melalui pengukuran jarak di antara objek atau melihat kesamaan bentuk, benda-benda mana yang akan dikelompokkan.

VII. Memori
Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali.
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir.
Mempelajari memori berarti membawa kita pada psikologi kognitif, khususnya pada model manusia sebagai pengolah informasi.
Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.

Memori berlangsung melalui 3 proses, yaitu :
a. perekaman
b. penyimpanan
c. pemanggilan.

- Perekaman/encoding adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit syaraf internal.
- Penyimpanan/storage adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalamm bentuk apa, dan di mana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri. Menyimpan secara pasif, berarti tidak ada penambahan informasi.
- Pemanggilan adalah proses mengingat kembali atau menggunakan informasi yang disimpan.

Jenis-jenis Memori
Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap pertama, yaitu perekaman dan penyimpanan. Kita hanya mengetahui memori pada tahap ketiga, yaitu pemanggilan kembali.
Pemanggilan dilakukan melalui 4 cara sebagai berikut :
1) Pengingatan/Recall
Ialah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi
Secara verbatim (kata demi kata) tanpa petunjuk yang jelas.
2) Pengenalan/Recognition
Mengenal fakta agak lebih mudah daripada mengingat kembali.
3) Belajar lagi/Relearning
Menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4) Redintegrasi/Redintegration
Ialah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil. Petunjuk memori ini bisa berupa warna, bau-bauan, atau tempat. Misalnya Anda langsung menjadi sedih ketika anda berada pada suatu tempat di mana Anda pernah berkumpul dengan Ayah Anda.



















FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL VI
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Persepsi Interpersonal dan Komunikasi
Intrpersonal
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pengertian persepsi interpersonal, factor-fktor situasional dan factor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal, pengaruh persepsi interpersonal terhadap komunikasi interpersonal, karakteristik komunikasi interpersonal, dan tahapan komunikasi interpersonal.

I. Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal berbeda dengan persepsi pada objek fisik.
Ada 4 perbedaan persepsi objek dengan persepsi interpersonal sebagai berikut :
1. Pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh panca indra kita melalui benda-benda fisik seperti gelombang, cahaya, suara, temperatur, dan sebagainya; sedangkan pada persepsi interpersonal stimuli mungkin sampai pada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
2. Bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu, kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu; misalnya ketika kita melihat papan tulis kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati; sedangkan pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indra kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya , kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita tidak hanya mencoba memahami tindakannya, tetapi juga motif tindakannya.
3. Ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita, kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya; sedangkan pada persepsi interpersonal terdapat pengaruh faktor-faktor personal Anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi, serta hubungan Anda dengan orang tersebut.
4. Objek relatif tetap, sedangkan manusia selalu berubah. Misalnya papan tulis yang Anda lihat minggu lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini. Sebaliknya Si Polan yang Anda lihat kemaren sedih, sekarang sudah ceria, dan jika Anda melihatnya tiga hari lagi Si Polan sudah marah karena sesuatu sebab.

II. Pengaruh Faktor-faktor Situasional pada Persepsi Interpersonal
1. Desrkipsi verbal
Menurut Solomon E,. Asch rangkaian kata-kata sifat akan menentukan persepsi orang, misalnya cerdas, terampil, rajin, teguh, praktis, hangat, dan sebagainya.
2. Petunjuk proksemik
Proksemik adaalh studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan. Dalam konteks ini, jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain emnunjukkan tingkat keakraban di antara mereka (termasuk ketika berkomunikasi).
3. Petunjuk kinesik
Kinesik adalah studi tentang gerakan tubuh manusia seperti membusungkan dada, menundukkan kepala, berani tegak, bertopang dagu, menadahkan tangan, dan sebagainya. Beberapa peneltian telah membuktikan bahwa persepsi yang cermat tentang sifat-sifat orang dari pengamatan petunjuk kinesik. Suatu eksperimen yang menggunakan gambar-gambar kerangka dengan berbagai gerak, diperlihatkan pad subjek eksperimen. Persepsi mereka tentang perasaan, sifat, dan sikap gambar itu ternyata hampir seragam. Begitu pentingnya petunjuk kinesik, sehingga bila petunjuk-petunjuk lain (misalnya ucapan) bertentangan dengan petunjuk kinesik, maka orang akan akan mempercayai petunjuk kinesik. Mengapa demikian? Karena petunjuk kinesik adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orng yang menjadi stimuli. .
4. Petunjuk wajah
Seperti petunjuk kinesik, petunjuk wajah pun menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan.
5. Petunjuk paralinguistik
Paralinguistik ialah cara bagaimana orang mengucapkan lambang-lambang verbal. Jadi jika petunjuk verbal menunjukkan apa yang diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara, dialek, dan perilaku ketika orang berkomunikasi/mengobrol.
6. Petunjuk Artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan sepeti potongan tubuh, baju, kosmetik yang dipakai, badge, dan atribut-atribut lainnya.

III. Pengaruh Faktor-faktor Personal pada Pesepsi Interpersonal
1. Pengalaman.
Pengalaman orang mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorng ibu segera melihat hal yang tidak beres pad wajah anaknya atau pad petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi anaknya dibanding bapaknya.


2. Motivasi
Proses kontruktif sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi. Penelitian menemukan adanya pengaruh motivasi sosial pada persepsi. Di antara motivasi yang pernah diteliti antara lain motif biologis, ganjaran dan hukuman, karakteristik kepribadian, dan perasaan terancam karena persona stimuli.
Motivasi personal lainnya yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah ”kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil”. Menurut Melvin Lerner, kita perlu mempercayai bahwa dunia ini diatur secra adil, dalam arti bahwa setiap orang akan memperoleh apa yang pantas dan layak ia peroleh. Setiap orang diganjar dan dihukum karena perbuatannya. Bila kita melihat orang sukses, kita cenderung menanggapinya sebagai orang yang memiliki karakteristik baik. Kepada orang yang gagal dalam hidupnya kita akan melimpahkan dosa padanya, minimal kita anggap dia tidk baik. Jadi, motif dunia adil ini seringkali mendistorsi persepsi kita.
3. Kepribadian
Dalam psikoanalisis dikenal istilah proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan ego. Proyeksi adalah proses mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Contoh : Maling teriak maling; pejabat yang suka hidup mewah menganjurkan pola hidup sederhana; dan sebagainya.
Dalam konteks persepsi interpersonal, orang yang mempunyai sifat-sifat yang tidak baik dan tidak menyenanginya akan mengenakan hal tersebut pada orang lain. Sebaliknya, orang yang menerima dirinya apa adanya, adalah orang yang tidak dibebani perasaan bersalah, dan cenderung menafsirkan orang lain secara objektif dan cermat.

Kepribadian orang seperti mudah bergaul, ramah, terbuka/ekstrovert, tertutup/introvert, otoriter, dan sebagainya adalah faktor-faktor personal yang akan mempengaruhi orang ketika ia menilai orang lain/persepsi interpersonal.

IV. Pengaruh Persepsi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal
Perilaku kita dalam komunikasi interpersonal sangat bergantung pada persepsi interpersonal. Misalnya, bila Anda diberitahu bahwa ayahnya pemarah dan fanatik dalam agama, maka anda tidak akan berani berkunjung ke rumah cewek yang Anda taksir; bila Anda mempersepsi teman Anda orang yang cerdas, Anda akan banyak minta nasihat padanya.

V. Atraksi Interpersonal
Komunikasi interpersonal didahului oleh atraksi interpersonal. Atraksi interpersonal ialah ketertarikan yang terjadi di antara peserta komunikasi interpersonal. Makin tertarik kita pada seseorang, makin besar kecenderungan kita berkomunikasi dengan dia. Kesukaan pada orang lain, sikap positif, dan daya tarik seseorang inilah yang disebut atraksi interpersonal.

Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
1. Kesamaan karakteristik personal
2. Tekanan emosional/stress
3. Isolasi sosial
4. Harga diri yang rendah

Faktor-faktor Situasional yang Memepengaruhi Atraksi Interpersonal
1. Daya tarik fisik
2. Ganjaran
3. Familiarity
Artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik.
4. Kedekatan/proximity
5. Kemampuan/competence
Kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih
tinggi daripada kita, atau lebih berhasil dalam kehidupannya.

VI. Karakteristik Komunikasi Interpersonal
Judy C. Pearson (1983) mengemukakan enam karakteristik komunikasi intepersonal, sebagai brikut :
1) Komunikasi interpersonal dimulai dalam diri pribadi/self.
Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana pengalaman kita.
2) Komunikasi interpersonal bersifat transaksional
Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.
3) Komunikasi interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan
hubungan antarpribadi. Maksudnya komunikasi interpersonal tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa partner komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner kita.
4) Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
5) Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling
tergantung satu dengan yang lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi.
6) Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang
(irreversible).
Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita,
kita mungkin dapat minta maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa
yang pernah kita ucapkan (to forgive, but not to forget).
Demikian pula kita tidak dapat mengulang suatu pernyataan dengan
harapan untuk mendapatkan hasil yang sama, karena dalam komunikasi
interpersonal, hal ini sangat tergantung dari respons partner komunikasi
kita.

Komunikasi interpersonal dengan mengamati komponen-komponen utamanya, dalam hal ini adalah penyampaian pesan oleh satu orang dengan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan berbagai peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Misalnya pramuniaga dengan pelanggannya, anak dengan ayahnya, dua orang dalam suatu wawancara, dan sebagainya.

VII. Tahapan dalam Komunikasi Interpersonal
Ada lima tahapan dalam komunikasi interpersonal, yaitu :

1. Kontak
Tahap pertama kita melakukan kontak. Secara harfiah kontak berarti bersinggungan secara fisik. Ada beberapa macam persepsi alat indera seperti melihat, mendengar, merasa, mencium, dan sebagainya.
Pada tahap kontak inilah, selama empat menit pertama interaksi awal, anda memutuskan apakah anda ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak.
Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah.
Kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, dan keterbukaan akan terungkap pada tahap ini.


2. Keterlibatan
Tahap ini adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita ingin mengikatkan diri kita untuk mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita.
Contoh : dalam hubungan romantis, Anda mungkin melakukan kencan pada tahap ini; dalam hubungan persahabatan, Anda mungkin melakukan sesuatu yang menjadi minat bersama, misalnya prgi menonton pertandingan olah raga bersama-sama.

3. Keakraban
Pada tahap ini Anda akan mengikat diri Anda lebih jauh pada orang lain. Anda mungkin membina hubungan primer (primary relationship), di mana orang lain menjadi sahabat baik atau kekasih Anda. Komitmen ini bisa berbentuk perkawinan, membantu orang tersebut secara moril atu materil, atau Anda mungkin mengungkapkan suatu rahasia pribadi Anda.

4. Perusakan
Tahap ini mrupakan penurunan hubungan, ketika ikatan di antara kedua pihak melemah. Pada tahap perusakan ini Anda mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang Anda pikirkan sebelumnya. Hubungan Anda berdua menjadi lemah dan semakin jauh. Makin sedikit waktu yang Anda lalui secara bersama, dan bila Anda berdua bertemu Anda saling brdiam diri. Tidak banyak lagi waktu dan kegiatan untuk mengungkapkan diri. Jika tahap perusakan ini berlanjut, Anda akan memasuki tahap pemutusan.

5. Pemutusan
Pada tahap ini terjadi pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak.
Jika bentuk ikatan itu adalah prkawinan, maka pemutusann dilambangkan dengan perceraian.

VIII. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya tarik interpersonal
Hal-hal yang perlu diperhatikan pad daya tarik interpersonal adalah :

1. Fisik dan kepribadian
Bila Anda mengatakan “saya tertarik dengan orang itu”, maka yang Anda maksudkan adalah bahwa orang itu menarik secara fisik, kepribadiannya menarik, atau perilakunya menarik.
Pada umumnya kita lebih menyukai orang yang menarik secara fisik daripada orang yang secara fisik tidak menarik, atau kita lebih menyukai orang yang kepribadiannya menyenangkan daripada orang yang kepribadiannya tidak menyenangkan..

2. Membentuk citra
Kita melekatkan karakteristik positif kepada orang yang menurut kita menarik dan melekatkan karakteristik negatif kepada orang yang yang menurut kita tidak menarik.. Jika Anda diminta untuk meduga kualitas yang dimiliki oleh seseorang yang belum Anda kenal, maka Anda mungkin akan mengemukakan kualitas yang positif jika Anda merasa orang itu menarik dan sebaliknya.

3. Kedekatan/proksimitas
Perkembangan persahabatan dipengaruhi oleh jarak antarunit di mana mereka tinggal. Misalnya makin berdekatan kamar mahasiswa, makin besar kesempatan mereka menajdi sahabat. Mahasiswa yang menjadi sahabat adalah mereka yang mempunyai kesempatan terbesar untuk saling berinteraksi.






















4. Kesamaan
Misalnya dalam perkawinan, jika di antara kedua pihak banyak terdapat persamaan, maka dapat diperkirakan usia perkawinan mereka akan lebih langgeng daripada jika di antara mereka banyak terdapat perbedaan.

5. Saling melengkapi/komplementaritas
Orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama akan lebih mudah bersatu daripada orang-orang yang berbeda kepentingannya.


















MODUL VII
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Sistem Komunikasi Kelompok
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.


TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pengertian kelompok, klasifikasi kelompok dan pengaruh kelompok terhadap perilaku komunikasi, efektifitas komunikasi kelompok, dan faktor situasional yang mempengaruhi kelompok.

I. Pengertian
Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di pasar, terminal bis, atau yang sedang antri di loket bioskop tidak dapat disebut kelompok, tetapi disebut kumpulan/agregat.
Supaya agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran dari anggota-anggotanya akan adanya ikatan yang sama yang mempersatukan mereka.
Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (meskipun tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya.
Jadi, ada dua tanda kelompok secara psikologis, yaitu :
1. Anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (ada sense of belonging) yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota.
2. Nasib anggota-anggota saling bergantung, sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain.

II. Klasifikasi Kelompok
Dari perspektif psikologi, dan juga sosiologi, kelompok dapat diklasifikasikan ke dalam :
1) Kelompok Primer dan kelompok Sekunder
2) In-group dan Out-group
3) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
4) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

1) Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Pembagian seperti ini dikemukakan oleh Charles Horton Cooley (1909).
Kelompok primer ditandai adanya hubungan emosional, personal, dan akrab, menyentuh hati seperti hubungan dengan keluarga, teman sepermainan, tetangga sebelah rumah di pedesaan.
Kelompok sekunder adalah lawan dari kelompok primer, ditandai dengan hubungan yang tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita seperti organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya.

Perbedaan kelompok prmer dan kelompok sekunder dari karakteristik komunikasinya adalah sebagai berikut :
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan luas.
Artinya dalam kelompok primer kita mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dengan menggunakan berbagai lambang, verbal maupun nonverbal.
Sebaliknya pada kelompok sekunder, komunikasi bersifat dangkal (hanya menembus bagian luar dari kepribadian kita) dan terbatas (hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja). Di sini lambang komunikasi umumnya verbal dan sedikit sekali nonverbal.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer, yang penting buat kita personal. ialah siapa dia, bukan apakah dia. Siapa dia berarti yang dilihat adalah hakikat kemanusiaannya, bahwa dia adalah seorang manusia dengan segenap sifat-sifatnya sebagai manusia, yang baik dan yang buruk, yang mempunyai kekuatan sekaligus juga kelemahan. Sedangkan pada kelompok sekunder yang diperhatikan adalah apakah dia. Artinya yang dilihat adalah jabatan atau statusnya atau posisinya di tengah-tengah masyarakat seperti profesi atau pekerjaannya. Hubungan kita dengan anggota kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat dipindahkan (non-transferable).
3. Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi. Dalam kelompok primer, komunikasi yang berlangsung
selain lebih menekankan pada relasi antara peserta yang terlibat (komunikator –
komunikan ,misalnya orangtua-anak, guru-murid, dokter-pasien, atasan-
bawahan), juga menekankan pada cara penyampaian pesan.
Komunikasi dalam konteks ini dilakukan untuk memelihara hubungan
Baik. Sebaliknya pada kelompok sekunder, komunikasi lebih menekankan
pada isi/content atau substansinya.

2) Ingroup dan Outgroup
In-group adalah kelompok kita, dan Out-group adalah kelompok mereka.
Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder.
Keluarga kita adalah in-group kelompok primer. Fakultas adalah in-group kelompok sekunder.
Perasan in-group diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama.
Untuk membedakan in-group dan out-group, kita membuat batas/boundaries, yang menentukan siapa masuk orang dalam dan siapa orang luar.
Batas-batas ini dapat berupa lokasi geografis (Indonesia, Thailand, dsb.); sukubangsa (Jawa, Batak, Minang); pandangan/ideologi (Muslim, Kristen, liberal, konservatif,); profesi (akuntan, pedagang, dokter, dosen); bahasa (Inggris, Cina); status sosial (elite, menengah, bawah).

3) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
Pembagian kelompok ini dikemukakan oleh Theodore Newcomb yang melahirkan istilah membership group dan reference group.
Kelompok rujukan diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur/standar untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, maka kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif. Jika Anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negatif.

Erwin P. Bettinghaus mengemukakan cara-cara menggunakan kelompok rujukan dalam persuasi :
1. Jika mengetahui kelompok rujukan khalayak kita, hubungkanlah pesan kita dengan kelompok rujukan kita.
2. kelompok-kelompok itu mempunyai nilaiyang bermacam-macamsebagai kelompok rujukan. Misalnya bagi sebagian orang, keluarga mungkin lebih penting dari organisasi masa, dan bagi orang lain mungkin sebaliknya. Dalam merencanakan pesannya, komunikator harus memperhitungkan relevansi dan nilai kelompok rujukan yang lebih tepat bagi kelompok tertentu.
3. Kelompok keanggotaan jelas menentukan serangkaian perilaku yang baku bagi anggota-anggotanya. Standar perilaku ini dapat digunakan untuk menambah peluang diterimanya pesan kita.
4. Suasan fisik komuniksi dapat menunjukkan kemungkinan satu kelompok rujukan didahulukan dari kelompok rujukan yang lain.
5. kadang-kadang kelompok rujukan yang positif dapat dikutip langsung dalam pesan, untuk mendorong respons positif dari khalayak.

4) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright membagi kelompok pada dua kategori, yaitu kategori deskriptif dan kategori preskriptif.
Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Kategori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.

III. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
Ada tiga macam pengaruh kelompok terhadap komunikasi individu sebagai berikut :
1. Konformitas/conformity
2. Fasilitas sosial
3. Polarisasi

1) Konformitas
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok , baik secara nyata/real maupun hanya bayangan.
Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi kalau Anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah teman-teman Anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika Anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan Anda secara berurutan menunjukkan persetujuan mereka.
Contoh :
Pada waktu pemilihan Ketua Umum sebuah partai politik yang dihadiri oleh 33 orang perwakilan daerah. Salah seorang calon ketua umum (misalnya A) merancang 5 orang perwakilan daerah tersebut untuk berbicara dalam rapat pemilihan tersebut dan menyatakan pilihannya pada A. Maka setelah kelima orang tersebut selesai berbicara, anggota-anggota perwakilan daerah lainnya tanpa sadar akan ”terbawa” pada pendapat/pilihankelima orang tersebut, sehingga akan terpilih Calon A menjadi Ketua Umum.

2) Fasilitas sosial
Yang dimaksud dengan fasilitas sosial adalah peningkatan prestasi individu karena disaksikan kelompok.
Contoh, banyak pemain teater yang pada waktu latihan aktingnya “biasa-biasa” saja, tetapi pada waktu pertunjukan yang sesungguhnya akting mereka meningkat luar biasa dalam arti penghayatan mereka terhadap peran mereka benar-benar bagus.
Jadi ketika mereka ditonton oleh khalayak banyak atau orang banyak, prestasi pemain teater itu jauh lebih baik.
Contoh lainnya adalah : Seorang anak sekolah ketika berada di rumah akan terlihat baik perilakunya . Akan tetapi, ketika anak ini berada di tengah-tengah kelompoknya (baca : Geng Nero), maka perilakunya akan berubah menjadi nakal dan agresif. Bahkan ibunya terheran-heran dibuatnya, karena tidak menyangka anaknya bisa seperti itu, padahal di rumah ia terlihat diam dan kalem.

3) Polarisasi
Yang terjadi dalam komunikasi kelompok adalah, bahwa sebelum diskusi kelompok, para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras lagi.
Jadi polarisasi adalah proses mengkutub, baik ke arah mendukung/positif/pro maupun kea rah menolak/negative/kontra dalam suatu masalah yang diperdebatkan.

IV. Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
Ada 4 faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas komunikasi kelompok sebagai berikut :
1. Ukuran kelompok
2. jaringan komunikasi
3. Kohesi kelompok
4. Kepemimpinan

1) Ukuran kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok/performance bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua tugas kelompok, yaitu tugas koaktif dan tugas interaktif.
Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.
Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan produk, atau keputusan.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen (mencapai satu pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya sangat produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, ketrampilan, dan kemampuan yang terbatas.
Bila tuga memerlukan kegiatan yang divergen (menghasilkan berbagai kegiatan gagasan kreatif ), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.

2) Jaringan komunikasi
Ada lima macam jaringan komunikasi , yaitu :
a. roda
b. rantai
c. Y
d. lingkaran
e. bintang

Bagan atau gambar Jaringan Kelompok Roda, Rantai, Y, Lingkaran, dan Jaringan Kelompok Bintang secara lebih lengkap dapat dilihat di buku Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi.

Pada jaringan komunikasi model roda; seseorang, biasanya pemimpin, menjadi fokus perhatian. Ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.

Pada jaringan komunikasi rantai; A dapat berkomunikasi dengan B, B dapat berkomunikasi dengan dengan C, C dapat berkomunikasi dengan dengan D, dan begitu seterusnya.

Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang di sampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan hanya seseorang di sampingnya.

Pada jaringan komunikasi lingkaran; setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang, di samping kiri dan kanannya. Dengan perkataan lain, dalam model ini tidak ada pemimpin .

Pada jaringan komunikasi bintang, disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/all channel, setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.

Dalam hubungannya dengan prestasi kelompok, Leavit menemukan bahwa jaringan komunikasi roda, yaitu yang paling memusat dari seluruh jaringan komunikasi, menghasilkan produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi.
Sedangkan kelompok lingkaran, yang paling tidak memusat, adalah yang paling lambat dalam memacahkan masalah. Jaringan komunikasi lingkaran cenderung melahirkan sejumlah kesalahan.

Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa pola komunikasi yang paling efektif adalah pola semua saluran. Mengapa? Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan kepuasan kepada anggota serta paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berhubungan dengan masalah yang sulit.
Pola roda adalah pola komunikasi yang memberikan kepuasan paling rendah.

3) Kohesi kelompok
Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan interpersonal yang akrab, kestiakawanan, dan perasaan “kita” yang dalam.
Kohesi kelompok merupakan kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
Kohesi kelompok diukur dari :
a. keterikatan anggota secara interpersonal satu sama lain
b. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
c. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya.

Menurut Bestinghaus, ada beberapa implikasi komunikasi dalam kelompok kohesif, sebagai berikut :

1. Komunikator dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok jika
gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok.
2. Pada umumnya kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi. Ada tekanan ke arah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan.
3. Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan distribusi komunikasi di antara anggota-anggota kelompok.
4. Dalam situasi pesan tampak sebagai ancaman kepada kelompok, kelompok yang lebih kohesif akan cenderung menolak pesan.
5. Sebagai konsekuensi dari poin 4 di atas, maka komunikator dapat meningkatkan kohesi kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang bertentangan.

4) Kepemimipinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok.

Ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire.

V. Faktor Personal yang Mempengaruhi Kelompok
1. Kebutuhan interpersonal
2. Tindak komunikasi
3. Peranan

1) Kebutuhan Interpersonal
William C. Schultz merumuskan teori FIRO ( Fundamental Interpersonal Relation Orientation). Menurut teori ini, orang memasuki kelompok karena didorong oleh 3 kebutuhan interpersonal, yaitu :
a. inclusion : ingin masuk, menjadi bagian kelompok;
b. Control : ingin mengendalikan orang lain dalam suatu tatanan hirarkis.
c. Affection : ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

2) Tindakan komunikasi
Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi, baik secara verbal maupun nonverbal.
Dalam tindakan komunikasi, termasuk pernyataan, pertanyaan, pendapat, atau isyarat yang disampaikan atau yang diterima oleh para anggota kelompok.

3) Peranan
Seperti halnya tindakan komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara hubungan emosional yang baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja. Peranan yang pertama disebut peranan tugas kelompok; sedangkan yang kedua disebut peranan pemelihara kelompok; yang ketiga disebut peranan individual.

Peranan tugas kelompok mencakup :
a. Initiator – contributor
b. Information seeker
c. Opinion seeker
d. Information giver
e. Opinion giver
f. Elaborator
g. Summarizer
h. Coordinator – integrator
i. Orienter
j. Disagreer
k. Evaluator – critic
l. Energizer
m. Procedural – technician
n. Recorder



























FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL VIII
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Psikologi Komunikator
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.


TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang faktor-faktor yang terdapat pada diri komunikator yang mempengaruhi efektivitas pesan yang disampaikannya yang mencakup kredibilitas, atraksi komunikator, dan kekuasaan.

A. Pengantar
Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh terhadap khalayak bukan saja apa yang ia katakan (pesan), tetapi penampilannya, keadaan dirinya, cara berpakaiannya, model sisir rambutnya juga berpengaruh terhadap khalayak, dan sekaligus semuanya mendapat penilaian dari khalayak pada saat itu.
He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan tersebut. Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur “apa”.

Contoh :
Fatwa keagamaan dari seorang kiai, petunjuk kesehatan dari seorang dokter, perkembangan mode dari seorang perancang , atau uraian teknik belajar yang baik dari seorang psikolog akan lebih kita dengar daripada yang dikemukakan oleh orang lain.
Sebaliknya kita sulit mempercayai petunjuk bertani yang baik dari seorang diplomat, bimbingan penggunaan alat-alat kosmetik dari seorang ahli matematika, atau teknik berumah tangga yang baik dari seorang bujangan.

Di sisi lain, ketika seseorang berbicara di depan murid-murid sebuah sekolah, dan memperkenalkan dirinya adalah seorang Ustadz, sedangkan penampilan dirinya adalah sebagai berikut : rambutnya acak-acakan dan gondrong, bajunya kumal dan sobek, matanya terlihat merah. Maka sudah dapat dipastikan bahwa murid-murid di kelas itu sudah tidak percaya dengan “Sang Ustadz, meskipun ia belum menyampaikan nasehat-nasehatnya.

Aristoteles (filosof Yunani) menyebut karakter komunikasi tersebut sebagai ethos, yang terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik
(good sense, good moral character, good will).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari 2 unsur, yaitu keahlian (expertise) dan dapat dipercaya (trustworthiness).

Nasihat dokter kita ikuti, karena dokter memiliki keahlian. Akan tetapi kata-kata pedagang yang memuji barangnya sulit kita percayai, karena kita meragukan kejujurannya. Di sini pedagang tidak memiliki trustworthiness.

B. Dimensi-dimensi Ethos
Ada 3 dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ;
1) Kredibilitas
2) Atraksi
3) Kekuasaan

Sebelum ketiga faktor tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3. Ketundukan (compliance)

Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita.
Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena kita tahu bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut.
Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.

Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri.
Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.
Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.
Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).

Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan,
Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.

Dimensi-dimensi Ethos
1. Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu : pertama; kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator; kedua; kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas).

Karena kredibilitas itu adalah masalah persepsi, berarti kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (yaitu komunikate), topik yang dibahas, dan bergantung pula pada situasi.
Contoh :
- Anda mungkin memiliki kredibilitas di tengah-tengah teman-teman Anda, tetapi tidak berarti apa-apa di hadapan pimpinan universitas Anda.
- Seorang rektor di kampus tertentu mungkin mempunyai kredibilitas di tengah-tengah civitas akademikanya, tetapi ketika ia di rumah yang bersangkutan mungkin tidak punya kredbilitas lagi.
- Seorang dokter mempunyai kredibilitas di tengah mahsiswanya, tetapi kredibilitasnya turun ketika ia berada di tengah-tengah dokter spesialis bedah jantung.
- Seorang manajer pemasaran begitu tinggi kredibilitasnya ketika berhadapan dengan calon pembelinya, tetapi kredib Profesor botak akan didengarkan baik oleh mahasiswanya, tetapi tetap saja akan dimakan habis oleh buaya di sungai.

Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelaslah bahwa kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi si komunikate.
Oleh karena itu, ia dapat berubah atau diubah, terjadi atau dijadikan.
Kita dapat menghadirkan “the man in the street” di ruangan kuliah dan mengumumkan pada mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam ilmu komunikasi. Di sini kita membentuk persepsi orang lain dengan deskripsi verbal.
Kita juga dapat menurunkan kredibilitas komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang lusuh atau menyuruhnya berperilaku yang menyebalkan.
Di sini kita memanipulasi persepsi orang dengan petunjuk nonverbal.

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasinya disebut prior ethos.

Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal. Kita membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu, atau dari pengalaman wakilan/lewat pengalaman orang lain yang disampaikannya pada kita.
Misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa.
Bisa juga kita membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan orang itu, artinya kita meletakkannya pada skema kognitif kita. Misalnya, anda akan tekun mendengarkan penceramah yang diperkenalkan sebagai Kiai Haji Doktor Abdul Malik Ibrahim, karena gelar-gelar itu melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami ilmu agamanya.
Pada umumnya penelitian tentang kredibilitas berkenaan dengan prior ethos.

Faktor lain, selain persepsi dan topik yang dibahas, yang mempengaruhi kredibilitas adalah faktor situasi. Pembicara pada media massa memiliki kredibilitas yang tinggi dibandingkan dengan pembicara pada pertemuan RT. Begitu pula ceramah di hadapan civitas akademica suatu perguruan tinggi yang berstatus tinggi akan meningkatkan kredibilitas penceramah. Sebaliknya penceramah yang semula memiliki kredibilitas yang tinggi, akan hancur kredibilitasnya setelah ia berbicara pada situasi yang dipandang “kotor”, atau di tengah-tengah kelompok yang dianggap berstatus rendah.
Meskipun belum banyak penelitian dilakukan tentang pengaruh situasi terhadap persepsi komunikate tentang komunikator, akan tetapi dapat diduga bahwa pada akhirnya kredibilitas dipengaruhi oleh interaksi di antara berbagai faktor.

Komponen-komponen Kredibilitas
a. Keahlian
b. Kepercayaan

Ad. a. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicrakan. Komunikator yang dinilai tinggi pad keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Sebaliknya komunikator yang dinilai rendah pad keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.

Ad. b. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang brkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis. Atau apakah komunikator dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidk adil, dan tidak etis.

Koehler, Annatol, dan Appelbaum menambahkan 4 lagi sebagai komponen dari kredibilitas sebagai berikut :
c. dinamisme
d. sosiabilitas
e. koorientasi
f. karisma

Dinamisme umumnya berkaitan dengan cara orang berkomunikasi. Komunikator memiliki dinamisme bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, dan lemah. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.
Sosiabilitas adalah kesan komunkate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul.
Koorientasi merupakan kesan komunikate komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok orang yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di sekitarnya.Tokoh-tokoh yang baik dan juga yang buruk/tidk baik, memiliki karisma, bila iia memiliki pesona yang memukau para pengikutnya, yaitu pesona yang tidak dapat dijelaskan secar objektif ilmiah. Tokoh-tokoh itu seperti Kennedy, Nehru, Gandhi, Khomeini, Soekarno, dan sebagainya.

2. Atraksi
Terdapat faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal seperti daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan.
Kita cenderung menyenangi orang-orang yang tampan dan cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan yang memiliki kemampuan yang lebih dari kita.
Atraksi fisik menyebabkan komunikator menjadi menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kita juga tertarik kepada seseorang karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita.

Everest M. Rogers membedakan kondisi homophily dan heterophily. Homophily adalah suatu kondisi di mana komunikator dn komunikate meraskan adanya kesamaan, misalnya dalam hal status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, atau kepercayaan. Heterophily adalah adanya perbedaan antara komunikator dan komunikate dalam hal status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan juga kepercayaan.
Penelitian sosiologis, psikologis, dan juga komunikasi membuktikan bahwa faktor-faktor kesamaan tersebut berpengaruh terhadap efektivitas pesan-pesan yang disampaikan.
Karena itulah, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan adanya kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Kenneth Burke, seorang ahli retorika, menyebut upaya ini sebagai “strategy of identification”.

Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif sebagai berikut :
1) Kesamaan mempermudah proses penyandian/encoding, yaitu proses menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan.
2) Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduktif. Artinya, bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, orng akan terpengaruh oleh komunikator. Misalnya, bila saya menerangkan tentang paham sosialis religius pada anda, dan Anda adalah orang yang senang dengan paham sosialis dan religius, maka komunikasi saya dengan Anda akan efektif.
3) Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita tertarik pada komunikator, maka kita akan cenderung menerima gagasan-gagasnnya.
4) Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pad komunikator. Meskipun tesis ini belum terbukti, akan tetapi Simons menunjukkan adanya hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, walaupun hubungan itu lemah.

Penelitian menyimpulkan bahwa pada umumnya komunikator yang memiliki daya tarik akan lebih efektif daaripada komunikator yang tidak menarik; kecuali bila orang yang tidak menarik itu mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya.

3. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti halnya kredibilitas dan atraksi, ketundukan timbul dari antara komuniaktor dan komunikate.
Kekuasaan menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting.

French dan Raven mengemukakan jenis-jenis kekuasaan sebagai berikut :
1. Kekuasaan Kooersif (coersive power)
Yaitu menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu bisa bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atai pemecatan).

2. Kekuasaan Keahlian (expert power)
Kekuasaan ini berasal dari pengatahuan, pengalaman, ketrampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Misalnya dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pemikirannya.

3. Kekuasaan Informasional (informational power)
Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Misalnya, seorang karyawan di bidang informatika memiliki kekuasaan informasional ketika menyarankan kepada seorang pimpinan perusahaan untuk membeli jenis komputer tertentu.

4. Kekuasaan Rujukan ( referent power )
Di sini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan apabila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.

5. Kekuasaan Legal (legitimate power).
Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan. Contoh kekuasaan legal itu adalah rektor, dekan, direktur, kepala bagian di perusahaan, dan sebagainya.















FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL IX
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )


Pokok Bahasan : Psikologi Pesan
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.


TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang linguistik atau bahasa sebagai bentuk pengendalian perilaku komunikasi manusia, hubungan bahasa dengan persepsi dan berpikir, dan jenis-jenis makna.

I. Pengantar
Bahasa adalah teknik pengendalian perilaku orang lain, termasuk perilaku dalam berkomunikasi. Dengan bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata , Anda dapat mengatur perilaku orang lain.

Contoh :
- Ibu Anda dari Amerika dapat Anda gerakkan untuk datang ke rumah kontrakan Anda di Jakarta dengan mengirimkan kata-kata lewat telepon atau surat.
- Dengan teriakan “Bapak” seorang anak kecil dapat menggerakkan lelaki besar di seberang jalan untuk mendekati anak tersebut.
- Dengan aba-aba “maju-jalan” seorang sersan dapat menggerakkan puluhan tentara menghentakkan kakinya dan berjalan dengan langkah tegap.

Semua contoh-contoh tersebut di atas memperlihatkan bagaimana kekuatan bahasa atau kekuatan kata-kata (the power of word).
Bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan kalimat, yang disebut pesan linguistik.
Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paralinguistik. Di samping itu manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya dengan isyarat, yang disebut pesan ekstralinguistik.

II. Pesan Linguistik
Ada dua cara untuk mendefenisikan bahasa, yaitu fungsional dan formal.
Pertama; Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “ alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan”.
Kedua; Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dibuat menurut peraturan tata bahasa. Setiap bahasa mempunayi peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.

Tata bahasa meliputi 3 unsur, yaitu fonologi, sintaksis, dan semantik.
Untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa tersebut di atas, ditambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus mempunyai informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa tersebut. Misalnya, kita harus bisa membedakan bunyi ‘th’ dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kedua, kita harus mempunyai

pengetahuan tentang sintaxis, yaitu cara pembentukan kalimat. Misalnya dalam bahasa Inggris kita harus menempatkan “to be” pada kalimat-kalimat nominal. Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata. Misalnya, kita harus tahu apa arti “take” dan “take into account”. Pada tahap keempat, kita harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan. Dan pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam kepeercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.

III. Belajar Bahasa
Bagaimana manusia belajar bahasa sudah menjadi perhatian manusia sejak berabad-abad yang lalu. Beberapa penelitan membuktikan bahwa bila seorang anak manusia dipisahkan dari lingkungan manusia, maka ia tidak mampu berbicara. Sebaliknya, kita dapat melihat seorang anak berusia 4 tahun sudah dapat berbicara dengan kawan-kawannya dalam bahasa ibunya. Teori psikologi menyajikan dua teori mengenai bagaimana manusia dpat belajar, yaitu teori belajar dan teori nativisme.

III. Teori Belajar
Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses, yaitu asosiasi, imitasi, dan peneguhan.
Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu.
Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.
Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata yang benar.

B.F. Skinner menerapkan ketiga prinsip ini ketika menjelaskan 3 macam respon yang terjadi pada anak-anak, yang disebutnya respon mand, tact, dan echoic.

Respon mand ketika anak-anak mengeluarkan bunyi secara sembarangan. Misalnya, anak mengeluarkan bunyi “u-u” dan orangtuanya menganggapnya sebagai permintaan(command atau demand) agar diberi air. Kemudian orang tuanya segera memberinya air. Sejak saat itu, kalau si bayi menginginkan air, maka ia segera mengucapkan “u-u”.
Respon tact terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secra sembarangan ia mengucapkan bunyi. Orang tuanya Mengira ia menyebutkan satu kata, dan memberikan ganjaran. Misalnya, anak menyentuh gelas yang berisi air, lalu secara sembarangan ia mengucapkan “u-u”. Orang tuanya beranggapan bahwa anak itu mengatakan minum, lalu Sejak itu ketika anak mengucapkan “u-u”, maka orang tuanya memberinya minum.
Respon echoic terjadi ketika anak menirukan ucapan orang tuanyadalam hubungan dengan stimuli tertentu. Misalnya, setiap kali ibu memberikan air segar, ia mengatakan ‘minum”. Anak mencoba menirunya dan mengucapkan “u-u”. Sang ibu gembira mendengar ucapan itu, lalu memeluk, memangkunya sambil mengucapkan kata-kata yang lembut. Inilah yang disebut seabgai peneguhan terhadap upaya imitasiyang dilakukan anak.

Menurut Noam Chomsky, setiap anak mampu menggunakan satu bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah diprogram secara genetik dalam otak kita. Chomsky menyebutnya sebagai L.A.D
(Language Acquisition Device). LAD tidak mengandung kata, arti, atau gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang memungkinkan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa. Walaupun bentuk luar bahasa-bahasa di dunia ini berbeda-beda, akan tetapi bahasa-bahasa itu mempunyai kesamaan dalam struktur pokok yang mendasarinya. Inilah yang disebut Chomsky sebagai linguistik universal.

Adanya dasar fisiologis dari kemampuan dasar berbahasa dibuktikan dengan penemuan bidang Broca dan bidang Wernicke pada otak manusia.
Bidang Broca mengatur sintaxis, sehingga gangguan atau kerusakan pada bidang ini menyebabkan orang berbicara terpatah-patah dengan susunan kata yang tidak teratur. Kerusakan pada bidang Wernicke menyebabkan orang berbicar lancar tetapi tidak mempunyai arti.
Teori perkembangan mental dari Jean Piaget memprkuat teori Chomsky dengan menunjukkan adanya struktur universal yang menimbulkan pola berpikir yang sama pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan mental anak-anak. Kedua ahli membuktikan bahwa otak manusia bukanlah penerima pengalaman yang pasif, bukan papan tulis yang kosong, tetapi sebuah organ yang diperlengkapi dengan kemampuan-kemampuan bawaan. Penelitian eksperimen membuktikan bahwa, otak anak sejak lahir telah membawa prinsip-prinsip berbahasa yang sesungguhnya bukan merupakan proses hasil belajar.
Singkatna, bahasa merupakan proses interaksi di antara proses biokimia, faktor-faktor kematangan, strategi belajar, dan lingkungan sosial. Dalam konteks komunikasi, kedua teori tersebut di atas memberikan dasar bagi kita dalam menanmkan kemampuan menyusun pesan linguistik atau konsep-konsep baru pada komunikate.

IV. Bahasa dan Proses Berpikir
Menurut teori principle of linguistic relativity, bahasa menyebabkan kita memandang realitas sosial dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh Von Humboldt, Sapir, dan Whorf.

Menurut Whorf, pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa, dan karena bahasa berbeda, maka pandangan kita tentang dunia juga berbeda.
Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti telah diprogram oleh bahasa yang kita pakai. Dengan demikian, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.
Menurut Whorf, kategori gramatikal suatu bahasa menunjukkan kategori kognitif dari pemakai bahasa itu. Seperti halnya tentang persepsi, kita melakukan persepsi dengan menggunakan kategori kognitif. Kita juga berpikir dengan memakai kategori-kategori ini. Kita memberikan arti kepada apa yang kita lihat, yang kita dengar, atau yang kita rasa sesuai dengan kategori-kategori yang ada dalam bahasa kita.

Dalam hubungannya dengan berpikir, konsep-konsep dalam suatu bahasa cenderung menghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu.
Ada bahasa yang dengan mudah dapat digunakan untuk memikirkan masalah-masalah filsafat, tetapi ada juga bahasa yang sukar dipakai bahkan untuk memecahklan masalah-masalah matematika yang sederhana.

Bahasa terbukti mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan, dan menarik kesimpulan.
Bahasa memungkinkan kita untuk menyandi peristiwa-persitiwa dan objek-objek dalam bantuk kata-kata. Dengan bahasa, kitaa mengabstraksikan pengalaman kita, dan mengkomunikasikannya pada orang lain.
Yang perlu diingat adalah , bahwa kata-kata juga dapat menghambat proses berpikir. Hal ini terjadi bila ada kebingungan dalam mengartikan kata-kata.

V. Kata-kata dan Makna
Ada 3 jenis makna sebagai berikut :
1. Makna Inferensial,yaitu makna satu lambang atau kata adalah objek.
Proses pemberian makna ini terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent). Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
Misalnya “jari-jari” dapat menunjukkan setengah diameter, bagian dari roda sepeda, atau bagian dari tangan.
2. Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh
dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain.
3. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksudkan oleh seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicarikan rujukannya. Makna ini terdapat pada pikiran orang, dan hanya dimiliki oleh dirinya saja.

Dari perspektif psikologi, makna tidak terletak pada kata-kata, tetapi pada pikiran orang atau pada persepsinya. Makna terbentuk karena pengalaman individu.
Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, pendidikan yang sama, status sosial yang sama, ideologi yang sama, dan seterusnya.
Orang-orang dalam kelompok yang sama bahkan sering mengembangkan kata-kata yang dimiliki secara khusu oleh kelompok mereka saja.
Dengan perkataan lain, setiap profesi mengembangkan bahasanya sendiri.

Yang perlu ditekankan adalah bahwa isomorfisme total tidak pernah terjadi. Kita semua menyimpan makna perseorangan, terutama kalau kita berbicara tentang makna konotatif.
Makna konotatif menunjukkan asosiasi emosional yang mempengaruhi reaksi kita terhadap kata-kata. Misalnya kata-kata babu, pelayan, pembantu, pramuwisma, mempunyai makna konotatif yang berbeda. Begitu pula kata kuli, buruh, pegawai, dan karyawan. Kata demokrasi bermakna konotatif baik, sedangkan diktatur bermakna konotatif jelek.

Kita sedapat mungkin menghindari kata-kata dengan konotasi negatif dan menggantinya dengan kata-kata yang berkonotasi positif. Misalnya pejabat melaporkan adanya “daerah rawan pangan”, tidak menyebutkan “daerah kelaparan”. Bapak X tidak ditahan, akan tetapi “diamankan”. Putra ibu tidak bodoh, hanya “lambat belajar”. Harga-harga tidak naik, hanya “disesuaikan”.

Alfred Korzybsky, seorang ahli bahasa mengemukakan pandangannya tentang bahasa sebagai berikut :
1)Berhati-hati dengan abstraksi
Bahasa menggunakan abstraksi. Abtraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas untuk membedakannya dari hal-hal yang lain. Ketika kita melakukan kategorisasi, kita menempatkan realitas dalam kategori tertentu. Untuk membuat kategori, kita harus memprhatikan hanya sebagian dari sifat-sifat objek.
Contoh : Buku; buku adalah kategoiri yang didasarkan pada kenyataan bahwa ia adalah kumpulan kertas yang dijilid. Jadi buku yang ada pada anak SD, buku anak SMP, buku di kantor, dan buku yang ada di perpustakaan.

Kata-kata yang kita pergunakan berada padaa tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Semakin tinggi tingkat abstraksi kata, semakin sukar kata itu diverifikasi dalam kenyataan, dan makin ambigu makna kata itu.
Contoh :
A. Ilham : Adalah nama seorang pemuda : Tingkat Abstraksi : rendah
B. Pekerjaan : Mahasiswa FIKOM : ; ; : lebih tinggi
C. Kelompok pendidikan
D. Pencari ilmu
E. Pria
F. Manusia

2) Berhati-hati dengan Dimensi Waktu
Bahasa itu statis, sedangkan realitas dinamis. Ketika Anda berekasi pada satu kata, Anda sering menganggap makna kata itu masih sama. Lima tahun yang lalu anda bertemu dengan Rini. Sekarang Anda membicarakan Dia seolah-olah Anada membicarakan Rini yang lima tahun yang lalu. Padahal ia telah banyak berubah.

3) Jangan Mengacaukan Kata dengan Rujukannya
4) Jangan Mengacaukan Pengamatan dengn Kesimpulan
Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu. Pernyataan itu kita sebut pengamatan. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang diamati dengan sesuatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan, kta menghubungkan lambang dengan rujukan. Dalam kesimpulan kita menggunakan pemikiran.

VI. Pesan Nonverbal
Mark L. Knapp mengemukakan 5 fungsi pesan nonverbal sebagai berikut :
1. Repetisi
Artinya mengulang kembali gagasan yang sudah disjikan secara verbal.
Contoh : setelah saya menjelaskan penolakan saya, saya lalu menggelengkan kepala berkali-kali.
2. Substitusi
Artinya menggantikan lambang-lambang verbal.
Contoh : Tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut Anda, Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk.
3. Kontradiksi
Artinya menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal.
Contoh : Anda memuji prestasi teman Anda dengan mencibirkan bibir Anda “Hebat, kau memang hebat”.
4. Komplemen
Artinya melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Contoh : Air muka Anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi
Artinya menegaskan atau menggarisbawahi pesan verbal
Contoh : Anda mengungkapkan kejengkelan Anda dengan memukul meja.

Dale G. Leathers menyebutkan 6 alasan mengapa pesan nonverbal penting :
1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal
Misalnya, ketika kita mengobrol dengan tamu kita, kita banyak menyampaikan gagasan dengan pesan-pesan nonverbal.
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal
ketimbang pesan verbal.
Mahrabian telah meneliti bahwa hanya 7% rasa kasih sayang dapat
dikomuniaksikan dengan kata-kata. Selebihnya 38% lewat suara,
dan 55% dikomunikasikan lewat wajah (senyum, kontak mata, dll).
3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif
Bebas dari manipulasi, distorsi, dan kerancuan.
4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan.
5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efektif
dibandingkan dengan pesan verbal.
6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara langsung. Sugesti di sini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit.
Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal.























FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL X
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Khalayak
Terhadap Media Massa
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak terhadap media dan motivasi khalayak menggunakan media.
I. Teori Melvin deFleur dan Sandra Ball-Rokeach
DeFleur dan Ball-Rokeah melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan 3 kerangka teroritis, yaitu :
1. Perspektif perbedaan individual
2. Perspektif kategori sosial
3. Perspektif hubungan sosial

1) Perspektif perbedaan individual
Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna terhadap stimuli tersebut.
Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman belajar, dan berada dalam lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan pengaruh media masa yang berbeda pula.
Artinya, ada orang yang senang menonton tayangan sinetron sementara yang lainnya
benci dengan tayangan itu, tetapi lebih senang pada berita; ada orang yang setuju dengan tayangan infotainment sementara yang lainnya mengatakan tayangan itu tidak bermanfaat, bahkan haram; dan sebagainya.

Adanya perbedaan respon atau perbedaan sikap individu terhadap media sebenarnya dapat dipahami, karena konsep individu itu berasal dari kata individuum, yang artinya tidak terbagi. Manusia sebagai indidividu berarti orang perorangan yang mempunyai ciri-ciri kepribadian yang tidak ada duanya atau unik/khas dirinya. Bahkan meskipun ada dua orang anak kembar yang berasal dari sel telur yang sama, tetapi karakter mereka adalah berbeda. Kelihatannya sama akan tetapi sebenarnya ada nuansa atau perbedaan tipis dalam hal kepribadian mereka.

2) Perspektif kategori sosial
Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama. Kelompok sosial berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, hobby, tempat tinggal, gaya hidup, dan keyakinan beragama menampilkan kategori respons yang cenderung sama terhadap berbagai aspek kehidupan..
Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respons kepadanya dengan cara yang hampir sama pula.
Misalnya, anak-anak akan membaca Bobo, Ananda, Hai, dsbnya;
Ibu-ibu akan akan membaca Femina, Ayah Bunda; orang-orang yang senang dengan motor/mobil akan berlangganan majalah Otomotif atau Otobuilt; orang-orang yang senang tanaman akan membaca majalah Trubu, dan sebagainya.

3) Perspektif hubungan sosial
Perspektif ini menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa.
Perspektif ini tampak pada model “two step flow of communications”.
Dalam model ini, informasi bergerak melewati dua tahap. Tahap pertama; informasi bergerak pada sekelompok individu yang relatif lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Tahap kedua; informasi bergerak dari orang-orang tersebut di atas (disebut pemuka pendapat/opinion leader) dan kemudian melalui saluran-saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal informasi.
Jadi penekanannya adalah pada adanya relasi social informal yang berlangsung di antara orang-orang, yang antara lain peranan ini dimainkan oleh pemuka pendapat seperti yang ada di pedesaan, misalnya kiai, ajengan, niniak mamak, tetua adat, dan sebagainya.
Berbicara mengenai motivasi khalayak dalam menggunakan media, berarti focus perhatian diarahkan pada teori Uses and Gratification.
Teori ini menjawab pertanyaan-pertanyaan : apa yang mendorong kita menggunakan media? Mengapa kita senang acara X dan membenci acara Y? Bila Anda kesepian, mengapa Anda lebih senang mendengarkan musik klasik dalam radio daripada membaca novel? Apakah media massa berhasil memenuhi kebutuhan kita?.
Para pendiri teori ini adalah Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch.

Asumsi-asumsi teori uses and gratification adalah :
1. Khalayak dianggap aktif; artinya penggunaan media massa oleh khalayak diangap mempunuai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah sebagian dari begitu luasnya kebutuhan manusia. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan.
4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak; artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.

Model uses and gratification memandang individu sebagai mahluk supra- rasional dan sangat selektif. Jadi model ini bertolak belakang dengan model atau teori “Jarum Hipodermic” atau “Magic Bullets Theory” yang memandang media massa, lewat pesan-pesannya, adalah sangat ampuh/powerful, sementara di sisi lain khalayak dipandang pasif.

Jadi jelaslah kita menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa, dan pada pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat pula dipuaskan sumber lain selain media massa.
Misalnya, ketika kita ingin mencari kesenangan, maka media massa dapat memeberikan hiburan; ketika kita mengalami goncangan batin, maka media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan; ketika kita kesepian, maka media massa berfungsi sebagai sahabat.
Akan tetapi, semua yang disebut di atas, yaitu hiburan, kesenangan, persahabatan, dan ketenangan dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti kawan, hobi, atau rumah ibadah.
Oang-orang berbeda pendapat mengenai apakah konsumsi media massa merupakan perilaku yang didorong oleh motif. Sebagian orang mengatakan bahwa terpaan media lebih merupakan kegiatan yang kebetulan dan sangat dipengaruhi oleh factor eksternal. Sebagian yang lain memandang pemuasan kebutuhan dengan media begitu kecil dibandingkan dengan kebutuhan khalayak, sehingga faktor motivasional hamper tidak berperan dalam menentukan terpaan media. Sebagian yang berpendapat bahwa, walaupun ada pemuasan potensial dalam komunikasi massa, akan tetapi kita tidak begitu berhasil dalam menemukan pemuasan karena media massa tidak memberikan petunjuk tentang potensi ganjaran yang dapat diberikannya.

II. Motif Kognitif Gratifikasi Media
Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu.
1. Teori Konsistensi
Teori ini mendominasi penelitian psikologi sosial pada tahun 1960-an. Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang dihadapkan pada berbagai konflik. Konflik ini mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan yang dimilikinya.
Misalnya di antara kepercayaan “merokok itu merusak kepercayaan” dan “merokok itu membantu proses berpikir”.
Atau konflik di antara beberapa hubungan sosial, misalnya “saya menyukai Rini”; Rini membenci Iwan”; sedangkan “Saya menyukai Iwan”, konflik di antara pengalaman masa lalu dan masa kini.

Dalam suasan konflik, manusia tidak tenang dan berusaha mendamaikan konflik itu dengan mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi.
Misalnya, kembali pada contoh di atas, “Tetapi rokok yang saya isap sudah disaring filter”, atau “saya merokok tidak terlalu sering-sering amat”. Atau melemahkan salah satu kekuatan penyebab konflik, misalnya “Saya tidak begitu senang pada Iwan”.

Dalam hubungan ini, Komunikasi massa empunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi pada saat yang sama, karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan konsisitensi.
Media massa juga menyajikan berbagai rasionalisasi, justifikasi, atau pemecahan persoalan yang efektif. Komunikasi massa kadangkala lebih efektif daripada komunikasi interpersonal, karena melalui media massa orang menyelesaikan persolan tanpa terhambat gangguan seperti yang terjadi dalam situasi komunikasi interpersonal.

2. Teori Atribusi
Teori ini berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an. Teori ini memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya.

Teori ini mencoba mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa untuk melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.
Misalnya, kita tidak begitu gembira ketika dipuji oleh orang – yang menurut persepsi kita – menyampaikan pujian itu kepada karena ingin dia ingin meminjam uang pada kita.

Teori Atribusi menyatakan, kita memiliki banyak teori tentang peristiwa-peristiwa. Kita senang bila teori-teori ini “terbukti” benar.
Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, media massa memberikan validasi atau pembenaran pada teori kita dengan menyajikan realitas yang disimplikasikan, dan didasarkan pada stereotype.
Media massa seringkali menyajikan kisah-kisah (fiktif atau faktual) yang menunjukkan bahwa yang jahat selalu kalah dan kebenaran selalu menang. Berbagai kelompok yang mempunyai keyakinan yang menyimpang dari norma yang luas dianut oleh masyarakat akan memperoleh validasi dengan membaca majalah atau buku dari kelompoknya.
Misalnya, orang-orang lesbian atau homoseks yakin bahwa perilakunya bukanlah menyimpang, karena mereka membaca buku dan majalah yang mendukungnya.

3. Teori Kategorisasi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya.
Untuk setiap peristiwa sudah disediakan tempat dalam prakonsepsi yang dimilikinya. Dengan cara itu, individu menyederhanakan pengalaman, tetapi juga membantu mengkoding pengalaman dengan cepat.

Menurut teori ini, orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya, dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya.
Dikaitkan dengan komunikasi massa, pandangan ini menunjukkan bahwa isi media massa, yang disusun berdasarkan alur-alur cerita yang tertentu, dengan mudah diasimilasikan pada kategori-kategori yang ada. Berbagai upacara, pokok dan tokoh, dan berbagai peristiwa biasanya ditampilkan sesuai dengan kategori-kategori yang sudah diterima.
Misalnya, ilmuwan yang berhasil karena kesungguhannya, pengusaha yang sukses karena bekerja keras, adalah contoh-contoh peristiwa yang memperkokoh prakonsepsi bekerja keras dan kesungguhan.

4. Teori objektifikasi
Teori memandang manusia sebagai mahluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan kosep-konsep tertentu.
Teori ini menunjukkan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku yang tampak.

Teori objektifikasi menunjukkan bahwa terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk menafsirkan atau mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan-perasaan negatif pada faktor-faktor eksternal, atau untuk memberikan kriteria pembanding yang ekstrem untuk perilakunya yang kurang yang kurang baik.
Misalnya, seorang pegawai yang merasa tidak begitu bersalah ketika ia menyelewengkan uang kantor setelah mengetahui peristiwa korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh orang lain.

5. Teori Otonomi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom.
Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, media massa tampaknya sedikit sekali memuaskan kebutuhan humanistik ini. Acara televisi atau isi surat kabar tidak banyak membantu khalayak untuk menajdi orang yang mampu mengendalikan nasibnya.

6. Teori Stimulasi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang “lapar stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman yang baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya.
Dalam hubungannya dengan komuniksi massa, media massa seperti TV, radio, film, dan surat kabar mengantarkan orang paa dunia yajng tidak terhingga, baik lewat kisah-kisah yang fantastis maupun yang aktual.

III. Motif Afektif Gratifikasi Media
1. Teori Reduksi Ketegangan
Teori memandang manusia seabgai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurang ketegangan.
Tegangan emosional karena marah berkurang setelah kita mengungkapkan kemarahan itu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ungkapan perasaan dipandang dapat berfungsi sebagai katarsis atau pelepas ketegangan.

Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa-peristiwa atau adegan-adegan kekerasan.
Itulah sebabnya teori ini mengatakan, penjahat mungkin tidak jadi melepaskan dendamnya setelah puas menyaksikan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang jagoan dalam film.
2. Teori Ekspresif
Teori ini mengatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi dirinya, dalam arti menampakkan perasaan dan keyakinannya.
Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, komunikasi massa mempermudah orang untuk berfantasi, melalui identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan, sehingga orang secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya.
Media massa bukan saja membantu orang untuk mengembangkan sikap tertentu, tetapi juga menyajikan berbagai macam permainan untuk ekspresi diri, misalnya melaui teka teki silang, kontes, acara kuis dan lain-lain.
3. Teori ego-defensif
Teori ini beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan berusaha untuk mempertahankan citra diri ini.
Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, dari media massa kita memperoleh informasi untuk membangun konsep diri kita , pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat-sifat manusia.

Pada saat citra diri kita mengalami kerusakan, media massa dapat mengalihkan perhatian kita dari kecemasan kita. Dengan demikian, komunikasi massa memberikan bantuan dalam melakukan teknik-teknik pertahanan ego.

4. Teori Peneguhan
Teori ini memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu.
Menurut kerangka teori ini, orang menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.

Di samping isi media yang memang menarik, tindkan menggunakan media sering diasosiasikan dengan suasana yang menyenangkan; misalnya menonton televisi dilakukan di tengah-tengah keluarga, membaca buku dilakukan di tempat yang sepi dan tenang dan jauh dari gangguan, dan sebagainya.

5. Teori Afiliasi
Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain.
Dalam hubungannya dengan gratifikasi media, banyak sarjana ilmu komunikasi yang menekankan fungsi media massa dalam menghubungkan individu dengan individu lain.
Misalnya, Lasswell menyebutnya fungsi “correlation”.
Ahli mengatakan, komunikasi massa digunakan individu untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain seperti keluarga, teman, bangsa, dan sebagainya.

6. Teori Identifikasi
Teori ini melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang meuaskan pada konsep dirinya.
Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, media massa yang menyajikan
cerita fiktif dan faktual, mendorong orang-orang untuk memajukan peranan yang
diakui dan berdasarkan gaya tertentu.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL XI
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Efek Kognitif Media Massa
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pembentukan dan perubahan citra sebagai efek kognitif media massa, dan efek prososial media massa.

I. Pengertian Informasi dan Citra
Informasi adalah segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi”.
Misalnya, seorang insinyur genetic datang dan memberitahukan bahwa mahluk yang ada di depan Anda adalah “chimera”, hasil perkawinan gen manusia dengan gen monyet. Ketidakpastian Anda berkurang, dan alternative tindakan yang akan Anda lakukan juga berkurang. Apabila Anda bertanya lebih jauh, mahluk itu ternyata jinak dan cerdas, maka makin sedikit alternatif tindakan Anda. Sekarang realitas di depan Anda tidak lagi realitas tak berstruktur. Informasi yang Anda peroleh telah menstruktur dan mengorganissi realitas.
Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran seperti itu disebut citra.
Citra menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu.

Citra adalah peta kita tentang dunia. Tanpa citra kita akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita.

Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, komunikasi massa tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu. Komunikasi massa, khususnya media massa, cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan, dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku.
Contoh :
- Media massa seperti televisi yang seringkali menayangkan cerita tentang Jakarta lewat sinetron dengan menggambarkan hotel, mall, restoran mahal, dan kehidupan glamour lainnya, akan membentuk citra di kepala orang-orang pedesaan, bahwa di Jakarta itu ”hidup enak” dan nikmat.
- Media cetak yang seringkali memberitakan peristiwa kriminalitas secara vulgar yang terjadi di Jakarta, membuat orang-orang menganggap Jakarta adalah kota yang tidak aman. Akibatnya, orang-orang tidak berani pulang malam, atau tidak berani pergi sendirian di malam hari.

II. Pembentukan dan Perubahan Citra
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi.
Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisikan citra.

Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita.
Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang , atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa datang untuk menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial politik; televisi menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indera kita.
Surat kabar menajdi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang terjadi di seluruh dunia, buku kadang-kadang bisa menjadi kapsul yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang., film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu.

Realitas yang disampaikan media adalah realitas yang sudah diseleksi, yang disebut realitas tangan kedua (second hand reality). Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengenyampingkan tokoh-tokoh lain yang lain. Begitu juga surat kabar, melalui proses yang disebut “gatekeeping” menapis berbagai berita dan memuat berita tentang “darah dan dada (blood and breast) daripada tentang teladan dan kesuksesan.
Karena khalayak tidak dapat dan tidak sempat mengecek apa yang disampaikan oleh media massa, maka khalayak cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan apa yang dilaporkan oleh media massa.

Jadi, pada akhirnya kita membentuk citra kita tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Karena televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia lebih keras, lebih tidak aman, dan lebih mengerikan.

Menurut para ahli, penelitian berkenaan dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial menemukan bahwa penonton televisi kelas berat cenderung memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, merasa bahwa berjalan sendirian berbahaya, dan lebih berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Jadi jelas bahwa citranya tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam televisi.
Hal yang sama berlaku pada surat kabar. Bila kita berlangganan surat kabar Lampu Merah, besar kemungkinan kita menduga dunia ini dipenuhi oleh pembunuhan, penjambretan, perkosaan, penganiayaan, dan pencurian.
Jadi jelaslah bahwa, baik surat kabar maupun televisi dapat menonjolkan situasi atau orang tertentu di atas situasi atau tokoh lain.

Berkaitan erat dengan penonjolan yang dilakukan oelh media massa, Lazarsfeld dan Merton menjelaskan fungsi media dalam memberikan status. Karena namanya, gambarnya, atau kegiatannya dimuat oleh media, maka orang, organisasi, atau lembaga mendadak mendapat reputasi yang tinggi. Dalam hal ini dikenal istilah ”names makes news”. Sebaliknya dalam kaitannya dengan citra yang ada sekarang adalah ’news makes name”. Artinya orang yang tak terkenal mendadak melejit namanya, karena ia diungkapkan secara besar-besaaran dalam media massa. Bahkan orang yang terkenal, perlahan-lahan akan dilupakan oleh orang, karena tidak pernah lagi diliput oleh media.

Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat. Oleh karena itu, terjadilah apa yang disebut stereotype.
Stereotype adalah gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dasn seringkali timpang dan tidak benar.
Misalnya di Amerika Serikat, media massa memperlihatkan kelompok minoritas seringkali ditampilkan dalam stereotype yang merendahkan, orang Negro bodoh, malas, dan curang; orang Indian liar dan ganas; orang Asia umumnya pekerja kasar seperti pelayan, tukang cuci, dan tukang masak.
Contoh lain, dalam film-film Indonesia wanita sering ditampilkan sebagai mahluk cengeng, senang kemewahan, dan seringkali cerewet. Bila penampilan seperti iitu terus menerus, akan menciptakan stereotype pada diri khalayak komunikasi massa tentang orang atau lembaga.

Di sinilah bahaya pesan-pesan media massa. Itulah sebabnya ada orang-orang yang memandang komunikasi massa sebagai ancaman terhadap nilai dan rasionalitas manusia.
Menurut mereka, media massa menimbulkan depersonalisasi dan dehumanisasi manusia. Media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga menipu manusia dan memberikan citra dunia yang keliru. Dalam hal ini C. Wright Mills menyebutnya sebagai ’pseudoworld” yang tidak serasi dengan perkembangan manusia.

Bagi kritikus sosial, media massa sering menampilkan lingkungan sosial yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu, media massa membentuk citra khalayak nya ke arah yang dikehendaki oleh media tersebut.

Selain media berperan dalam membentuk citra, media massa juga berperan dalam mempertahankan citra yang sudah dimiliki oleh khalayaknya.
Teori ”reflective –projective theory” beranggapan bahwa media massa adalah cermin masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu, artinya menimbulkan tafsir yang macam-macam., sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya. Media massa mencerminkan citra khalayak, dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media massa.
Misalnya, berita-berita luar negeri bagi orang Amerika, yang melaporkan bencna, kelaparan, dan kekacauan di negara dunia Ketiga akan memperkokoh citra mereka tentang negara terkebelakang yang belum tersentuh ’peradaban modern”. Pada gilirannya, film-film Amerika memperkokoh citra kita tentang Amerika sebagai penganut freesex, negara sebagai polisi dunia, dan pusat teknologi dunia.

Menurut Klapper, media bukan saja mempertahankan citra khalayak, media lebih cenderung menyokong status quo ketimbang perubahan. Roberts menganggap kecenderungan timbul karena 3 hal sebagai berikut :

1. Reporter dan editor memandang dan menafsirkan dunia sesuai dengan citranya tentang realitas seperti kepercayaan, nilai, dan norma;
Karena citra itu disesuaikan dengan norma yang ada, maka ia cenderung untuk melihat atau mengabaikan alternatif lain untuk mempersepsi dunia.
2. Wartawan selalu memberikan respon pada tekanan halus yang merupakan kebijaksanaan pemimpin media;
3. Media massa sendiri cenderung menghindari hal-hal yang bersifat kontroversial, karena kuatir hal-hal tersebut akan menurunkan jumlah khalayaknya.
Audience share dikuatirkan direbut oleh media saingan. Dengan begitu, yang paling aman ialah menampilkan dunia sedapat mungkin seperti yang diharapkan oleh kebanyakan khalayak.

Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat
modern orang memproleh informasi tentang dunia dari media massa. Pada saat yang sama, mereka sulit mengecek kebenaran yang disajikan media.
Contoh : pada awalnya Anda mengira bahwa di negara-negara Arab yang ada hanyalah kesalehan dn ketatan pada agama Islam, sampai suatu kali Anda membaca di Majalah TEMPO yang menceritakan suatu tempat maksiat di Negara Bahrain. Anda harus menyusun kembali citra Anda tentang negara-negara yang ada di jazirah Arab.
Contoh lain adalah, selama beberapa tahunorang Amerika memandang Richard Nixon sebagai seorang pemimpin negara yang baik, sampai 2 orang wartawan membongkar skandal Watergate. Mereka harfus mengubah citra mereka terhadap Nixon. Sampai kemudia mereka memprotes dan Nixon diganti.

Laporan investigative wartawan amat menentukan dalam mengubah citra kita tentang lingkungan. Perubahan citra tentu saja disusul dengan serangkaian perilaku. Meskipun laporan itu belum tentu benar, tetapi orang tidak mempunyai waktu untuk memeriksa kebenarannya, sedangkan tindakan tidak dapat ditangguhkan.
Misalnya, Kampung tertentu di daerah tertentu banyak didatangi pengunjung dari luar daerah, setelah diberitakan bahwa kampung itu berhasil dalam mengubah lingkungannya.

Media massa mengubah citra khalayak tentang lingkungannya. Media massa memberikan perincian, analisis, dan tinjauan mendalam tentang berbagai peristiwa. Penjelasan itu tidak mengubah, tetapi menjernihkan citra kita tentang
Lingkungan.
Oleh karena itu, karne penjelasan media massa tersebut, kita bahkan dapat menentukan mana isu yang penting dan mana yang tidak penting.

Efek Prososial Kognitif
Bila taelevisi, radio, dan surat kabar menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang berguna, apakah khalayaknya akan memperoleh manfaat?
Yang dimaksud adalah, bila televisi menyebabkan Anda lebih mengerti tentang Bahasa Indonesia yang baik dan beanr, maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati Anda tergerak untuk menolong mereka , maka media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau Anda untuk menyumbang, lalu Anda mengirimkan sumbangan dalam bentuk uang ke sana, maka terajdilah efek prososial behavioral.
Contoh : Film televisi “Sesame Street”. Film ini dibuat dalam rangka mempersiapkan anak-anak prasekolah untuk mengembangkan ketrampilan dalam hal :
1. proses simbolik, seperti mengenal huruf, angka, bentuk – bentuk geometris;
2. Organisasi kognitif seperti diskriminasi perseptual, memahami hubungan di antara objek dan peristiwa, mengklasifikasikan, memilih, dan menyusun;
3. Berpikir dan memecahkan masalah;
4. Berhubungan dengan dunia fisik dan sosial..

Film ini dirancang oleh pendidik, psikolog, dan ahli-ahli media massa.
Setelah diteliti secara mendalam, baik melalui penelitian lapangan maupun penelitian eksperimen, terbukti bahwa film tersebut berhasil mempermudah proses belajar.
Digabungkan dengan dorongan orang dewasa, efek prososial kognitif ini makin kelihatan. Hal ini terlihat ketika ada siaran pendidikan televisi, yang menggabungkan unsur informasi dan hiburan, telah berhasil menanamkan pengetahuan, pengertian, dan ketrampilan.

Banyak orang memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang bidang yang diminatinya dari berita dan pandangan yang ditampilkan oleh surat kabar, radio, dan televisi. Bahkan majalah-majalah, terutama majalah khusus yang diterbitkan untuk profesi atau kalangan tertentu, telah menjadi sumber informasi dan rujukan bagi pembacanya. Buku sudah menjadi tempat penyimpanan memori peradaban manusia sepanjang jaman. Pada buku orang menyimpan pengetahuan, dan dari buku mereka memperoleh pengetahuan.
Semua bentuk media massa telah menyumbang bagi transformasi nilai-nilai dan perbendaharaan pengetahuan dan peradaban umat manusia.

Efek Prososial Behavioral
Salah satu perilaku prososial ialah memiliki ketrampilan ayng bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Ketrampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal seperti orang tua, teman, atasan, guru, dan sebagainya.
Dalam dunia modern sekarang ini, sebagian dari tugas mendidik telah dilakukan oleh media massa. Buku, majalah, dan surat kabar sudah diketahui mengjarkan kepada pembacanya berbagai ketrampilan. Buku teks menyajikan petunjuk penguasaan ketrampilan secara sistematis dan terarah. Majalah profesi memberikan resep-resep praktis dalam emngatrasi berbagai persoalan. Surat kabar membuka berbagai ruang ketrampilan seperti fotografi, petunjuk penggunaan komputer, rsep makanan, dan sebagainya.

Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki ketrampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.

Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam 4 tahapan proses, yaitu :
1. Proses perhatian
2. Proses Pengingatan
3. Proses reproduksi motoris
4. Proses motivasional

1) Proses Perhatian
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa itu dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran. Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang tua kita, teman, guru, atau sajian media massa.
Kita baru dapat mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat
kita menyaksikan peristiwa yang dapat kita teladani. Tetapi tidak seluruh
peristiwa itu kita perhatikan.
Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yagn tampak
menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang, dan menimbulkan perasaan
positif pada pengamatnya.

2. Proses Pengingatan
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus
Sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan
memanggilnya kembali tatkala mereka akan bertindak sesuai dengan teladan
yang diberikan.

3. Proses reproduksi motoris
Tahap ini tahap menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita
amati. Untuk melakukan itu, perlu motivasi.
4. Proses Motivasional
Proses motivasional bergantung pada peneguhan. Ada 3 macam peneguhan yang mendorong kita bertindak, yaitu peneguhan eksternal, peneguhan gantian, dan peneguhan diri.
Misalnya, Pelajaran Bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukannya hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kita, atau bila kita yakin bahwa orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal.

Kita akan terdorong melakukan perilaku teladan bila kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatnnya. Inilah yang disebut peneguhan gantian.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal.
















FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA


MODUL XII
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Efek Afektif Media Massa
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dpat memahami dan menjealaskan kembali tentang pembentukan dan perubahan sikap dan efek emosional media massa.

I. Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pengaruh media massa terhadap pembentukan dan perubahan sikap dapat disimpulkan pada lima prinsip umum sebagai berikut :
1. Pengaruh komunikasi masa di antarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.
2. Karena adanya faktor-faktor tersebut di atas, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, meskipun kadang-kadang berfungsi sebagaqi media pengubah (agent of change).
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada perubahan seluruh sikap (konversi) dari satu segi masalah ke segi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.

Media massa diduga sebenarnya efektif dalam mengubah sikap, tetapi alat ukur kita gagal untuk mendeteksi perubahan tersebut.

Mengapa para peneliti tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa, hal ini dapat dijelaskan karena berbagai alasan sebagai berikut

a. Terjadi terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung menerima hanya informasi yang menunjang konsepsi yang telah ada sebelumnya.
b. Ketika kita mengukur efek media massa, kita mengukur efek yang saling menghapus; artinya orang menerima bukan saja media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi juga media yang menentang hal tersebut.
c. Media memang tidak menyebabkan orang berubah sikap, tetapi hanya
memperkokoh kecenderungan yang sudah ada, sehingga setiap pihak
dengan kampanyenya, berusaha menghindari pindah ke pihak yang lain.
d. Pada umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap-sikap
politik yang didasarkan pada keyakinan yang dipegang, bukan pada
sikap yang berlandaskan keyakinan yang dangkal.
e. Mereka yang diterpa media massa diduga adalah orang-orang yang
lebih terpelajar, lebih tahu dan lebih stabil dalam hal kepribadian,
sehingga mereka menerima pesan media dengan gagasan yang
sudah terumus lebih tegas.
f. Media massa diduga tidak berpengaruh langsung pada khalayak,
tetapi terlebih dahulu melewati pemuka pendapat/opinion leader.
g. Media massa tidak mengubah pendapat, tetapi mempengaruhi penonjolan suatu isu di atas isu yang lain, sebagaimana dinyatakan oleh teori agenda setting.

Argumentasi poin g tersebut memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara efek kognitif dan efek afektif. Ciladini, Petty, dan Cacioppo bahkan menunjukkan bahwa perhatian para peneliti belakangan lebih terpusat pada respon-respon kognitif sebagai mediator untuk sikap. Semua ini memperlihatkan bahwa adanya peranan struktur kognitif terhadap pembentukan sikap.

Menurut Solomon E. Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, artinya pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Hubungan kita dengan mereka pasti didasarkan pada informasi yang kita peroleh tentang sifat-sifat mereka. Dengan demikian sikap kita pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra kita tentang orang atau objek tersebut.

Contoh :
a). Bila kita mengetahui bahwa penyakit cacar disebabkan virus, kita akan bersikap positif pada vaksinasi, tetapi bila kita mengetahui bahwa cacar disebabkan oleh mahluk halus, maka kita bersikap negative pada vaksinasi
b) Bila kita tahu bahwa pemerintah dipegang oleh orang-orang yang jujur, berdedikasi, dan dan selalu beropientasi pada kepentingan rakyat, maka sukar bagi kita untuk berpartisipasi pada setiap program pemerintah.
Sebaliknya bila kita yakin pemerintah dikendalikan oleh koruptor yang mementingkan diri sendiri, maka akan sulit bagi kita untuk bersikap positif terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah.

Oleh karena itu, kesimpulan Asch adalah, bahwa tidak ada teori sikap atau aksi social yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya.

Dengan perkataan lain, sikap ditentukan oleh citra. Pada akhirnya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber-sumber yang paling epnting dalam kehidupan modern ialah media massa. Media massa tidak emngubah sikap secara langsung, melainkan media massa emngubah citra terlebih dahulu, baru kemudian citra yang mendasari sikap.

Penelitian dalam bidang komunikasi politik, khususnya peranan media massa dalam sosialisasi politik, memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara terpaan media massa dengan sikap politik.
Sikap terahdap pemerintah, penolakan pada otoritas, kesenangan pada pemimpin negara, dan sikap pada politisi berkaitan erat dengan terpaan surat kabar, radio, dan televise.

Kesimpulan penelitian Charles K. Atkin, mengatakan bahwa media massa secara secara signifikan mempengaruhi orientasi afektif, walupun dampaknya tidak sebesar pada orientasi kognitif.

II. Rangsangan Emosional
Penelitian komunikasi mengalami kesulitan untuk mengukur emosi sedih, gembira, atau takut sebagai akibat pesan media massa.
Misalnya kita tidak dapat mengukur efek emosional sebuah film tragedi dengan menampung air mata penonton, atau mengukur kerasnya suara tawa ketika bereaksi pada suatu adegan yang lucu.

Meskipun demikian para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa.
Faktor-faktor itu antara lain :
1. Suasana emosional
2. Skema kognitif
3. Suasana terpaan
4. Predisposisi individual
5. Tingkat identifikasi khalayak dengan tokoh.

1. Suasana emosional (mood)
Suasana emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respons kita pada stimuli itu. Penelitian Murray tentang pengaruh suasana mental pada persepsi terhadap foto, dan penelitian Leuba dan Lucas tentang hubungan antara suasana emosional dengan persepsi terhadap gambar yang disajikan memperlihatkan adanya pengaruh suasana emosional terhadap pesan-pesan media massa.
Penelitian membuktikan bahwa subyek penelitian yang telah diberi obat yang merangsang system syaraf simpatetisnya menganggap adegan komedi lebih lucu daripada subyek-subyek yang diberi placebo (pil yang tidak mengandung unsure apa-apa).
Jadi dapat disimpulkan bahwa respons khlayak pada film, sandiwara televisi, atau novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional khlayak.
Misalnya :
- film-film sedih akan sangat mengharukan Anda setelah Anda mengalami kekecewaan sebelumnya.
- Adegan-adegan lucu menyebabkan Anda tertawa terbahak-bahak bila Anda menontonnya setelah mendapatkan suatu keuntungan yang tidak disangka-sangka.

2. Skema kognitif
Skema kognitif adalah semacam “naskah “ pada pikiran kita yang menjelaskan “alur” peristiwa.
Kita tahu bahwa dalam film “sang jagoan” atau ‘pemeran utama” akan menang juga pada akhirnya. Oleh akrena itu, kita tidak terlalu cemas ketika “sang jagoan” tadi babak belur terlebih dahulu atau ia masuk jurang, karena pada akhirnya kita tahu bahwa ia pada akhirnya akan menang juga.
Menurut Walter Weiss, kesadaran bahwa sang pahlawan dalam kebanyakan cerita, dan selalu dalam film-film serial, cenderung melemahkan goncangan emosional ketika sang pahlawan ditempatkan dalam situasi berbahaya dan menakutkan. Karena alasan inilah kita mungkin akan kecewa ketika kita mengetahui pada akhir cerita Mr. Smith mati di tiang gantungan, artinya seorang pahlawan kalah oleh penjahat.
Cerita Mr. Smith tersebut memporak-porandakan skema kognitif kita, yang terbentuk daripengalaman-pengalaman kita.

Tetapi skema kognitif tidak selalu berdasarkan pengalaman. Skema kognitif dapat juga terbentuk karena induksi verbal, atau petunjuk pendahuluan yang menggerakkan kerangka interpretif.

Lazarus et.al. meneliti emosi kengerian yang ditimbulkan oleh upacara penggoresan luka yang dilakukan seorang remaja penduduk asli Australia. Kelompok mahasiswa yang sudah diberi tahu sebelumnya bahwa upacara itu diperlukan sebelum remaja itu memperoleh status baru, tidak begitu ngeri menyaksikannya dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat pemberitahuan seperti itu.
Berkaitan erat dengan skema kognitif adalah anggapan apakah adegan atau cerita yang disaksikan khalayak media itu realistis atau sekedar khayalan belaka.Oleh karena itu para ahli menyarankan bahwa salah satu cara untuk mengurangi gangguan emosional pada anak-anak yang menyaksikan adegan fiktif ialah dengan menjelaskan kepada mereka bahwa yang mereka tonton itu hanya khayalan.

3. Suasana terpaan (setting of exposure)
Misalnya, Anda akan sangat ketakutan menonton film horror bila Anda menontonnya sendirian di sebuah rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik-derik karena angin bertiup kencang.
Penelitian membuktikan pula bahwa, anak-anak akan lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap.
Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi Anda pada waktu memberikan respon. Ketakutan seperti juga emosi lainnya memang mudah menular.

3. Predisposisi individual
Predisposisi individual mengacu pada karakteristik khas individu.
Misalnya orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedy lebih terharu daripada orang periang. Sebaliknya orang periang akan lebih terhibur oleh adegan lucu daripada orang melankolis.
Penelitian juga membuktikan bahwa, acara yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.
Misalnya, drama televisi yang melukiskan keluarga yang penuh kasih sayang dan kehangatan terasa sangat menyakitkan bagi anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Begitu pula upacara yang melukiskan kemewahan akan sangat menyakitkan buat penonton yang hidupnya tengah dilanda keprihatian yang mendalam, misalnya karena kemiskinan.

4. Identifikasi khalayak terhadap tokoh
Faktor identifikasi ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa.
Dengan identifikasi penonton, pembaca, atau pendengar menempatkan dirinya pada posisi si tokoh. Ia ikut merasakan apa yang dirasakan oleh si tokoh, Oleh karena itu, jika si tokoh mengalami kekalahan, maka ia juga merasa kecewa, atau jika si tokoh berhasil, maka ia juga gembira.
Mungkin juga kita menganggap seorang tokoh dalam ceruita televise atau film sebagai lawan kita. Dalam posisi seperti ini, kita gembira bila diidentifikan celaka, dan jengkel bila sukses. Semuanya ini menunjukkan bahwa makin tinggi identifikasi (atau disidentifikasi) kita dengan tokoh yang disajikan, maka makin besar intensitas emosionalpada diri kita akibat terpaan pada pesan media massa.

Rangsangan seksual
Sejenis dengan rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa.
Bahan-bahan erotis dalam televisi, film, surat kabar atau majalah, buku, dan sebagainya biasanya disebut pornografi.
Karena istilah ini terlalu abstrak, beberapa orang ahli menggunakan istilah SEM (Sexually Explicit Materials) atau erotica. Pada umumnya orang menduga dan meyakini bahwa erotica meerangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai-nilai moral, mendorong orang gila sex, atau mendorong terjadinya pemerkosaan..

Penelitian menunjukkan bahwa terpaan erotica, meskipun berlangsung singkat, akan membangkitkan gairah seksual pad kebanyakan pria dan wanita; selain itu ia juga menimbulkan reaksi-reaksi emosional lainnya seperti resah, gelisah, agresif, dan impulsive. Erotika terbukti membangkitkan rangsangan seksual.
Stimuli erotis adalah stimuli yang membangkitkan gairah seksual, baik internal maupun eksternal. Stimuli internal ialah perangsang yang timbul dari mekanisme dalam tubuh organism. Misalnya, pada binatang ialah adanya perubahan hormonal pad bulan-bulan tertentu yang merupakan musim kawin.
Stimuli eksternal ialah petunjuk-petunjuk (cues), yang bersifat visual, berupa bau-bauan (olvactory), sentuhan (tactual), atau gerakan (kinesthetic).

Faktor-faktor yang menstimuli rangsangan erotis manusia adalah :
a. factor pelaziman
b. factor imajinasi
c. factor pengalaman.

Ad. a. Kepada sekelompok subjek pria diperlihatkan slide sepasang sepatu hitam. Setelah itu, diperlihatkan slide lain yang menampakkan foto gadis telanjang. Percobaan itu diulangi berkali-kali, sehingga foto sepatu hitam itu sudah cukup membangkitkan gairah seksual. Generalisasipun terjadi, subjek terangsang oleh gambar sepatu apa pun.
Karena proses pelaziman inilah maka apa saja yang ada di dunia bias menjadi stimuli erotis, misalnya saputangan, minyak wangi, buku tulis, tulisan, foto, atau lagu. Dengan demikian, apa yang merangsang saya belum tentu merangsang Anda. Minyak wangi yang membangkitkan gairah Anda, malah menyebabkan saya mau muntah. Begitu pula, penampakan buah dada tidak menimbulkan gejolak apa-apa bagi keabnyakan saudara kita di Papua atau Bali. Pusar dan kulit perut tidak juga “aneh” buat penduduka di India yang mengenal sari.

Ad. b. Selain pelaziman, manusia juga dapat terangsang karena imajinasi. Para ahli yang melakukan eksperimen untuk meneliti kekuatan ebberapa stimuli erotis seperti imajinasi, cerita erotis, dan gambar-gambar erotis. Ternyata hasilnya adalah yang paling merangsang adalah imajinasi dibandingkan gambar dan cerita.
Seringkali efek imajinasi dibantu oleh memori yang ada. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsanganyang berlainan bagi orang yang mempunyai pengalaman yagn berbeda. Griffit memperlihatkan bahwa makin banyak pengalaman seksual seseorang, makin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual. Terbukti pula bahwa pada wanita, hubungan antara pengalaman dan rangsangan itu sangat menonjol.

Ad. c. Seringkali efek imajinasi ini didukung oleh memori yang ada. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan bagi orang yang mempunyai pengalamanyang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seksual seseorang, semakin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual. Terbukti pula bahwa pada wanita, hubungan antara pengalaman dan rangsangan itu sangat menonjol.

Kesimpulan :
Karena pelaziman, imajinasi, dan pengalaman bermacam-macam, maka kita mengalami kesulitan untuk mendefinisikan pornografi atau media erotica.
Pornografi tidak cukup didefinisikan sebagai gambar-gambar atau adegan-adegan yang merangsang, sebab rangsangan sangat bergantung pada orangnya.




























MODUL XIII
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Psikologi Khalayak
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.


TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang pengertian khalayak dan karakteristik khalayak, arti penting pesan nonverbal secara psikilogis, dan klasifikasi pesan nonverbal.


I. Pengantar
Khalayak (audience) merupakan factor penentu keberhasilan komunikasi. Ukuran keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesan yang disampaikan melalui saluran/medium yang diterima sampai pada khalayak sasaran, dipahami, dan mendapatkan tanggapan positif, dalam arti sesuai dengan harapan komunikator.










Menurut Schramm, seorang perancang komunikasi yang baik tidak akan memulai upayanya dari “apa yang harus dikatakan” , “saluran apa yang akan dipergunakan”, atau “bagaimana cara mengatakannya”, melainkan terlebih dahulu mempertanyakan “siapa yang akan menjadi sasaran penyempaian pesan”.
Dalam proses komuniksi massa, implikasi dari pernyataan Schramm tersebut di atas adalah, bahwa sebelum komunikator mempengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang disampaikannya, khalayak terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Itulah sebabnya komunikator akan berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik dari individu atau kelompok, atau warga khalayak yang akan dijadikan sasaran. Atas dasar hal inilah baru komunikator akan dapat menentukan “apa” yang akan disampaikan dan “bagaimana” cara menyampaikannya.

II. Pengertian khalayak
Konsep “khalayak” (audience) dalam konteks komunikasi telah dikenal sejak jaman Yunani Kuno. Pada masa itu pengertian khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang menonton suatu pertunjukan (misalnya drama, atau pertandingan).
Dengan demikian pengertian khalayak di sini adalah sekumpulan orang yang terorganisir pada waktu dan tempat tertentu, di mana masing-masing secara sukarela datang ke suatu tempat karena memiliki perhatian yang sama serta tujuan yang lebih kurang sama, yaitu ingin memperoleh hiburan.

Sejalan perkembangan jaman, pengertian khalayak tersebut di atas sudah tidak lagi memadai untuk menggambarkan kondisi nyata dari khalayak. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya perubahan yang terjadi dalam hal teknologi komunikasitelah mengubah konsepsi khalayak dari rumusan awalnya.
Kehadiran teknologi mesin cetak telah melahirkan khalayak pembaca yang tidak lagi terbatas pada dimensi ruang dan waktu. Munculnya komersialisasi media massa telah memperluas skala operasi media massa dari hanya sekedar institusi sosial menjadi institusi ekonomi.

Jadi pada masa sekarang ini konsepsi khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang terbentuk sebagai akibat atau hasil dari kegiatan komunikasi yang dilakukan yang jumlahnya besar (bahkan mungkin tidak terbata), tersebar secara luas, banyak di antaranya yang tidak saling mengenal satu dengan yang lainnya, dan heterogen dalam hal ciri-ciri sosio ekonomi dan demografinya.

III. Karakteristik Khalayak
1. Khalayak sebagai penggarap informasi
Pada dasarnya proses pengolahan informasi yang terjadi pihak penerima (khalayak) bersifat “selektif”. Pihak penerima pesan pada saat berhadapan dengan “bentuk informasi” tertentu akan melakukan “decoding” (pemecahan atau penginterpretasian kode). Akhirnya, tidak semua isi informasi akan diserap oleh si penerima secara utuh. Artinya, satu atau beberapa bagian dari isi pesan itu tidak akan dicerna atau diolah karena tidak masuk dalam kerangka pengetahuan dan pengalaman hidupnya, atau karena dipandang tidak sesuai dengan keperluan, minat, dan keinginannya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan seseorang secara signifikan turut mempengaruhi derajat pengolahan informasi yang smpai kepada dirinya. Orang yang latar belakang pendidikannya relative ‘tinggi’, di samping tinggi rasa ingin tahunya tentang sesuatu, juga cenderung lebih kritis, selektif, dan banyak pertimbangan dibandingkan dengan orang yang latar belakang pendidikannya lebih rendah. Itulah sebabnya mempengaruhi sikap dan pendapat orang yang berpendidikan tinggi jauh lebih sulit dibandingkan dengan orang yang latar belakang pendidikannya lebih rendah.

2. Khalayak sebagai “problem solver”
Khalayak jelas tidak terlepas dari permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Mereka juga akan selalu berupaya mencari cara-cara pemecahannya.
Dari pihak penerima pesan (khalayak), salah satu fungsi yang diharapkan dari penyebaran informasi melalui media massa adalah , bahwa informasi tersebut mampu membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian informasi atau pesan yang dipandang tidak membantu mereka dalam memecahkan permasalahan atau malah mungkin menambah kesulitan/permaslahan baru, jelas tidak akan mendapat perahtian mereka.



3. Khalayak sebagi mediator
Pada dasarnya proses penyebaran informasi tidak berhenti pada khalayak
sasaran secara langsung sebagai barisan pertama. Arus penyebaran informasi
bisa melalui berbagai tahap dan barisan.
Proses penyebaran informasi yang demikian lazim disebut sebagai “multi-step flow of communication”. Seorang warga khalayak setelah menerima informasi dari suatu medium kemungkinan besar akan kembali meneruskan informasi tersebut kepada orang-orang lainnya.
Dan orang-orang yang menerima informasi inipun selanjutnya akan menyampaiakan kembali ke orang-orang lainnya.
Dalam proses pengolahan informasi terjadi proses seleksi yang mencakup perhatian (selective attention), persepsi (selective perception), dan daya ingat (selective recall).

4. Khalayak yang mencari pembela
Pada suatu waktu seseorang dapat mengalami krisis keyakinan dan diliputi rasa ketidakpastian. Hal ini bisa terjadi karena adanya sesuatu yang baru yang mempengaruhi keyakinannya, atau karena factor-faktor lainnya.
Dalam keadaan demikian orang tersebut akan berupaya mencari data dan informasi yang dipandang bisa mendukung atau membela keyakinannya.

Motivasi mencari informasi yang diharapkan akan dapat menjadi “pembela” keyakinan merupakan salah satu factor yang mendorong terjadinya seleksi media. Dengan perkataan lain, seseorang memilih satu medium tertentu dengan alasan bahwa informasi yang diperoleh dari medium tersebut mampu mendukung atau memperkuat keyakinannya.

5. Khalayak sebagai anggota kelompok
Sebagai mahluk sosial, seorang individu juga terikat oleh nilai-nilai kelompok yang diikutinya, baik secara formal maupun informal.
Yang dimaksud dengan kelompok formal di sini antara lain ABRI, KORPRI, Serikat Buruh, dll, sedangkan yang termasuk kelompok informal misalnya kelompok-kelompok hobi seperti pencinta alam, kelompok olah raga, dll.

6. Khalayak sebagai Kelompok
Secara sosiologis masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok orang yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri bisa menyangkut cirri demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, sukubangsa, dan bisa juga brdasarkan cirri-ciri nondemografis seperti nilai, hobi, orientasi, dan lain-lain.

Cara berbicara dengan kalangan orang tua tentunya berbeda dengan kalangan anak muda. Kaitannya dengan proses penyebaran informasi melalui media massa adalah, bahwa diperlukan adanya “segmentasi” khalayak. Melalui segmentasi ini khalayak dipandang sebagai suatu kelompok yang secara relative mempunyai ciri-ciri yang tidak terlalu beragam. Dengan demikian, penyajian pesan/informasi dengan sendirinya akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik dari kelompok khalayak sasaran.


7. Selera Khalayak
Dalam kaitannya dengan media massa seperti surat kabar dan majalah, selera khalayak ini bisa menyangkut aspek-aspek jenis isi informasi, (misalnya informasi politik, ekonomi, sosial, budaya), teknik penyajian (bentuk huruf, lay out), atau bentuk/formatnya (surat kabar, majalah, tabloid, sheet).
Agar penyampaian informasi mencapai sasarannya, terlebih dahulu perlu diketahui apa dan bagaimana selera dari calon sasaran khalayak yang akan dituju. Selera khalayak ini bisa juga berubah-ubah.

IV. Pesan Nonverbal
A. Fungsi Pesan Nonverbal
Menurut Mark L. Knapp ada 5 fungsi pesan nonverbal sebagai berikut :
1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; misalnya setelah saya menjealskan penolakan saya, saya menggelengkan kepala berkali-kali.
2. Substitusi : menggantikan lambang-lambang verbal; misalnya tanpa sepatah katapun Anda berkata, Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk.
3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya, Anda memuji prestasi kawan Anda dengan mencibirkan bibir Anda dan berkata “Hebat, kau memang hebat”.
4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Misalnya, air muka Anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya;
Misalnya Anda mengungkapkan betap jengkelnya Anda denga memukul mimbar.

B. Arti Penting Pesan Nonverbal secara psikologis
1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi.
Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banyak membaca pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal
ketimbang pesan verbal.
Anda boleh menulis surat kepada pacar Anda dan mengungkapkan
gelora kerinduan Anda. Anda tertegun, Anda tidak menemukan kata-
kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu yang begitu mudah
diungkapkan melalui pesan nonverbal.
3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif
bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan.
Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat
diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas.
Fungsi metakomuniaktif artinya memberikan informasi tambahan
yang memperjelas maksud dan makna pesan.
5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien
dibandingkan dengan pesan verbal.
Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien.
Dalam paparan verbal terdapat redundansi (lebih banyak lambang dari
yang diperlukan), repetisi, ambiguity (kata-kata yang bermakna ganda),
dan abstraksi.

6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit atau tersirat. Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal.

C. Klasifikasi Pesan Nonverbal
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama, yaitu “
1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.
2. Ruang, waktu, dan diam.
John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengemukakan klasifikasi lain dari pesan
nonverbal, sebagai berikut :
1. isyarat-isyarat nonverbal perilaku (behavioral)
2. isyarat-isyarat nonverbal bersifat publik sepeerti ukuran ruangan dan faktor-faktor situasi lainnya.

Bahasa tubuh
Ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics). Istilah ini dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell.
Setiap anggota tubuh manusia seperti wajah, tangan, kepala, kaki, dan bahkan seluruh anggota tubuh kita dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.

Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan.
Misalnya, orang yang sedang menelepon, meskipun lawan bicara tidak melihat, ia menggerak-gerakkan tangannya. Isyarat tangan atau ”berbicara dengan tangan” disebut emblem, mempunyai makna dalam suatu budaya. Desmond Morris et. al, mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama tapi mempunyai makna yang berbeda dalam budaya yang berbeda. Sementara seorang Arab menginventarisir paling tidak 247 isyarat tangan yang berlainan yang digunakan orng Arab untuk melengkapi suatu pembicaraan.

Negara-negara di mana orang-orangnya dikenal sebagai “berbicara dengan tangan” adalah : Perancis, Italia, Spanyol, Mexico, Arab, dan India. Sementara bangsa-bangsa yang termasuk hemat atau jarang menggunakan isyarat tangan ketika mereka berbicra adalah beberapa suku Indian di Bolivia. Karena iklimnya dingin, mereka meletakkan tangan mereka di bawah syal atau selimut, dan oleh karena itu mereka lebih mengandalkan ekspresi wajah dan mata.

Gerakan Kepala
Di beberapa negara, anggukan kepala malah berarti “Tidak”, seperti di Bulgaria, sedangkan isyarat untuk “Ya” adalah dengan menggelengkan kepala.
Di Yunani dan Timur Tengah, kata “Tidak” diisyaratkan dengan cara menyentakkan kepalanya ke belakang dan menengadahkan wajah.
Sebagian orang di Arab dan Italia mengatakan “Tidak” dengan mengangkat dagu, sebaliknya cara ini di Maori Selandia baru hal ini berarti “Ya”.
Di India Selatan, gelengan kepala berarti “Ya”, sedangkan di Indonesia hal ini berarti “Tidak”.
Di Uni Emirat Arab, menggelengkan kepala berarti “ya”.
Di kebanyakan negara, orang yang duduk sambil menegakkan kepala di hadapan orang yang berbicara berarti memperhatikan si pembicara. Di Australia, pembicara akan menyangka Anda kecapekan atau mengantuk bila anda memejamkan mata. Akan tetapi, orang Jepang yang tampak tertidur (mata terpejam dan kepala menunduk), ketika orang presentasi, sebenarnya sedang menyimak presentasi tersebut dengan sungguh-sungguh.

Postur tubuh dan posisi kaki
Penelitian yang dilakukan oleh William Sheldon memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen.
Menurut Sheldon, bentuk tubuh yang gemuk (endomorph) berhubungan dengan sifat malas dan tenang.
Bentuk tubuh yang atletis (mesomorph) berhubungan dengan sifat asertif dan percaya diri, sedangkan tubuh yang kurus (ectomorph) berhubungan dengan sifat introvert yang lebih menyenangi aktivitas mental daripada aktivitas fisik.

Prof. Hafied Cangara mengelompokkan kode nonverbal sebagai beikut :
1) Kinesics
Ialah kode nonvebal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan yang bisa dibedakanatas 5 jenis, yaitu :
1. Emblems
Ialah isyarat yang punya arti langung pada simbol yang dibat oleh gerakan badan. Misalnya mengangkat jari V yang artinya victory atau menang; mengangkat jempol yang berarti baik (Indonesia), tetapi berarti jelek (India). Kerdipan mata berarti ”saya tidak sungguh-sungguh”
2. Illustrators
Ialah isyarat yang dibuat dengan gerakan-gerakan badan untuk menjelaskan sesuatu, misalnya mengenai besarnya barang atau tinggi rendahnya suatu objek yang dibicarakan. Pandangan ke bawah berarti kesedihan atau depresi
3. Affect displays
Ialah isyarat yang terjadi karena adanya dorongan emosional sehingga brpengaruh paada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis, senyum, mencibir, sinis, dn sebagainya. Hampir semua bangsa di dunia menilai perilaku tertawa dan tersenyum sebagai lambang kebahagiaan, sedangkan menangis adalah lambang kesedihan.
4. Regulators
Ialah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada daerah kepala, misalnya mengangguk tanda setuju atau menggeleng tanda menolak.
5. Adaptory
Ialah gerakan-gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda kejengkelan, misalnya menggerutu, mengepalkan tinju ke atas meja, dan sebagainya.

Selain gerakan-gerakan badan yang dilakukan oleh kepala dan tangan, juga gerakan kaki memberi isyarat seprti halnya posisi duduk. Bagi masyarakat Amerika dan Eropa, posisi duduk dengan posisi kaki menyilang di atas kaki lainnya atau berdiri sambil bertolak pinggang adalah hal biasa, tetapi bagi orang Indonesia hal ini dinilai sebagai perbuatan yang kurang sopan. Begitu juga halnya menerima atau membri sesuatu dengan tangan kiri, pada masyarakat Barat adalah sesuatu hal yang biasa, seangkan di Indonesia adalah sesuatu yang kurang sopan.

2) Gerakan Mata
Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dlam memberi isyarat tanpa kata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah cerminan isi hati seseorang. Hal ini misalnya terbukti adanya ungkapan ””lirikan matanya memiliki arti” atau ”pandangan matanya mengundang”.

Mark Knapp mengemukakan 4 fungsi utama gerakan mata sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh umpan balik dari lawan bicara. Misalnya dengan mengucapkan bagaimana pendapat Anda tentang hal tersebut?
2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara
3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, di mana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebebaliknya orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghinari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berhutang akan menghindar dari orang yang menagihnya.
4. Sebagai pengganti jarak fisik
Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesat, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat emngatasi jarak pemisah.

3) Sentuhan (touching)
Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan.
Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas 3 macam :
1. Kinesthetic
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
2. Sosiofugal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umumnya orang Amerika atau Asia Timur dalam menunjukkan persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orng Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan.
3. Thermal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim, misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.
4. Paralanguage
Ialah isyarat yangditimbulkan dari tekanan atau irama suara sebagai penerima pesan dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan. Misalnya kata ”datang-datanglah ke rumah” bisa diartikan `
betul-bertul mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi.

Suatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa diartikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski sesungguhna bukan begitu maksudnya, sebab hal tersebut sudh menjadi kebiasaan etnik tersebut.

4) Diam
Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti.Max Picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti negatif, tetapi bisa juga mengandung arti positif.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap berdiam diri sangast sulit ditebak,
apakah orang itu malu, penakut, cemas, atau marah. Banyak orang
mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakann sesuatu yang
menyakitkan orang lain, misalnya mengatkan ”tidak”.
Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap
ragu. Karena itu, sikap diam tidak selamanya berarti menolak sesuatu,
tetapi tidak juga berarti menrima. Mungkin dalam hal ini, sikap diam
berarti ia ingin menyimpan rahasia tertentu, dan hanya ia-lah yang tahu.

Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, lingkungan fisik, dan iklim, serta tujuan pencitraan mempengaruhi orang cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda akan menyesuaikan cara mereka berdandan dengan faktor tersebut. Misalnya pada musim dingin, orang akan berpakaian yang tebal dan menutup seluruh tubuh. Di Amerika, buasna warna teduh dikenakan untuk kegiatan bisnis dan sosial. Di India dan Myanmar, orang menggunakan busana tradisional untuk kegiatan bisnis, sebagaimana juga dilakukan oleh orang Arab.
Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian merupakan cerminan dari kepribadiannya, misalnya apakah ia orang konservatif, religius, modern, atau berjiwa muda. Bagi orang-orang tertentu, pakaian, rumah, kenderaan, perhiasan, dan sebagainya dipakai untuk memproyeksikan citra mereka di hadapan masyarakat.
Mereka mempunyai persepsi bahwa dengan memakai pakaian tertentu mereka akan dipandang tertentu pula oleh masyarakat.

Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Setiap budaya mempunyai cara khas dalam mengkonseptualisasikan ruang, baik di dalam rumah, di luar rumah, maupun ketika berhubungan dengan orang lain.
Edward T. Hall (antropolog), mengemukakan istilah proxemics sebagai bidang studi yang mengkaji persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), yaitu cara manusia menggunakan ruang dalam berkomunikasi. Beberapa ahli lainnya memperluas konsep proksemika ini dengan memperhitungkan seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi seperti iklim, pencahayaan, dan kepadatan penduduk.
Pencahayaan dapat mendorong atau menghalangi seseorang untuk berkomunikasi. Cahaya yang terang sangat diharapkan dalam ruang kuliah dan ruang baca, karena dibutuhkan untuk membaca dan menulis. Sementara di sebuah kafe atau tempat kencan lainnya, dibutuhkan cahaya redup atau lebih lunak. Untuk keperluan pembicaraan yang bersifat pribadi, baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup adalah tidak mungkin menggunakan cahaya yang terang benderang.

Parabahasa
Parabahasa atau vokalika (vocalics) mengacu pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi –rendah), intensitas (volume), suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus, suara gemetar, suitan, tawa, erangan, desahan, gumaman, gerutuan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, dan ketakutan. Kadangkala kita bosan mendengar pembicaraan orang bukan karena isi atau materi yang disampaikannya, melainkan karena disampaikan dengan cara monoton dan lamban.
Satu contoh yang menarik dari parabahasa adalah ketika Presiden Habibie (waktu itu, tahun 1999). Sebelum Habibie menyampaikan Laporan Pertanggungjawabannya di hadapan Sidang MPR, para anggota majelis sudah bersuara ”Huuuuu...” Tidak sulit untuk memaknai teriakan seperti itu, yaitu sikap penolakan dan pelecehan, meskipun para anggota majelis itu belum mengucapkan sepatah katapun juga.

Meskipun aspek-aspek parabahasa ini berkaitan dengan komunikasi verbal, aspek-aspek tersebut harus dianggap sebagai bagian dari komunikasi nonverbal, yang menunjukkan kepada kita bagaimana perasaan pembicara
Mengenai pesannya, apakah ia percaya diri, gugup, atau menunjukkan aspek-aspek emosional lainnya.

Satu contoh parabahasa yang lain adalah berbicara dengan suara yang keras.Di Indonesia, suku bangsa yang dikenal dengan tekanan suaranya yang keras, selain Batak, adalah sukubangsa di Riau Kepualauan. Mereka biaa bebicara keras karena suara mereka terkondisikan oleh alam, yaitu kerasnya tiupan angin dan ombak.
Bangsa yang cenderung bersuara keras ketika berkomunikasi adalah Bangsa Arab, terutama ketika mereka brbicara kepada orang yang mereka sukai. Bagi orang Arab, suara keras menandakan kekuatan dan ketulusan, sedangkan suara lemah mengisyaratkan kelemahan atau tipu daya. Itulah sebabnya, bila kita tidak mengenal karakter budaya ini, boleh jadi kita menganggap suara keras mereka sebagai tanda agresivitas, kekasaran atau kemarahan, bukan sebagai cerminan ketulusan atau keranahan.
Mungkin di bangsa-bangsa lain aspek parabahasa bukan pada volume suara , akan tetapi mungkin pada kecepataannya atau ”melodi”nya. Orang Amerika berbicara lebih keras daripada orang Perancis; orang Malaysia berbicara lebih cepat daripada orang Indonesia; orang Arab berbicara lebih cepat daripada orang Inggris; sementara orang Thailand berbicara lebih bermelodi daripada orang Jepang.









Pokok Bahasan : Karakteristik Saluran Media Massa
Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pemilihan karakteristik saluran komunikasi dan karakteristik media, serta pemilihan karakteristik kreatif

I . Karakteristik Saluran Komunikasi
Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam upaya penyebarluasan pesan, yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal atau disebut juga saluran media massa.

1. Saluran Komunikasi Personal
Saluran komunikasi personal, baik yang bersifat langsung perseorangan maupun melalui kelompok, lebih persuasive dibandingkan dengan saluran media massa.
Hal ini disebabkan karena beberapa factor sebagai berikut :


1) Penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara
langsung kepada khalayak yang dituju, bersifat pribadi, dan manusiawi.
2) Penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapt dilakukan secar lebih terperinci dan lebih fleksibel disesuaikan dengan situasi dan kondisi nyata.
3) Keterlibatan khalayak dalam proses komunikasi cukup tinggi.
4) Komunikator/sumber dapat langsung mengetahui reaksi, umpan balik, dan tanggapan dari khalayak atas isi pesan yang disampaikannya.
5) Komunikator/sumber dapat segera memberikan penjelasan apabila terdapat kesalahpahaman atau kesalahan persepsi dari pihak yang menrima pesan/khalayak atas pesan yang disampaikannya.

Dalam hal dampaknya, upaya penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal ini juga dipandang efektif. Dampak atau hasil komunikasi yang terjadi pda pihak yang menerima tidak hanya menyangkut aspek kognitif dan afektif, tetapi juga sampai ke aspek konatif/perilaku. Dengan perkataan lain, melalui saluran komunikasi personal pihak sumber dapat mempengaruhi pihak penerima dalam hal pengetahuan,
Sikap, dan juga perilakunya. Akan tetapi, penggunaan saluran ini juga mempunyai kelemahan, yaitu daya jangkau dan kecepatan pesannya adalah terbatas.

2.Saluran Media Massa
Saluran media massa mempunyai mempunyai daya jangkauan khalayak yang luas, bahkan tidak terbatas serta kemampuannya cepat.
Pengertian media massa yang dimaksud tidak hanya terbatas pada surat kabar, majalah, televise, radio, tetapi juga mencakup berbagai media lainnya seperti billboard, leaflet, boolets, dan lain-lain. Namun, kelima factor yang disebutkan di atas yang merupakan kelebihan yang dimiliki oleh saluran komunikasi personal, tidak dimiliki oleh saluran media massa.

Dampak penyampaian pesan melalui media massa, umumnya hanya menyangkut aspek kognitif. Oleh karena itu, penggunaan saluran media massa biasanya hanya dititikberatkan pada upaya pembentukan kesadaran, pengetahuan, dan ingatan khalayak atas sesuatu isi pesan.
Berikut ini akan diberikan gambaran perbedan antara saluran komunikasi personal dan saluran media massa.

Perbedaan karakteristik saluran komunikasi personal dan saluran media massa

Karakteristik Saluran personal Saluran media massa

1.Arus pesan dua arah satu arah
2.Bentuk komunikasi langsung melalui media
3.Konteks pribadi umum/massal
4.feedback tinggi rendah
5.Selektivitas terpaan tinggi rendah
6.Kecepatan menjangkau
Khalayak lambat cepat
7.Efek/akibat/hasil pengatahuan, penambahan
perubahan sikap, dan pengetahuan
perilaku


Di samping saluran komunikasi personal dan media massa, masyarakat kita juga mengenal adanya media lainnya yang disebut sebagai media tradisional. Media tradsional ini mencakup berbagai bentuk kesenian seperti wayang golek, ludruk, ketoprak, lenong betawi, dan sebaginya. Selain itu dikenal juga forum-forum komunikasi seperti rembug desa, banjar, siapanan, dan lain-lain.

Media tradisional seperti ini juga efektif dipergunakan sebagai saluran komunikasi persuasi atau promosi suatu idea tau produk. Hal ini dimungkinkan karena selain ia popular dan dekat dengan masyarakat pendukungnya, penyampaian pesan pesan melalui media tradisional ini dapat dilakukan sesuai dengan kerangka nilai budaya masyarakat setempat.; yang perlu diperhatikan adalah bahwa penyisipan pesannya harus disesuaikan dengan karakteristik komunikasi dari masing-masing medium tradisional.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil komunikasi yang lebih optimal, akan lebih baik bila dipergunakan kombinasi atau gabungan penggunaan saluran komunikasi personal, saluran media massa, dan saluran media tradisional.

II. Pemilihan Media
Pemilihan satu atau beberapa media komunikasi, seharusnya dilakukan paling tidak atas dua pertimbangan sebagai berikut :
1.Pertimbangan mengenai karakteristik media
2. Pertimbangan yang menyangkut kreatif (isi dan teknis penyajian pesan)

1. Pertimbangan Karaktersitik Media
Tiap medium memiliki karakteristik sendiri yang berbeda satu sama lainnya. Tiap medium juga secara khusus mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, penentuan suatu medium perlu disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan dari masing-masing medium.
Dalam hal ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah sebagai
berikut :

1) Kebutuhan luasnya jangkauan dan kecepatan penetrasi
Apabila pesan yang ingin disampaikan ditujukan kepada masyarakat secara luas, maka media seperti radio dan TV adalah pilihan yang tepat. Karena selain kemampuan jangkauannya yang luas, juga kecepatan penetrasinya tinggi.

2) Kebutuhan pemeliharaan memori
Apabila penyampaian pesan lebih ditujukan pada upaya agar pesan-pesan yang disampaikan tetap diingat oleh khalayak dalam kurun waktu yang relative lebih lama, maka media seperti media luar ruang (misalnya billboard, spanduk, poster, dan lain-lain) dan majalah lebih cocok. Media seperti ini memiliki “life span” yang relative lebih panjang. Majalah lazimnya disimpan di rumah sampai berbulan-bulan, sementara surat kabar hanya disimpan untuk beberapa hari. Bahkan billboard dapat dipasang sampai bertahun-tahun.

3) Kebutuhan jangkauan khalayak yang selektif
Apabila pesan-pesan yang disampaikan dimaksudkan untuk kelompok-kelompok masyarakat segmen tertentu/khusus, maka media seperti surat kabar dan majalah adalah lebih tepat.
Surat kabar dan majalah yang dipilih tentunya harus disesuaikan dengan segmen khalayak yang dituju. Misalnya majalah wanita tepat untuk mengiklankan produk-produk kosmetika.

4) Kebutuhan jangkauan khalayak local
Apabila khalayak sasaran yang ingin dijangkau bersifat local (misalnya terbatas pada wilayah atau kabupaten tertentu), maka penggunaan media seperti stasion siaran radio local, bioskop, dan media luar ruang adalah lebih tepat.

5) Kebutuhan frekuensi tinggi
Apabila pesan-pesan yang disampaiakn membutuhkan frekuensi penyampaian yang tinggi, maka penggunaan media seperti radio dan media luar ruang akan lebih cocok.

2. Pertimbangan Kreatif (isi dan teknis)
Karakteristik kreatif, yaitu yang berkaitan dengan isi, bentuk, dan teknis
penyajian pesan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih media yang cocok. Dalam prakteknya, pemilihan suatu medium
justru seringkali didasarkan pada karaktersitik kreatif.
Berikut ini adalah beberapa karaktersitik kreatif yang perlu diperhatikan

1) Kebutuhan gerak
Apabila pesan yang akan disampaikan menuntut unsur gerak sebagai factor yang utama, maka media audio visual seperti TV dan film adalah yang tepat.
Contoh : gambaran tentang balap mobil dan iklan kenderaan bermotor.

2) Kebutuhan warna
Apabila warna merupakan factor yang ingin ditonjolkan dari suatu pesan, maka TV, film, dan juga majalah cocok untuk dipergunakan.
Misalnya gambaran tentang keindahan alam, iklan foto berwarna, kosmetika, cat, dan lain-lain.

3) Kebutuhan suasana
Apabila pesan yang akan disampaikan memberikan penekanan pada factor suasana, maka media audio seperti radio dan media audio visual seperti TV dan film lebih tepat menjadi pilihan.
Contoh : gambaran tentang semakin padatnya penduduk, kemacetan lalu lintas, dan lain-lain.

4) Kebutuhan demonstrasi
Apabila pesan yang akan disampaikan menuntut adanya demonstrasi yang menggambarkan adanya tata cara, proses, atau hasil, maka media audio visual seperti TV dan film lebih tepat.
Contoh : Penjelasan tentang tata cara memasak suatu jenis masakan, atau tata cara pemilihan presiden dalam pemilu, dan lain-lain.

5) Kebutuhan deskripsi
Apabila pesan yang disampaikan memerlukan suatu uraian yang cukup eksplisit, komprehensif, sistematis, dan terperinci, maka media cetak seperti surat kabar, majalah, brosur, dan leaflet lebih cocok. Karena media cetak memiliki kemampuan editorial yang lebih baik dibandingkan dengan media elektronik.
Contoh : penjelasan tentang kontrasepsi KB, profil perusahaan dan produk-produk yang dihasilkannya, dan lain-lain.

III. Konsep Alternatif tentang khalayak
1. Khalayak sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, dan pemirsa
Kumpulan inilah yang disebut sebagai audiens dalam bentuk yang paling dikenal dan menjadi perhatian seluruh penelitian media. Fokusnya adalah pada jumlah total orang yang dapat dijangkau oleh satuan isi media tertentu dan jumlah orang dalam karakteristik demografi tertentu yang penting bagi pengirim.
Dalam praktek, penerapan konsep tersebut tidaklah sesederhana itu dan akhirnya menimbulkan pertimbangan yang melebihi soal kuatitatif semata.

Clausse telah menunjukkan beberapa kelemahan untuk membedakan berbagai kadar keikutsertaan dan keterlibatan audiens.
Audiens yang pertama dan yang terbesar adalah populasi yang tersedia untuk menerima tawaran komunikasi tertentu. Dengan demikian, semau yang memiliki pesawat televisi adlah audiens televisi adlam artian tertentu.
Kedua, terdapat audiens yang benar-benar menerima hal-hal yang ditawarkan dengan kadar yang brbeda-beda seperti pemirsa televisi reguler, pembeli surat kabar, dan sebagainya.
Ketiga, ada bagian audiens sebenarnya yang mencatat penerimaan isi, dan yang terakhir ada bagian lebih kecil yang mengendpkan hal-hal yang ditawarkan dan diterima.

Clausse mengemukakn hal ini dengan mengacu pad serangkaian penyusutan, dari populasi masyarakat secara menyeluruh, kemudian publik potensial bagi suatu pesan, hingga publik efektif yang benar-benar mengikut, sampai dengan publik pesan tertentu, dan akhirnya publik yang benar-benar terpengaruh oleh komunikasi.

2. Khalayak sebagai massa
Massa seringkali sangat besar, lebih besar dari kebanyakan kelompok, kerumunan atau publik. Para anggota massa tersebar luas dan biasanya tidak saling mengenal satu sama lain. Massa kurang memiliki kesadaran diri dan identitas diri, serta tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah dan berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula. Ia tidak bertindak untuk dirinya sendiri, tetapi “disetir” untuk melakukan suatu tindakan.

Aidiens sebagai massa lebih menekankan pada ukurannya yang besar, heterogenitas, penyebaran, dan anonimitasny serta lemahnya organisasi sosial dan komposisi yang selalu berubah dengan cepat dan tidak konsisten.
Massa tidak memiliki keberadaan/eksistensi yang berlanjut kecuali dalam pikiran mereka yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi orang-orang sebanyak mungkin.
Menurut Raymond William, tidak ad massa rakyat, yang ada hanya cara pandang orang-orang sebagai massa. Meskipun demikian, hal itu telah cenderung menjadi standar untuk memutuskan audiens, semakin mendekati pengertian massa, telah menyamakan massa dengan audiens bagi media massa.

3. Khalayak sebagai publik atau kelompok sosial
Unsur penting dalam versi audiens ini adalah praeksistensi dari kelompok sosial yang aktif, interaktif, dan sebagian besar otonom yang sebagian besar dilayani oleh media tertentu, tetapi keberadaannya tidak tergantung pada media.
Gagasan tetang publik telah dibahas melalui sosiologi dan teori demokrasi liberal. Misalnya gagasan telah didefinisikan oleh Dewey sebagi pengelompokan orang-orang secara politis yang terwujud sebagai unit sosial melalui pengakuan bersama atas masalah bersama yang perlu ditanggulangi. Pengelompokan seperti ini memerlukan berbagai sarana komunikasi bagi pengembangan dan kesinambungannya.

Meskipun demikian, kita dapat melihat adanya bukti tentang eksistensi berbagai bentukan audiens yang berciri publik. Hampir seluruh masyarkat memiliki publik yang mengetahui, yaitu bagian audiens yang paling aktif dalam kehidupan politik dn sosial serta memiliki banyak sumber informasi, khususnya golongan elit, pembentukan opini, dan pers spesialis. Bukti kedua, banyak negara menguasai beberapa pers partai tertentu atau pers yang memang memiliki hubungan politik dengan kelompok pembacanya. Di sini keanggotaan atau pendukung partai tertentu membentuk publik yang juga adlah audiens.
Bukti ketiga, terdapat audiens lokal atau komunitas bagi publikasi yang bersifat lokal. Dalam hal ini audiens cenderung serupa dengan anggota, khususnya anggota yang paling aktif dari komunitas yang ad sebelumnya, yaitu kelompok sosial.
Bukti terakhir, terdapat sangat banyak audiens tertentu yang terbentuk atas dasar isu, minat, atau bidang keahlian yang mungkin memiliki bentuk interaksi lainnya dn bukan sekedar penciptaan pasokan media.

4. Kahalayak sebagai pasar
Audiens sebagai pasar muncul sebagai akibat perkembangan ekonomi. Produk media merupakan komoditi atau jasa ayng ditawarkan untuk dijual kepada sekumpulan konsumen tertentu yang potensial, bersaing dengan produk media lainnya.
Audiens sebagai pasar berarti sekumpulan calon konsumen dengan profil sosial ekonomi yang diketahui yang merupakan sasaran suatu medium atau pesan.
Konsep audiens seabgai pasar ini mirip dengan audiens sebagai massa. Dalam arti jumlahnya yang besar. Yang perlu diperhatikan adalah soal selera dalam kaitannya dengan produk media yang akan menjadi minat mereka.

Audiens dipandang memiliki signifikansi rangkap bagi media, sebagai perangkat calon konsumen produk dan sebagai audiens jenis iklan tertentu. Yang merupakan sumber pendapatan media yang penting.
Dengan demikian, pasar bagi produk media juga mungkin merupakan pasar bagi produk lainnya. Meskipun media komersial perlu memandang audiensnya sebagai pasar dlam arti itu dan adakalanya mencirikan audiens tertentu dalam hubungannya dengan gaya hidup dan pola konsumsi, ada sejumlah konsekuensi pendekatan ini terhadap cara memandang audiens.

IV. Tipologi Formasi Kahalayak
1. Kelompok atau publik
Istilah ini muncul sejalan dengan pengelompokan sosial yang ada (misalnya komunitas, keanggotaan minoritas politis, religius atau etnis) dan dengan karakteristik sosial bersama dari tempat, kelas sosial, politik, budaya, dan sebagainya.

Tipe ini angat cocok dengan konsep audiens sebagai publik seperti yang sudah dijelaskan. Di sini mungkin sekali terdapat beberapa ikatan normatif di antara audiens dan sumber, dan di dalam audiens mungkin terjadi interaksi dan kesadaran identitas serta tujuan tertentu. Audiens seperti ini mungkin lebih stabil sepanjang waktu daripada tipe audiens lain. Para anggotanya bertahan lama, tanggap terhadap, dan memiliki partisipasi tertentu pada apa yang ditawarkan.

2. Kelompok Kepuasan
Audiens dalam pengertian ini terbentuk atas dasar tujuan atau kebutuhan individu tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan dengan, misalnya isu politik atau sosial.
Tipe audiens ini, yang didasarkan pada kebutuhan atau tujuan tertentu, juga mungkin agak homogen dilihat dari segi komposisinya, aktif dalam mengungkapkan permintaan yang membentuk penawaran, dan juga selektif. Akan tetapi tipe audiens ini bukanlah kelompok sosial, melainkan kumpulan dari individu-individu yang terwujud dalam perilaku konsumen. Mereka termasuk kategori pasar atau kumpulan dari apa yang telah dijelaskan di depan. Aktivitas dan selektivitas rasional terungkap dalam perilaku dan para anggota biasanya tak akan melihat diri mereka sebagai kelompok atau pasar khusus.

3. Kelompok penggemar atau budaya cita rasa
Terbentuk atas dasar minat pada jenis isi (atau gaya) atau daya tarik tertentu akan kepribadian tertentu atau cita rasa budaya/intelektual tertentu.
Tipe audiens ini terdiri dari kelompok penggemar atau pengikut pengarang, kepribadian, gaya tetapi tidak memiliki suatu definisi atau kategori sosial yang jelas. Komposisinya akan berubah sepanjang waktu, meskipun beberapa audiens seperti itu mungkin juga stabil. Eksistensinya seleuruhnya tergantung pada isi yang ditawarkan dan bila isi ini berubah, audiensi pasti bubar atau memperbarui diri.
Kadang-kadang jenis audiens ini didorong oleh media untuk membentuk diri menjadi kelompok sosial (seperti klub penggemar) atau mereka secara spontan mentransformasikan diri menjadi kelompok sosial.

4. Audiens medium
Berasal dari dan dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumber media tertentu misalnya surat kabar, majalah, saluran radio atau televisi.
Ada banyak contoh saluran audiens medium, dan loyalitas pada saluran juga didorong oleh media karena alsan komersial. Apakah terbentuk secara spontan atau oleh manipulasi, loyalitas seperti itu dapat memberi beberapa karakteristik publik atau kelompok sosial pada jenis audiens ini seperti stabilitas, batas-batas, dan kesadaran identitas.
Akan tetapi, bagi kebanyakan media yang beorientasi komersial, audiens jenis ini lebih mirip dengan kumpulan atau pasar. Anggotanya umumnya adalah pelanggan produk media yang dibicarakan atau produk lain yang diiklankan oleh media tersebut.

V. Pengaruh Khalayak terhadap Isi Media
Meskipun telah terbukti bahwa kompetensi dan kekuasaan audiens untuk mempengaruhi produsen/penyalur sangat bergantung pada karakter dan lingkungan audiens bersangkutan, tetapi ada sejumlah mekanisme umum yang mewujudkan hubungan timbal balik antara pengirim dan penerima. Mekanisme tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kritik dan Penggemar
Konsep audiens atau kelompok pembaca yang tradisional mengasumsikan 2 unsur penting dari tanggapan yang dilembagakan. Satu di antaranya adalah kritik yang terutama berfungsi untuk kepentingan publik kelas menengah dan berkaitan dengan jenis isi yang lebih elit.
Jajaran perhatian kritis yang dilembagakan telah cukup melebar sehingga meliputi televisi, musik, film, dan surat kabar, yang sebagian merupakan perluasan persyaratan media sendiri sebagai suatu industri.

2. Pertanggung jawaban yang dilembagakan
Sekarang terdapat banyak tuntutan audiens, sebagai kelompok kepentingan dalam masyarkat, untuk mempengaruhi isi media.
Timbulnya siaran radio publik telah merangsang banyak perkembangan seperti itu, karena radio dan televisi seringkali ditetapkan sebagai pelayanan dengan beban tanggung jawab kepada publik secara menyeluruh.

3. Pasar
Menurut kebanyakan pendukung kebebasan media, sarana pengendalian dan pengaruh yang utama dan terbaik adalah pelaksanaan pilihan bebas dalam kondisi pasar bbebas.

4. Umpan balik langsung
Bentuk tradisional tanggapan bagi audiens telah dilembagakan oleh media sendiri dalam bentuk ”surat kepada redaksi” dan hubungan telepon ke stasiun radio dan televisi. Meskipun demikian, ada keraguan tentang nilai sesungguhnya sebagai umpan balik, karena sangaat mudah dimanipulasi oleh media sendiri. Bagi media berskala besar, diragukan apakah tanggapan langsung seperti itu dapat mengungkapkan keinginan audiens atau dapat menyampaikan informasi kepada media.

5. Pemanfaatan Citra Media
Ada bentuk pengaruh atas isi media yang sangat tidak langsung dan tidak memadai melalui praktek yang dilakukan sumber media dalam membangun citra audiens atau calon audiens sebagai sasaran pesan yang dibentuk. Eksistensi kecenderungan ini telah dibuktikan secara luas dan telah disimpulkan bahwa citra audiens boleh jadi dibentuk oleh kepentingan profesional sendiri atau merupakan pengalaman sosial yang sangat sempit.

6. Penelitian
Yang paling relevan dalam hal ini adalah jenis penelitian yang dilakukan media untuk menetapkan pedoman bagi operasionalisasi pekerjaannya. Penelitian memainkan peran kreatif dalam mempertemukan tujuan komunikator dengan kebutuhan, kepentingan, dan kapasitas publik.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda